Kalau Sosmed Tidak Ada, Masih Mau Travelling? Simak Kisah Backpacker di Korea Selatan Berikut Ini

Netizen menganggap travelling untuk menikmati hidup, namun ada yang menilai hal ini menjadi percuma.

holidaysafe.co.uk

TRIBUNKALTIM.CO - Setiap mengunjungi satu tempat wisata, sebagian orang tidak lupa membawa kamera poket atau gadget di sakunya.

Lokasi-lokasi instagramable selalu jadi incaran.

Misalnya, Petite France di Korea Selatan yang pernah jadi lokasi syuting, sering menjadi spot pemotretan.

Baca: Jangan Lewatkan Malam Tahun Baru, 30 Ribu Tembakan Kembang Api di Langit Balikpapan

Setelah itu, kurang lengkap jika belum diunggah ke Instagram atau media sosial lainnya.

Tapi, bagaimana jika media sosial itu tidak pernah ada sama sekali?

Meski terdengar umum, tapi Yutsa Z. Ula, satu di antara orang yang mengulas fenomena ini.

Di Grup Facebook Backpacker International, Yutsa memulai dengan pertanyaan, "If Social Media didn't exist, would you still want to travel? (jika media sosial tidak ada, mungkinkah kalian masih mau travel?)"

Baca: Malam Tahun Baru, Dishub Samarinda Tutup Jalan, Ini Jalan-jalan yang akan Ditutup

Yutsa menyadari bahwa media sosial sudah memberi kemudahan kepada orang-orang yang ingin melakukan travel.

Menurutnya, media sosial menjadikan biaya perjalanan dan kebutuhan selama travel yang dianggap mahal sudah tidak perlu dikuatirkan.

Nilai tambahnya, orang-orang akan membagikan pengalamannya selama berlibur ke masyarakat dunia lewat media sosial.

Lalu bagaimana jika media sosial tidak ada? Apa kalian masih ingin dolan (travel)?

Simak kisah Yutsa Z. Ula berikut ini yang menandakan lokasi postingannya di Gapyeong, Gyeonggi-do, Korea Selatan.

If Social Media didn't exist, would you still want to travel?
.
Tidak menampik kenyataan bahwa sosial media give a huge impact on travel industries especially among youth. Stigma bahwa traveling itu hobi mahal, akhirnya terpatahkan dan mulailah banyak org mengkategorikan dirinya sebagai backpacker, flashpacker, glampacker dan istilah lainnya.
.
Tempat yg tidak touristy ataupun hidden gems yg hanya org lokal tahu pun banyak yg tiba-tiba jadi pilihan utama para pelancong. Misalnya, kl dulu org ke Korea paling mau ke Seoul sama Nami Island aja, eh begitu banyak yg posting ada petite france yg pernah jd lokasi syuting drama dan bangunannya instagramable (gambar di atas) atau garden morning calm yng lokasinya jauh dr Seoul jd pengen banget mengunjungi ke sana. Terletak di desa kecil yg sepi pula.
.
Anggapan bahwa hanya orang banyak duit yg bisa jalan-jalan ke luar negeri pun sudah tidak berlaku. Yg diyakini saat ini adalah kalau orang yg niat, konsisten dan rajin menabung, rajin cari informasi mendetail tentang tujuan wisata pada akhirnya pun akan mampu untuk pergi ke destinasi impiannya. Info ini bisa didapat dr buku cetak/internet.
.
Gw punya teman yg ngerti banget celahnya traveling murah, gaji dia ga sampe 3 juta. Malah dulu pas blm naik level, gaji dia ga nyampe 2 juta. Tapi dia bener2 mencari informasi untuk tahu celah liburan murah. Area travelingnya jauuuuuh lebih luas daripada gw.
.
Gw jg pernah baca artikel, saat ini pekerjaan yg memungkinkan karyawannya untuk dinas ke luar kota/luar negeri (mobile) dan biaya dinas ditanggung oleh kantor, jauh lebih diminati para muda, walaupun dari segi gaji tidak terlalu tinggi atau standar biasa aja.
.
Ga menampik kenyataan juga bahwa setiap jalan-jalan/dinas ke luar kota itu pasti akan dibarengi update status, check in lokasi, atau minimal insta-stories ya. Yah baik sebagai bukti bahwa dia berdinas dan kerja di sana (buat laporan kantor) atau hanya sekedar woro-woro ke teman di inner circle nya (emoji)
.
Jadi, kembali ke pertanyaan di awal, Kalau Sosial Media tidak pernah ada di dunia ini, apakah Kamu akan tetap pergi traveling?

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved