Pasar Inpres Terbakar

Pasar Inpres Kebun Sayur, Dulunya Kebun Kangkung yang jadi Kebun Permata

Pasar Inpres Kebun Sayur yang terletak di Jalan Letjen Soeprapto Balikpapan adalah salah satu landmark atau simbol kota.

Penulis: Januar Alamijaya |
TRIBUN KALTIM/FAHMI RACHMAN
Bagian belakang Pasar Inpres yang terbakar tampak di Kaca. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pasar Inpres Kebun Sayur Balikpapan yang terletak di Jalan Letjen Soeprapto merupakan salah satu landmark atau simbol kota yang juga merupakan saksi perkembangan Kota Balikpapan dari masa ke masa.

Diresmikan pada tahun 1983 oleh Walikota Balikpapan waktu itu, Syarifudidn Yoes, pasar yang terletak di wilayah barat Balikpapan itu menjelma menjadi salah satu objek wisata serta rujukan bagi wisatawan mencari oleh-oleh khas Kalimantan.

Bukan hanya masyarakat biasa, jajaran selebriti hingga pejabat-pejabat tertinggi negara sering menyempatkan diri ke pasar yang menyediakan rupa-rupa permata dan kerajinan khas Kalimantan ini. Ani Yudhoyono sewaktu masih menjadi Ibu Negara bahkan memborong cenderamata di sela mengikuti jadwal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Balikpapan. (BACA: 135 Kios di Pasar Inpres Ludes Terbakar)

Menilik sejarahanya, lokasi yang kini menjadi tempat berdirinya Pasar Inpres Kebun Sayur dahulunya adalah sebuah kebun kangkung yang juga diselingi oleh rumah-rumah penduduk terutama dari etnis Tionghoa.

Pada 1981 keluar Instruksi Presiden (Inpres) Soeharto untuk membangun pasar di wilayah Kebun Sayur terutama untuk mengakomodasi pedagang dari tempat penampungan Pasar Pandansari serta eks pedagang pasar Blauran Kebun Sayur yang terbakar pada 1978.

Berawal dari keluarnya Inpres itulah kemudian nama pasar ini dikenal dengan nama Pasar Inpres yang tetap bertahan hingga kini.

"Dulu awalnya rumah sama kebun kangkung, tapi ada bantuan Presiden dibangun jadi pasar ini," kata Ahmad Yuni, seorang pemilik kios di Pasar Inpres.

Tulah, pedagang generasi pertama yang berjualan di tempat ini, menceritakan ia mulai menempati bangunan pasar  pada tahun 1983 setelah sebelumnya ia menggelar dagangan di penampungan Pasar Pandansari.

Ketika itu karena tempat penampungan akan dibongkar ia diminta pindah ke tempat baru yang diresmikan Walikota Syarifudidn Yoes.

"Pindahan dari Pandansari, penampungan, di sana dibongkar kami dipindah jadi terus di sini," katanya.

Sejak awal, pedagang yang membuka kios di Pasar Inpres memang mengkhususkan diri pada kerajian khas Kalimantan, mulai dari permata dengan harga hingga puluhan juta rupiah, batu cincin, pernak-pernik, sampai tikar khas buatan masyarakat asli Kalimantan.

Meski demikian, saat pertama kali dibuka kondisi Pasar Inpres belum seramai seperti sekarang.

Ketika itu masih jarang pengunjung yang datang ke kios pedagang. Tulah bahkan mengaku harus menjajakan barangnya dengan cara berkeliling di luar pasar dengan harapan kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi.

Pada pertengahan 1990-an aktivitas perdagangan di Pasar Inpres mulai menggeliat dan puncaknya terjadi pada tahun 2000 ketika dibukanya penerbangan langsung dari Balikpapan ke Bandar Sri Begawan, Brunei Darusallam.

Mulai saat itu banyak pengunjung dari negara di utara Kalimantan itu yang datang ke Pasar Inpres untuk membeli tikar khas Kalimantan atau biasa disebut lampit.

Dari situlah kemudian nama Pasar Inpres mulai dikenal sehingga akhirnya muncul idiom baru tak lengkap ke Kalimantan Timur tanpa datang ke Pasar Inpres, bahkan sampai saat ini, dalam sehari transaksi di tempat ini diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved