Perkeruh Demo Iran Blokir Instagram, Dan Cerita Mark Belajar Bahasa China Agar WhatsApp Tak Diblokir

Layanan Instagram dan telegram itu dianggap Pemerintah Iran memperkeruh suasana, yang membuat demonstrasi makin masif

Polisi Iran berhadapan dengan mahasiswa Universitas Teheran (30/12/2017). Demo yang berawal dari memprotes kenaikan harga barang itu telah menewaskan dua warga sipil.(STR/AFP) 

TRIBUNKALTIM.CO - Demonstrasi anti-pemerintah di Iran masih terus berlangsung sejak pekan lalu. Masyarakat mengeluhkan ketimpangan ekonomi dan kasus korupsi yang terus merajalela.

Menanggapi masifnya gerakan protes tersebut, pemerintah Iran memutuskan memblokir aplikasi chatting Telegram dan aplikasi berbagi konten visual Instagram. Kedua layanan itu dianggap memperkeruh suasana.

Pasalnya, masyarakat Iran berkoordinasi dan saling menyemangati untuk menuntut keadilan via Telegram. Foto dan video tentang aksi protes pun banyak bertebaran di Instagram.

“(Pemblokiran Telegram dan Instagram) untuk memelihara ketenangan dan keamanan masyarakat,” begitu keterangan resmi dari pihak pemerintah.

Tiga mahasiswa di Teheran terlibat unjuk rasa memmpersoalkan kenaikan harga-harga pangan.
Tiga mahasiswa di Teheran terlibat unjuk rasa memmpersoalkan kenaikan harga-harga pangan. (EPA/BBC)

Instagram belum menanggapi pemblokiran layanannya di Iran. Namun CEO Telegram, Pavel Durov, sesumbar tentang pemblokiran layanannya via akun Twitter personal @durov.

Menurut Pavel Durov, Telegram sudah berupaya menjadi wadah berkomunikasi yang damai. Beberapa channel yang berisi keluhan masyarakat Iran akan kinerja pemerintah telah diblokir.

“Pemerintah Iran memblokir akses ke mayoritas masyarakat Iran setelah kami shut down t.me/sedaiemardom dan channel-channel protes lainnya,” kata Pavel Durov via @durov.

Menteri Komunikasi dan Informatika Iran, MJ Azari Jahromi, merespons kicauan Pavel Durov melalui akun personalnya @azarijahromi. Ia melawan pernyataan Telegram dan mengatakan layanan tersebut masih saja mewadahi channel yang menyebar pesan kebencian.

“@Durov : Sebuah channel Telegram mendorong perilaku penuh kebencian, penggunaan Molotov, pemberontakan bersenjata, dan kerusuhan sosial. Sekarang adalah waktunya menghentikan dorongan tersebut melalui Instagram.

Pavel Durov pun tak tinggal diam. Ia melawan tuduhan itu dengan mengatakan bahwa kebijakan Telegram melarang secara tegas adanya panggilan untuk kekerasan, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Selasa (2/1/2018), dari Mashable.

@durov: Panggilan untuk kekerasan dilarang oleh Telegram. Jika terkonfirmasi, kami pasti memblokir saluran semacam itu, terlepas dari ukuran dan afiliasi politiknya.

Unjuk rasa pro pemerintah digelar pada Sabtu (30/12) sebagai reaksi terhadap unjuk rasa anti pemerintah yang terjadi sejak tiga hari di beberapa kota besar di Iran.
Unjuk rasa pro pemerintah digelar pada Sabtu (30/12) sebagai reaksi terhadap unjuk rasa anti pemerintah yang terjadi sejak tiga hari di beberapa kota besar di Iran. (AFP/BBC)

Ini bukan kali pertama Telegram dianggap berperan besar pada kancah politik Iran. Pada 2016 lalu, Telegram juga menjadi medium populer untuk para pengguna untuk berkomunikasi dan membagi informasi soal pemilu.

Di Indonesia sendiri Telegram juga sempat diblokir karena dianggap sebagai medium para teroris dan kelompok radikal untuk berkoordinasi melancarkan aksi. Pemerintah kemudian membuka blokir Telegram setelah berdiskusi dan menemui titik tengah.

China Blokir WhatsApp

Lain lagi di China. Mark Zuckerberg selama ini sibuk melakukan “pendekatan” terhadap pemerintah China. Dia sibuk berkunjung ke Negeri Tirai Bambu, bertemu para pimpinan negeri itu, bahkan hingga belajar bahasa Mandarin.

ilustrasi
ilustrasi (Daily Mirror)
Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved