Di Sekolah Dasar Internasional Ini, Murid Diajari Berbisnis

Laporan wartawan Tribun Kaltim Rudy Firmanto dan Cornel Dimas

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Meskipun biaya yang dikeluarkan bisa puluhan dan ratusan juta rupiah, peminat sekolah dasar (SD) bertaraf internasional tetap tinggi.

Bahkan pihak sekolah harus melakukan seleksi karena keterbatasan kuota. Namun apa saja yang ditawarkan sekolah tersebut hingga orangtua rela merogoh kocek dalam-dalam?

Pada Senin (25/5/2015), Tribunkaltim.co berkunjung ke Raffles Independent School, di Jalan MT Haryono, Balikpapan.

Bangunan sekolah ini tak tampak megah. Halaman parkirnya hanya cukup sekitar tujuh mobil. Namun kendaraan yang terparkir terbilang mewah seperti Dodge, Alphard, Fortuner, Mini Cooper, dan lainnya. Mereka datang untuk antar dan jemput anak-anak sekolah tersebut

Siswa terlihat berbincang menggunakan bahasa Inggris. Begitupun karyawan sekolah yang notabene warga lokal, mahir berbahasa asing. Sekolah ini menerapkan kurikulum Cambridge yang berstandar internasional.

Baca: Luar Biasa, Masuk ke Sekolah Dasar Ini Orangtua Rogoh Kocek Rp 1 Miliar

"Pertanyaan pertama kami kepada siswa adalah apa cita-cita kalian? Mau jadi apa? Sehingga kami mengarahkan dan menumbuhkan talenta mereka," ujar Direktur Raffles Sri Erniati.

Setiap pukul 08.00-09.00 Wita, sekolah ini mengadakan assembly. Semacam practice mix perfect, anak dilatih beropini, dan berani bicara di depan publik.

Kadang mendatangkan pembicara seperti pilot, tentara, polisi, dan dari SD-SLB, hingga guru tunanetra tapi pandai bermain musik.

Konsep berbeda juga dilakukan SD Islamic Global School (IGS) yang menerapkan kurikulum kewirausahaan.

Mengajarkan siswa menghasilkan karya atau produk, seperti model usaha mandiri, sistem bagi hasil, konsinyasi, dan jual-beli langsung.

Ketua Yayasan dan penanggung jawab IGS Sugianto mengatakan praktik wirausaha meliputi pengenalan produksi ternak, sayuran, makanan, dan minuman.

Di antaranya pembibitan lele dan peternakan ayam. Siswa membeli bibit ikan lele, kemudian dikembangbiakkan di sekolah.

Hasil dari perkembangbiakan lele akan dijual oleh siswa-siswi sendiri. Selain itu, ada pula ternak ayam sekitar 50-100 ekor milik siswa, hasilnya akan dijual ke masyarakat.

Siswa juga diajarkan memproduksi makanan sendiri dan dijual, seperti telur asin, ikan asin, dan pisang keju.

Selanjutnya model usaha konsinyasi, yakni siswa IGS menjual barang produksi ke pihak lain, yang hasil penjualannya menggunakan sistem bagi hasil. Setelah produk siap dijual, kata Sugianto, IGS mengadakan kegiatan Business Day, yaitu menjual produk.

Baca: Penetapan Biaya Tinggi untuk Sekolah Internasional Sah-sah Saja

"Itu akan memacu semangat mereka dalam kegiatan wirausaha. Mereka sudah harus mandiri, harus merasakan untung-rugi dalam berbisnis, supaya mereka terbiasa," katanya.

Setiap anak IGS juga memiliki rekening tabungan di bank untuk menyimpan keuntungan dari usahanya. Ditargetkan pada saat kelulusan, setiap anak tabungannya mencapai Rp 5 juta. Dengan demikian mereka terbiasa membuat daripada membeli, menjadi produsen ketimbang konsumen.

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Istiqamah juga ingin membentuk karakter anak siap bersaing tak hanya skala nasional tapi juga internasional.

Kepala Sekolah Muhammad Naim mengatakan, dalam menetapkan biaya juga tidak bisa semena-mena.

"Kita sebuah yayasan, dalam penetapan tarif terlebih dahulu melihat aspek dan tentunya disetujui beberapa pihak, dan selama ini biaya yang kita tetapkan tak menjadi masalah bagi orangtua murid. Malah yang mendaftar ke sekolah kami sangat banyak sehingga kita harus membatasi," kata Naim.

SDIT Istiqamah menetapkan biaya pembangunan bagi calon murid baru Rp 15 juta, SPP Rp 1,5 juta per bulan termasuk makan buat siswa setiap harinya. Sekolah ini juga menggunakan kurikulum Cambridge untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan biaya buku dibebankan ke orangtua, yaitu Rp 1,5 juta setahun, sudah termasuk untuk mendapatkan seragam. (*)