Menelusuri Badak Sumatera di Borneo

Vietnam, Pasar Cula Badak Terbesar di Dunia, Mimpi Operasi Bersama di Perbatasan

Saat ini hanya lima sub-spesies badak yang tersisa di seluruh dunia. Salah satunya, badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) hidup di Kalimantan.

Editor: Fransina Luhukay
Repro/TribunKaltim/M WIKAN H
Badak Sumatera di Kalimantan tertangkap kamera jebak, saat berendam dikubangan di hutan Kutai Barat, Kalimantan Timur. (Repro/TribunKaltim/M WIKAN H) 

TRIBUNKALTIM.co.id - Saat ini hanya lima sub-spesies badak yang tersisa di seluruh dunia. Salah satunya, badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) hidup di Kalimantan.

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara berada dalam rute perdagangan ilegal satwa liar, termasuk badak, bukan hanya sebagai negara sumber atau transit, bahkan bisa jadi pasar akhir.

Pasar terbesar cula badak di dunia adalah Vietnam. Karena cula itu didatangkan dari seluruh dunia, rantai perdagangannya panjang, melibatkan beberapa negara, baik sebagai negara transit maupun pasar.

Dalam sebuah makalah yang disampaikan di Workshop Perdagangan Cula Badak di Johhanesburg, Afrika Selatan, Vietnam Wildlife Enforcement Network (Vietnam-WEN) seperti dikutip Tran Manh, jurnalis Vietnam, memetakan jalur perdagangan cula badak dari Afrika Selatan melalui jalur darat dan udara.

Jalur transportasi ini melalui beberapa negara ASEAN, yakni Bangkok, Singapura, dan Laos, negara-negara di Afrika Selatan, negara Eropa Timur, juga negara Asia lainnya, seperti Tiongkok, Hongkong, dan Taiwan.

Negara ASEAN lainnya juga mencatat adanya perdagangan cula badak tersebut.

Dari Filipina, Shai Figuerola Panela, jurnalis sains Filipina melaporkan Biro Manajemen Keanekaragaman Hayati, Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam, Filipina, pada tahun 2012 mengungkapkan bahwa cula badak termasuk di antara produk satwa liar yang berhasil disita bersama produk derivatif lainnya (kulit trenggiling, sisik trenggiling, daging penyu, sisik kura-kura, dan sarang burung). Keseluruhannya mencapai 88 buah dengan berat 344,4 kg. 

Annamiticus, organisasi pendidikan nirlaba yang bertujuan menghentikan eksploitasi ekonomi dari satwa langka, dalam websitenya juga menulis penemuan enam cula badak oleh aparat Bea Cukai Filipina.

Cula tersebut disembunyikan di antara 300 kantong kacang mente dalam sebuah kapal yang tiba dari Mozambique.

Dalam berbagai kasus perdagangan ilegal satwa liar, negara-negara ASEAN bukan hanya menjadi negara sumber, transit, tapi bahkan pasar akhir.

Singapura, yang terkenal sebagai pelabuhan penghubung pun tidak luput menjadi tempat transit perdagangan ilegal satwa liar. 

“Rute perdagangan dapat melewati Singapura, Bangkok atau Filipina. Kebijakan perdagangan bebas dan posisi geografis membuat pelabuhan laut Singapura sangat populer dan menjadi tempat bagi kapal-kapal angkut.

Padahal Singapura sendiri memberikan hukuman yang maksimal bagi mereka yang kedapatan memiliki atau menjual spesies langka  tanpa memiliki surat izin,” ujar Louis Ng, Founder and Chief Executive Founder Animal Concerns and Research Society (ACRES) yang bermarkas di Singapura.

“Hukuman yang diterapkan adalah denda sebesar 50.000 dolar Singapura (sekitar Rp 470.266.185,37) untuk masing-masing satwa (tidak lebih dari 500.000 dolar Singapura secara agregat) atau dua tahun penjara atau keduanya,” kata dia.

Satwa liar diperdagangkan juga karena adanya minat masyarakat untuk mengonsumsi produk asal satwa langka dengan alasan gengsi.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved