Hunian Cuma-cuma untuk Kaum Papa; Dari Kutai Timur ke Kalimantan Timur
Dalam tataran teknis, Pemkab Kutim telah menentukan jumlah rumah yang harus dibangun masing-masing perusahaan
Hunian Gratis untuk Kaum Papa; dari Kutai Timur ke Kalimantan Timur
PRIA itu berjalan tertatih di teras rumah. Usai mempersilakan kami masuk, ia duduk bersila di sisi utara ruang tamu berukuran sekitar 4 x 6 meter yang dikelilingi dinding bercat biru. Kata demi kata yang terucap tak lagi jelas terdengar, imbas stroke ringan yang diidapnya. Ia lantas bercerita dengan kalimat-kalimat nan terputus-putus tentang kehidupannya yang terasa lebih baik seiring kondisi rumahnya yang juga membaik secara fisik.
Rusli, warga Gang Jahab RT 46, Desa Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur itu merupakan penerima bantuan Pembangunan Rumah Layak Huni (PRLH) Kabupaten Kutai Timur tahun 2014. Pria yang mencari nafkah sebagai peladang sebelum stroke ringan menyerang itu mengatakan dirinya dipilih sebagai penerima PRLH karena rumahnya paling sederhana, untuk tidak dikatakan memprihatinkan, dibanding para tetangganya. Di kawasan Gang Jahab, hanya keluarga Rusli yang menerima bantuan tersebut.
“Saya sangat berterima kasih sudah dibangunkan rumah, yang penting tidak menyewa,” ujarnya. Ia merasa kehidupannya kini lebih nyaman, aman, dan membaik setelah rumahnya dibangun ulang melalui skema PRLH. Setelah rumahnya terbangun, secara perlahan, sesuai kemampuan finansial, ia memperluas kediamannya ke arah belakang.
Mulai kamar tambahan, dapur, hingga kamar mandi ia bangun dengan biaya swadaya agar hunian menjadi lebih nyaman. Ia tinggal bersama istri dan seorang anaknya yang masih bersekolah. Sedangkan anaknya yang lain berdomisili di Kalimantan Selatan.
Rusli mengatakan rumah lama miliknya sudah dibongkar habis, untuk dibangun ulang di tempat yang sama melalui bantuan PRLH. Saat pembangunan dilakukan, ia sementara pindah ke rumah kerabat dekat. Tak sampai sebulan, rumah yang kini didiaminya rampung dibangun oleh para pekerja bangunan yang diawasi oleh anggota TNI.
“Kami tidak keluar biaya tambahan untuk pembangunan. Hanya menyiapkan makanan dan minuman untuk para tukang,” ujarnya. Kini rumah yang dihuninya sudah tercatat memiliki alas hak berupa sertifikat.
Program PRLH bermula pada pertengahan tahun 2013. Saat itu, Bupati Kutai Timur, Isran Noor, yang kini mengemban jabatan sebagai Gubernur Kaltim, menggagas kebijakan untuk menyeragamkan implementasi CSR bagi seluruh perusahaan yang beraktivitas di Kutim. Seluruh perusahaan, khususnya perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan sawit, diminta untuk fokus mengarahkan CSR-nya dalam bentuk pembangunan rumah layak huni (PRLH).
Dalam tataran teknis, Pemkab Kutim telah menentukan jumlah rumah yang harus dibangun masing-masing perusahaan, yang didanai melalui dana CSR senilai Rp 50 juta per unit (pada perkembangannya menjadi Rp 55 juta per unit).
Pemkab memberlakukan kebijakan itu untuk untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan menata lingkungan pemukiman yang sehat, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dalam rangka mempercepat mengentaskan kemiskinan. Adapun pelaksana teknis pembangunan rumah adalah TNI, dalam hal ini prajurit Kodim 0909/Sangatta.
Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 21 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan/Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Timur, yang diterbitkan tanggal 24 Juli 2013.
Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, saat ditemui Tribunkaltim.co di sela acara tasmiyah cucu keduanya di Samarinda, Sabtu (13/10/2018) lalu, memastikan program yang diberlakukannya di Kabupaten Kutai Timur akan kembali diberlakukan di Provinsi Kalimantan Timur.
“Pasti akan dilanjutkan. Kami akan menggandeng dunia usaha. Nantinya akan dinventarisir kebutuhannya. Saya akan meminta para bupati melaporkan warga yang pantas dan layak mendapatkan rumah layak huni (RLH) yang gratis, bekerja sama dengan swasta, BUMN, juga para pejabat (daerah),” ujarnya.
Isran memilih memfokuskan program CSR pada program RLH karena melihat selama ini CSR belumlah terukur dalam penggunaannya. “Pemerintah tidak bisa mendeteksi CSR yang disalurkan oleh perusahaan. Karena itu kami mencoba melakukan pendekatan. CSR kami minta direalisasikan dalam bentuk RLH yang dibangun pemda. Mereka setuju, tidak ada masalah. CSR pola ini lebih terukur daripada mereka laksanakan sendiri, karena kita tidak bisa memonitor apa yang mereka lakukan. Laporannya ada, tapi laporan itu sulit juga kita percaya. Mereka juga tidak keberatan,” ujarnya.
Saat pelaksanaan program PRLH tahun 2013-2015, Pemkab Kutim menggandeng Kodim 0909 Sangatta. Kodim 0909 Sangatta berperan sebagai koordinator pelaksana kegiatan PRLH. Sedangkan Danramil Kecamatan bertanggung jawab melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan PRLH pada masing-masing wilayah teritorialnya kepada Tim PRLH Kutim dan Kodim 0909 Sangatta.