ICW Wanti-wanti Pemerintah soal Revisi UU KPK

Pegiat antikorupsi mengingatkan para pejabat pemerintahan Indonesia untuk mematuhi Presiden Joko Widodo yang menolak merevisi UU Nomor 30 Tahun 2012.

KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Rabu, 4 Februari 2015 07:51 WITA Istana Sudah Rumuskan Perppu Imunitas KPK KOMPAS/ HERU SRI KUMORO Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja berorasi di hadapan massa pegiat antikorupsi yang menggelar Pegiat antikorupsi menggelar gerakan #SaveKPK di area hari bebas kendaraan bermotor di Jakarta, Minggu (25/1/2015). Gerakan ini merupakan respons terhadap penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh polisi, sekaligus perlawanan terhadap upaya kriminalisasi KPK yang dikhawatirkan akan menghambat gerakan pemberantasan korupsi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pegiat antikorupsi mengingatkan para pejabat pemerintahan Indonesia untuk mematuhi Presiden Joko Widodo yang menolak merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebab, meskipun langkah Presiden Joko Widodo menuai apresiasi, ada kekhawatiran bahwa sikap tersebut tidak dipatuhi bawahan presiden mengingat insiden beberapa bulan lalu.

"Kita pernah ingat cerita tidak enak, misalnya ketika presiden menyatakan kriminalisasi terhadap KPK harus dihentikan, tapi hal itu masih berjalan. Sehingga, bukan tidak mungkin hal yang sama terjadi pada saat presiden mengatakan revisi Undang-Undang KPK jangan sampai terjadi, tapi tidak didengar orang-orang di bawah presiden," ujar anggota divisi hukum dan monitoring peradilan lembaga Indonesia Corruption Watch, Lalola Easter.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan revisi undang-undang KPK ialah demi perbaikan KPK. "Saya yakin perbaikan demi kebaikan, bukan untuk mengurangi peran KPK. Suatu kewenangan memang harus ada batas-batasnya," kata pria yang akrab disapa dengan sebutan JK.

Baca: Pansel Lega Jokowi Tolak Revisi UU KPK

Penyadapan

Anggota Komisi 3 DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menilai revisi undang-undang KPK harus dilakukan.

Salah satu butir yang hendak direvisi dalam undang-undang KPK, menurutnya, ialah kewenangan penyadapan sebagaimana diatur pada pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2002.

"Harus ada pengaturan tentang kewenangan penyadapan agar tidak melanggar hak asasi manusia. Penyadapan memang tetap diperlukan, tapi kan harus ada pengaturannya," kata Masinton.

Salah satu butir yang hendak direvisi dalam undang-undang KPK ialah kewenangan penyadapan sebagaimana diatur pada pasal 12.

Akan tetapi, butir revisi mengenai kewenangan penyadapan itu dinilai anggota divisi hukum dan monitoring peradilan lembaga Indonesia Corruption Watch, Lalola Easter, justru sebagai pelemahan KPK.

Lalola lantas merujuk kasus-kasus tindak pidana korupsi yang berawal dari penyadapan KPK, seperti kasus Angelina Sondakh dan kasus terbaru di Sumatera Selatan.

"Lalu bagian mana yang memperkuat KPK? Kok ditinjau dari subtansi yang ditawarkan untuk direvisi justru melemahkan KPK?" tanya Lalola.

Undang-undang KPK tahun 2002 membuat lembaga antirasuah itu berwenang menyadap dan merekam pembicaraan. KPK juga satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan/penyidikan dan penuntutan dalam satu pintu. (BBC)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved