Sindikat Cyber Crime Internasional
Digerebek Polisi, Sindikat WNA Ungkapkan Incar Orang Kaya
Balikpapan kembali digemparkan dengan aksi penggerebekan Warga Negara Asing (WNA) asal Cina dan Taiwan.
Penulis: tribunkaltim |
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Muhammad Fachri Ramadhani dan Rudy Firmanto
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Balikpapan kembali digemparkan dengan aksi penggerebekan Warga Negara Asing (WNA) asal China dan Taiwan. Kasus serupa juga terjadi pada Desember 2014. Modusnya mirip.
Para WNA mengontrak rumah warga dengan aktivitas yang tidak jelas. Mereka akhirnya diamankan aparat Polres dan Imigrasi karena saat diperiksa tidak bisa menunjukkan dokumen, seperti paspor dan izin tinggal.
Indonesia, termasuk Balikpapan dianggap tempat favorit bagi para pelaku kejahatan cyber crime internasional.
Pasalnya Indonesia memiliki ratusan Internet Service provider (ISP) sebagai penyelenggara jasa internet. Hal tersebut ditengarai memudahkan pelaku tindak kriminal melakukan aksinya menggunakan jaringan komputer, leluasa bergerak tanpa khawatir terendus keberadaannya.
Minggu (3/4/2016) kemarin, aparat Polres Balikpapan mengendus adanya dugaan praktik kejahatan cyber. Tak tanggung-tanggung, 42 WNA asal Taiwan dan Cina dicurigai terlibat sebagai pelaku.
Baca: Polisi Geledah Rumah Besar, 42 WNA Diduga Terlibat Jaringan Cyber Crime
Hal tersebut diungkapkan Kapolres Balikpapan AKBP Jeffri Dian Juniarta saat ditemui di Mapolres Balikpapan, Selasa (5/4/2016) kemarin.
Lanjut Jeffri, kedua negara tersebut memiliki peraturan perundangan terkait jaringan komunikasi baik telepon maupun internet sangat ketat.
Lihat saja Cina yang hanya memiliki 2 ISP di negaranya, itupun dikontrol langsung pemerintah. Alhasil, para pelaku tersebut bersiasat melakukan tindak pidana di luar yuridiksi pemerintah Cina maupun Taiwan.
Hasil invetigasi, diduga kuat banyak orang telah menjadi korban kejahatan online fraud yang sedang marak terjadi di dua negara tersebut.
Para pelaku menggunakan teknik Voice Over Internet Protocol (VOIP) dalam menjalankan aksinya.
VOIP adalah teknologi yang menjadikan media internet untuk bisa melakukan komunikasi suara jarak jauh secara langsung. Sinyal suara analog, seperti yang terdengar ketika berkomunikasi melalui telepon dapat diubah menjadi data digital dan dikirimkan melalui jaringan berupa paket-paket data secara real time.
Dalam komunikasi VOIP, pemakai melakukan hubungan telepon melalui terminal yang berupa PC atau telepon biasa.
Baca: Indonesia Masuk 10 Besar Penyumbang "Cyber Crime" Terbanyak ...
"Maka dari itu bisa dilihat di TKP yang diduga sebagai tempat melakukan aksi, kami temukan meja-meja, kursi dan keyboard. Pelaku bisa seolah-olah memerankan operator dari kantor. Apakah dia berpura menjadi polisi, jaksa atau hakim. Namun sebelumnya korban sudah di profilin, calon korban rata-rata orang mempunyai uang banyak (kaya)," bebernya.n
Misalnya, pelaku mengatasnamakan dirinya dari kepolisian sektor di Taiwan atau Cina saat menghubungi korban.
Kendati aktivitas komunikasi pelaku dilakukan di Indonesia, menariknya yang muncul di telepon seluler korban nomor lokal negara tersebut.
"Bisa disetting melalui software, padahal telponnya lewat internet. Di TKP internet masih aktif, diperkirakan langganan di atas Rp 10 juta. Karena kalau tidak kuat, suaranya turun naik," katanya.
Pada mulanya, pihaknya tidak tahu dalam rangka apa 42 WNA ke Balikpapan, namun berdasarkan hasil investigasi, akhirnya, menemukan markas tempat para pelaku bekerja.
Baca: Virus Internet Bobol Tiga Bank Besar di Indonesia
Rumah besar di Jalan Sudirman No 2 RT 19, Damai Bahagia, Balikpapan Selatan. "Bisa dibilang di tempat yang dikatakan tidak mencurigakan, depan mal besar di Balikpapan, yang ternyata di dalamnya tinggal 100 orang," ujarnya.
Hingga saat ini pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, untuk menemukan siapa orang dibalik jaringan tersebut.
"Untuk menyewa rumah dengan biaya per bulan sekian puluh juta, belum lagi buat operasional, makan. Pasti ada yang membiayai, oknum dengan modal besar," jelas Kapolres.
Pihaknya berkoordinasi dengan Mabes Polri terkait upaya menjalin komunikasi kepada pihak kepolisian China dan Taiwan.
Sebanyak 42 WNA sementara di tahan di rumah detensi Balikpapan, hingga kepentingan penyelidikan pidana selesai.
"Kesulitannya saat ini terletak pada korban, mengingat mereka bukan di Indonesia. Kenapa TKP belum saya bereskan? Biasanya dari pemerintah China akan datang melihat TKP atau Taiwan," urainya.
Sementara ini pihaknya memberikan police line di rumah tersebut, dalam waktu dekat bila dibutuhkan akan dilakukan rekonstruksi ulang.
Terpisah Kepala Sub Seksi Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Balikpapan Andi Febri Rinaldi mengungkapkan jika terbukti 42 WNA asal Cina dan Taiwan sebagai pelaku cyber crime, sepenuhnya penanganan dilimpahkan ke Dirjen Imigrasi.
"Pak kepala telah berkoordinasi dengan pusat. Ini masih wacana kami akan melakukan proju atau penyidikan terhadap kasus tersebut, tapi masih menunggu instruksi," katanya.
Semisal tidak terbukti terindikasi cyber crime, WNA tersebut masih dikenakan pasal 71 huruf b UUD Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasalnya diantara mereka 30 WNA tidak dapat menunjukkan paspor atau dokumen identitas kewarganegaraan mereka.
"Mau mereka cyber crime atau tidak, mesti berujung pada deportasi," tuturnya.
Tak Pernah Komunikasi
Menurut WNI yang ikut diamankan Polres Balikpapan, Erwan (36), para WNA hampir tidak pernah komunikasi dengannya selama tinggal bersama di rumah kontrakan tersebut. Di rumah lantai 3 yang diduga sebagai markas aksi kejahatan itu memang tak terlihat banyak aktivitas.
"Kami tidak tahu aktivitas di dalam karena memang tidak diperbolehkan ke sana," ujarnya.
Erwan bertugas membantu Lilian (43) memasak di dapur, pun demikian dengan Erwin (26). Sejak Januari, Erwan bekerja sebagai tukang masak para WNA disusul Erwin dan Lilian yang bergabung di bulan berikutnya.
Cara mereka berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh, kebanyakan menggunakan isyarat tangan. "Kami nggak ngerti bahasa mereka," ucapnya.
Mereka bertiga hanya memiliki akses di dapur dan kamar belakang yang mereka tempati, selebihnya dilarang dilintasi. Sehabis memasak di dapur kemudian makanan tersebut ditaruh di atas meja makan, nanti salah satu dari mereka akan turun mengambilnya.
"Sampai-sampai uang gaji diantar WNA ke belakang. Mereka turun ke dapur hanya mengambil makanan di dapur," kata Erwan.
Mereka bertiga diupah Rp 5 juta per bulan oleh para WNA tersebut. Ervan mengaku sulit mencari pekerjaan di Medan, saat ditawari pekerjaan menjadi tukang masak di Balikpapan tanpa ragu ia menerimanya.
"Di Medan kerja sales cuma digaji 2,5 juta, makanya saya terima," tuturnya.
Terpisah, Ketua RT 19, Damai Bahagia, Mispan mengaku tidak pernah melihat aktivitas mencurigakan di rumah tersebut.
Terakhir kali melihat aktivitas ramai pada Oktober 2015, saat itu rumah tersebut masih dipakai sebagai tempat kebaktian.
"Selepas itu tidak ada, sepengetahuan saya kosong, karena tidak ada laporan," katanya.
Rumah tersebut milik Sukiyanto yang saat ini berdomisili di Surabaya. Penghuni tidak pernah bersosialisasi kepada warga sekitar. Sempat kaget menerima telepon dari polisi terkait penggeledahan rumah tersebut.
Ditambah melihat isi di dalam rumah, dimana seluruh jendela di lapisi busa, lalu melihat puluhan ranjang di lantai bawah hingga atas.
"Saya dapat telepon dari polisi, ditunggu Kapolres di depan rumah ini," ujarnya. (*)