Jatam Desak Kapolda dan Kompolnas Turun Tangan

Jatam Kaltim mendesak Kapolda Kaltim dan Kompolnas melakukan supervisi kasus meninggalnya anak - anak di lubang tambang batu bara di Samarinda.

Penulis: Doan E Pardede |

SAMARINDA, tribunkaltim.co.id- Selain akan melayangkan petisi ke sejumlah pejabat di Samarinda dan Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim akan mendesak Kapolda Kaltim Brigjen Pol Dicky Atotoy dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)  melakukan supervisi kasus meninggalnya anak - anak di lubang tambang batu bara di Samarinda. Demikian dikatakan Merah Johansyah dari Jatam Kaltim kepada tribunkaltim.co.id, Minggu (13/4/2014).

"Kami juga mendesak Kapolda Kaltim dan Komisi Kepolisian Nasional untuk melakukan supervisi atas kasus 8 anak yang dalam 3 tahun ini menjadi korban lubang tambang dan kasusnya tidak diusut sampai tuntas. Kapolda harus turun tangan," kata Merah.

Jatam juga kata Merah, sangat bersedia membantu pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus terakhir dan kasus - kasus sebelumnya.

"Sekaligus kasus-kasus sebelumnya yang belum diselesaikan penyidikannya oleh Kepolisian Samarinda. Kami menganjurkan Kapolres untuk menggunakan pasal pidana lingkungan hidup selain pasal pidana umum tentang kelalaian untuk menjerat aktor besar seperti pihak PT ECI, Distamben bahkan Walikota Samarinda," kata Merah.

Sebelumnya, Jatam sudah me-release bahwa terkait meninggalnya bocah ke-8 Nadia zaskia putri, bocah kelas 5 SD (10 th) baru - baru ini di lubang tambang,  Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur "barang siapa", "karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain" yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH "Setiap pejabat berwenang", "tidak melakukan pengawasan", "terhadap ketaatan penanggung jawab usaha" atau "kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan", "mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan", "mengakibatkan hilangnya nyawa manusia" telah terpenuhi.

"Perusahaan tambang dan Pemkot Samarinda harus bertanggungjawab," kata Sarah Agustiorini dari Jatam Kaltim dalam  release-nya.

Dari penelusuran Jatam Kaltim kata Sarah, juga terlihat bahwa perusahaan juga tidak mengikuti ketentuan teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya tidak memasang plang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.

"Belajar dari penanganan kasus tewasnya banyak korban di lubang tambang sebelumnya, Jatam Kaltim pada 24 April 2013 sebenarnya sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja kepolisian yang tak pernah mempublikasikan hasil penyidikan 7 kasus kematian anak dilubang tambang sebelumnya.
Karena Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus-kasus kejahatan tambang selama ini melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal selama ini," kata Sarah.

Penyidikan kasus ini kata Sarah, berlarut-larut tanpa kepastian. Jika terjadi penghentian penyidikan perkara pun menurutnya, mestinya harus sesuai dengan koridor yang diatur oleh pasal 184 KUHAP, seperti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan.

"Jika pasal 184 tersebut tak terpenuhi penyidik semestinya tetap meneruskan penyidikan dengan terus membuka  diri dan transparan atas perkembangan penyidikan kepada publik," kata Sarah.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved