Warga Belajar PKBM di Bulungan Mencapai 5.000-an Orang

PKBM lanjutnya, tidak semata untuk mengejar paket A setara SD, paket B setara SMP, atau paket C setara SMA.

TRIBUN KALTIM / MUHAMMAD ARFAN
Sejumlah guru berkumpul di bangku taman SMK Negeri 1 Tanjung Selor menunggu uji kompetensi guru, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Dari total 27 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Bulungan, diketahui hanya 12 PKBM yang aktif.

Meskipun demikian, antusiasme siswa atau warga belajar PKBM dinilai masih cukup tinggi.

Kepala Dinas Pendidikan Bulungan Jamaluddin Saleh menjelaskan, jumlah warga belajar di PKBM aktif mencapai 5.000-an orang.

Hal ini membuktikan masyarakat masih sangat peduli terhadap keberlangsungan pendidikan mereka.

"Sebetulnya PKBM kita cukup banyak. Akan tetapi ada yang jaraknya jauh, sulit ditempuh, ada juga yang jaraknya berdekatan sehingga terkadang harus ada PKBM yang tidak aktif lagi," ujar Jamaluddin, Minggu (14/7/2019).

Rata-rata warga belajar PKBM adalah warga yang sebelumnya putus sekolah.

Ia mengatakan, stigma sebagian masyarakat yang menganggap PKBM adalah sekolah yang abal-abal, sudah tidak berlaku.

PKBM sebutnya, memiliki standar-standar sejak terbitnya Permendikbud NOmor 79 Tahun 2015 tentang Dapodik.

"Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap PKBM sudah tidak seperti dulu lagi. Utamanya mereka yang sempat putus sekolah dan masih ingin mendapatkan hak pendidikan," ujarnya.

PKBM lanjutnya, tidak semata untuk mengejar paket A setara SD, paket B setara SMP, atau paket C setara SMA.

Melainkan menjadi wadah bagi warga belajar untuk mengembangkan potensi-potensi sesuai kemampuan dan yang dibutuhkan masyarakat.

Jamaluddin mengatakan, pemerintah menjadikan PKBM sebagai salah satu alat dalam menjalankan program pendidikan kesetaraan dalam mendukung wajib belajar 9 tahun.

Oleh karena itu, sebutnya, PKBM diperuntukkan dan terbuka untuk masyarakat yang tidak memperoleh pendidikan layanan formal karena suatu alasan tertentu.

"Cuma yang membedakan dengan sekolah formal, adalah waktu belajarnya yang agak fleksibel. Sistem pembelajarannya memakai modul, dan bisa tatap muka tergantung kesiapan waktu. Karena kita tahu, warga belajar ini juga tentu ada urusan di luar waktunya untuk belajar," ujarnya.

"Bahkan ijazah paket A, B, atau C sama haknya dengan mereka yang berijazah sekolah formal. Mereka berhak untuk melanjutkan pendidikan dan diterima bekerja. Pengakuannya pun begitu, tidak ada perbedaan," tambahnya. (*)

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved