Ini Upaya Disperindagkop Cegah Lonjakan Harga Daging Sapi

Namun Wiyati mengakui, pihaknya tidak dapat memberikan tindakan tegas kepada pedagang yang menjual daging melebihi HET.

TRIBUN KALTIM / GEAFRY NECOLSEN
Menjelang hari raya Idul Adha, harga daging sapi mulai merangkak naik. Jika sebelumnya harga daging sapi di pasaran hanya Rp 130 ribu per kilogram, kini naik menjadi Rp 150 ribu per kilogram. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, menjelang hari raya Idul Adha, harga daging sapi mulai merangkak naik.

Jika sebelumnya harga daging sapi di pasaran hanya Rp 130 ribu per kilogram, kini naik menjadi Rp 150 ribu per kilogram.

Untuk mencegah harga daging sapi melonjak, Dinas Peridustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Berau, mulai intensif melakukan pengawasan menjelang Hari Raya Idul Adha. 

Kepala Disperindagkop Berau, Wiyati, mengatakan, pihaknya terus melakukan pemantauan harga daging sapi setiap hari dan dilaporkan melalui website.

"Laporan kami sementara ini ke pemerintah provinsi dan pusat, laporan harga yang langsung ke konsumen belum ada," ungkapnya, Minggu (5/8/2018).

Kata Wiyati, pemantauan harga daging melibatkan sejumlah pihak terkait, seperti Dinas Peternakan dan Pertanian, yang turun langsung ke lapangan mengumpulkan data dan informasi seperti yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri lalu.

“Dengan cara ini, bisa meminimalisir aksi distributor untuk mempermainkan harga. Karena kalau harga di tingkat distributor saja sudah mengalami kenaikan, apalagi di tingkat pengecer,” ujarnya. 

Baca juga:
 
 

Hasil pengawasan Disperindagkop Berau, harga daging sapi saat ini masih di kisaran Rp 130 ribu per kilogram.

“Tapi ada juga pedagang yang menjual daging sapi  dengan harga Rp 150 ribu per kilogram. Kami mengimbau kepada pedagang agar tidak menaikkan harga daging melebih harga Harga Eceran Tertinggi (HET)," tegasnya.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan fluktuasi harga daging sapi.

Selain masalah pasokan daging sapi segar, juga disebabkan peredaran daging beku di pasaran. Daging beku dianggap menjadi pesaing daging lokal.

“Padahal daging beku ini hanya untuk menjaga keseimbangan harga, kalau harga daging beku lebih murah, otomatis konsumen memilih daging beku. Padahal daging beku hanya untuk penyeimbang harga bagi konsumen yang daya belinya lebih rendah, tetapi bekeinginan mengonsumsi daging,” jelasnya.

Pemerintah daerah, kata Wiyati, mendistribusikan daging beku untuk mengatasi lonjakan daging lokal yang terlalu tinggi harga jualnya.

Sementara harga daging beku, mengacu pada HET, yakni Rp 85 ribu per kilogramnya.

Namun Wiyati mengakui, pihaknya tidak dapat memberikan tindakan tegas kepada pedagang yang menjual daging melebihi HET.

“Kami hanya sebatas memberikan teguran saja. Kalau penindakan mungkin sudah masuk ranah Satgas Pangan,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved