RSUD AWS Tingkatkan Pelayanan Jantung dan Pembuluh Darah, Ternyata Investasi Sangat Mahal
SEJAK 2005 lalu, RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mulai melayani kardiovaskuler atau dikenal pelayanan jantung dan pembuluh darah.
Penulis: Rafan Dwinanto | Editor: Sumarsono
SEJAK 2005 lalu, RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mulai melayani kardiovaskuler atau dikenal pelayanan jantung dan pembuluh darah. Sejak saat itu, RSUD AWS yang kini naik kelas jadi Tipe A sudah bisa melayani kesehatan jantung non bedah. Contohnya, kateterisasi.
Sebelumnya, RSUD AWS sebenarnya sudah membenahi layanan jantung dan pembuluh darah. Rumah sakit milik Pemprov Kaltim ini ingin bisa melaksanakan bedah jantung secara mandiri.
Ketua Staf Medik Fungsional Spesialis Jantung RSUD AWS, dr Djoen Herdianto, SpJP menceritakan, bedah jantung di RSUD AWS mulanya tak beda dengan 'bedol desa'. Saat itu, RSUD AWS harus mendatangkan sepaket lengkap tenaga medis dari RS Harapan Kita, yang menjadi pusat rujukan pelayanan jantung nasional.
"Ya mirip bedol desa. Tenaga medis yang kita datangkan 25-30 orang dari Jakarta. Mulai dokter bedah jantung, anastesi, sampai perawat-perawatnya," kata Djoen.
Sejak 2014 sampai saat ini, RSUD AWS sudah mengoperasi 150 pasien jantung, dengan bantuan RS Harapan Utama, Jakarta. "Beberapa operasi terakhir, mulai sebelum puasa itu, kita operasi secara mandiri," ungkap Djoen.
Sekitar dua tahun lamanya RSUD AWS mendapat bimbingan dari RS Jantung Harapan Kita, Jakarta. Sampai akhirnya Juli 2017 lalu, RS Jantung Harapan Kita memberikan sertifikasi yang menyatakan RSUD AWS bisa melakukan bedah jantung secara mandiri, untuk kasus hingga severitas II.
Proses mengoperasi jantung secara mandiri tidak mudah. Selain sederet peralatan canggih, RSUD juga harus memiliki dokter spesialis khusus yang berpengalaman menangani bedah jantung. Sampai saat ini, RSUD AWS baru memiliki dua dokter spesialis bedah jantung, dan satu dokter anastesi.
"Anastesinya juga harus yang paham soal jantung. Karena, saat operasi, jantung harus dimatikan, dan aliran darah dialihkan ke alat jantung buatan. Jadi, bius jantung tidak sembarangan," kata Djoen.
Pengalihan aliran darah ke mesin jantung paru, juga memerlukan operator khusus. Begitu pula dengan perawat yang terlibat dalam operasi dan pascaoperasi, harus sudah dibekali kemampuan khusus. "Jadi, pascaoperasi harus diawasi secara ketat dan teliti," ungkap Djoen.
Seiring waktu, RSUD AWS terus melengkapi sarana dan prasarana pelayanan jantung dan pembuluh darah. Begitu pula dengan peningkatan kualitas tenaga medis yang berkecimpung di bidang itu. Menurut Djoen, semua investasi ini bernilai sangat mahal.
"Tidak semua RS mau berinvestasi di pelayanan jantung ini. Karena sangat mahal dan erat kaitannya dengan hitungan bisnis. Kalau AWS kan rumah sakit milik pemerintah. Jadi, ada kewajiban lebih untuk memerhatikan faktor pelayanan kepada masyarakat. Soal untung rugi, kan ada pemerintah," kata Djoen, sambil tertawa.
Kendati sudah mengantongi sertifikasi bedah jantung secara mandiri, RSUD AWS masih terus dalam tahap bimbingan RS Jantung Harapan Kita.
"Kalau dulu kita full di-back up. Sekarang, untuk kasus yang komplek, kita juga tetap dibantu tenaga dan alat dari RS Harapan Utama. Hanya, kalau dulu kita datangkan sampai 30 orang, sekarang paling lima orang saja," tuturnya.
Kini, semua investasi RSUD AWS mulai terbayar. Untuk urusan bedah jantung, RSUD AWS menjadi yang terdepan di Kalimantan, bahkan luar Pulau Jawa. "Orang Kaltim, nantinya tidak perlu lagi berobat jantung sampai luar negeri," ujar Dirut RSUD AWS, dr Rachim Dinata, beberapa waktu lalu. (*)