Kutai Timur
BLH Pemprov Kaltim Dalami Amdal Proyek MBCT
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Timur saat ini sedang memproses telaah kelayakan lingkungan MBCT.
Meskipun demikian, BLH Kaltim masih akan melakukan pendalaman guna memperbaiki Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). RKL inilah yang nantinya akan menjadi pedoman untuk pelaksanaan aktifitas yang diarahkan untuk tidak mengganggu lingkungan.
Kepala BLH Kaltim, Riza Indra Riadi, mengatakan beberapa tahapan telah dilalui dalam penelaahan studi amdal, dan saat ini memasuki fase akhir. Termasuk permintaan konfirmasi dari pakar terkait dalam rangka perbaikan RKL. Masukan dari pakar bisa diakomodir dalam dokumen RKL yang menjadi rujukan dalam memelihara lingkungan.
Adapun perizinan MBCT, disebutnya sudah lengkap. "Perizinan mereka memang lengkap. Karena itu kami memprosesnya lebih lanjut. Untuk diketahui, banyak juga usulan yang tidak diproses karena perizinannya belum lengkap," katanya..
Untuk proyek yang memenuhi kelayakan lingkungan, maka nantinya diperbolehkan untuk beraktifitas. Dengan catatan-catatan yang harus diperhatikan tentunya. "Prinsip amdal itu kegiatan boleh jalan, asal lingkungan tidak terganggu," katanya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kutai Timur Didi Suryadi, mengatakan, telaah kelayakan lingkungan MBCT sedang diproses di Pemprov Kaltim. Ia memahami mengapa banyak banyak pihak khawatir. "Tahun depan, di Kutim juga dibangun Pelabuhan Maloy. Kita tidak tahu apakah keberadaan MBCT mubazir atau tidak. Kita tunggu dulu kajian dari Pemprov," katanya.
Sementara itu, walaupun berbagai sorotan terkait proyek Miang Besar Coal Terminal (MBCT) mengemuka, pihak PT MBCT masih sulit dikonfirmasi. Saat Tribun bertandang ke kantor MBCT di Pulau Miang Besar, para pegawai menyatakan tidak berwenang memberikan penjelasan. Sementara itu Public Affair and HRD PT MBCT, Sugeng Widodo, belum bisa dikofirmasi Tribun karena ponselnya tidak aktif.
Beberapa bulan lalu. saat ditemui di Pulau Miang Besar, Sugeng mengatakan kemungkinan perusahaan tidak akan membebaskan atau membeli lahan, melainkan hanya menggunakan pola pinjam pakai. Hal ini berkaitan dengan adanya regulasi tentang pulau kecil yang tidak boleh dibeli. Pola yang kemungkinan digunakan adalah pinjam pakai atau hak guna bangun.
Terkait potensi gangguan terhadap ekosistem mangrove maupun terumbu karang akibat aktifitas terminal batubara, Sigit menjelaskan sejak awal pihaknya telah mempersiapkan teknologi yang diklaim tidak merusak mangrove dan terumbu karang. Pelabuhan nantinya tidak bersandar di pantai. Konsep yang digunakan adalah penggunaan conveyor tertutup ke arah laut dengan jarak antara 200 sampai 300 ke arah laut.
Penggunaan conveyor tertutup dimaksudkan untuk mencegah debu batu bara menyebar dan mencemari laut. "Kami sudah mengantisipasi pencemaran," kata Sugeng. Namun saat dikonfirmasi tentang belum terbitnya kelayakan lingkungan (amdal) dari proyek tersebut, ia mengatakan sedang diproses. Ia juga menyebut MBCT telah mengantongi Ijin Prinsip Pembangunan Pelabuhan Khusus Batubara Miang Besar yang diterbitkan Bupati Kutim tanggal 5 Maret 2009 (kini sudah diperpanjang, red).
Tentang konsep aktifitas MBCT, terminal akan menjadi penampungan dari hasil tambang beberapa perusahaan tambang di Kutim. Nantinya batu bara akan ditampung sementara sampai tiba waktu pengangkutan oleh kapal yang merapat di terminal yang posisinya berada di ujung conveyor. Rencananya, tidak seluruh bagian pulau digunakan sebagai area terminal. Sebagian kawasan pulau tetap digunakan untuk permukiman masyarakat. (khc)