Seputar Imlek - Mulai Dodol Coklat Nian Gao hingga Makan Bersama di Hotel
Dodol Nian Gao merupakan panganan dodol yang terwadah dalam keranjang, terbuat dari tepung ketan dan gula.
Penulis: Budi Susilo |
Seputar Imlek - Mulai Dodol Coklat Nian Gao hingga Makan Bersama di Hotel
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Saban perayaan Imlek, lebaran kaum Tionghoa tidak pernah terlepas dari beragam pernak-pernik kuliner yang selalu disajikan dalam kegiatan peribadatan maupun perkumpulan keluarga di rumah.
Satu hal yang paling sering tersuguhkan setiap setahun sekali dalam Imlek biasanya menonjolkan kue keranjang seukuran mangkok, atau dodol coklat yang bahasa tionghoa disebut Nian Gao.
Seiring berjalannya modernisme kehidupan di masyarakat perkotaan seperti di Kota Balikpapan, keberadaan dodol Nian Gao mulau bergeser sudah tergantikan dengan jenis makanan lain.
Dapat Panggilan Polisi Kasus Prostitusi Online, Ibunda Sebut Della Perez Menangis Seharian
Kepesertaan BPJS Kesehatan, Dinkes PPU Daftarkan 26.759 Warga Masuk PBI APBD
Update - Pendaftaran CPNS 2019 Diundur ke Juni, PPPK atau P3K Tetap Februari, Cek Formasinya
Hal ini diakui oleh tokoh Tionghoa Balikpapan, Tjan Hariyanto Chandra (62), saat dikunjungi Tribunkaltim.co di tokonya, Jl Ahmad Yani, Gunungsari Ilir, Senin (4/2/2019) pagi.
Ia menjelaskan, dodol Nian Gao merupakan panganan dodol yang terwadah dalam keranjang, terbuat dari tepung ketan dan gula. Memiliki rasa manis, disantap kenyal dan lengket.
Zaman dahulu, sering dodol Nian Gao menjadi warna yang mengental dalam perayaan Imlek. Khusus di Balikapan tidak ada yang membuat dan menjual, mesti didatangkan dari Kota Surabaya Jawa Timur atau Kota Semarang Jawa Tengah.
“Sudah berubah zamannya, bergeser. Sudah jarang yang hidangkan kue keranjang. Paling banyak sudah memilik kue tart, browines. Imlek itu ciri khas makanannya yang manis-manis. Yang penting manis saja,” ujarnya.
Selain itu waktu zaman dahulu, sajikan juga tebu yang dikenal rasanya manis sekali. Soal tebu, ada suatu hikayat, cerita yang umum di tengah masyarakat Tionghoa, ada sebuah perkampungan diserang sama hewan buas berbentuk raksasa.
Warganya pun mengungsi, bersembunyi di perkebunan tebu dan akhirnya selamat dan aman. Setelah hewan buas itu pergi dari perkampungan, warga keluar dari persembunyiannya sambil membawa tebu ke rumah.
“Tebu manis yang buat Imlek membawa pesan filosofis, keselamatan dan aman. Bisa berkumpul lagi bersama semua keluarga di rumah dalam keadaan manis, bahagia,” kata Chandra.
Hal lain yang tidak pernah dilupakan, suguhkan buah-buah seperti apel dan jeruk yang beraroma wangi segar serta memiliki kandungan rasa manis. Buah tidak saja tersaji di rumah tempat tinggal tapi juga di tempat ibadah seperti klenteng.
Menurut Chandra, buah yang manis memberikan harapan doa, supaya menjalani tahun yang baru, warga tionghoa bisa merasakan kebahagiaan yang abadi. “Bisa hidup aman, nyaman sentosa. Semua urusan bisa berjalan lancar,” tutur pria kelahiran Balikpapan, 15 November 1957 ini.
Kertas yang Dipegang Mbah Moen Ternyata Bukan Doa untuk Jokowi
Polisi Bongkar Tempat Produksi Uang Palsu di Balikpapan, Berkedok Percetakan Undangan
Sore Ini Bakal Ada Pertunjukan Barongsai di e-Walk dan Pentacity Balikpapan, Catat Waktunya
Santap Malam Imlek di Hotel dan Restoran
Pergeseran gaya hidup lainnya di kalangan masyarakat tionghoa terjadi di kalangan menengah ekonomi ke atas. Chandra yang merupakan keluarga Perhimpunan Masyarakat Tionghoa Kota Balikpapan, menyatakan, warga yang secara ekonomi kuat, status sosialnya kategori menengah ke atas, lebih memilih makan minum besama di hotel atau restoran besar.