Tak Lagi Butuh Inkubator, Ilmuwan Sedang Ciptakan Rahim Plastik untuk Mengubah Nasib Bayi Prematur
Bayi prematur masa depan mungkin tak lagi harus bertahan hidup di sebuah inkubator. Mereka akan ditempatkan di kantung plastik "ajaib".
Sejumlah embrio lain dibiarkan hidup dan diberi makan lewat botol, seperti halnya bayi manusia yang diberi susu formula.
"Mereka tumbuh normal. Paru-parunya berkembang sempurna. Otaknya juga. Embrio berkembang normal dalam setiap aspek," kata Alan Flake.
Baca: Sudah Dikubur Selama 3 Hari, Bayi Ini Ditemukan Masih Hidup
Meski sukses pada domba, bukan berarti prosedur ini langsung bisa dipakai untuk manusia. Tim masih perlu melakukan eksperimen lain untuk memastikannya.
Salah satu tantangannya adalah sterilitas. Jika tak steril, rahim buatan beserta isinya malah bisa membahayakan embrio.
Tantangan lain adalah menemukan formula cairan amnion yang tepat bagi manusia serta hormon pertumbuhan yang dibutuhkan.
"Ini akan butuh banyak riset pra-klinis dan perawatan ini tak akan tersaji di klinik segera," kata Colin Duncan dari University of Edinburgh.
Masalah Etika
Rahim buatan ini, jika pun terbukti efektif pada manusia, akan menghadapi tantangan dalam aplikasinya. Sebab, alat ini berpotensi memunculkan masalah etika.
Misalnya, apakah embrio yang hendak dipertahankan memang layak dipertahankan dan apakah embrio itu takkan menghadapi tekanan ketika hidup dalam rahim buatan. Bagaimana pula mendefinisikan embrio dan bayi?
Baca: Ditinggalkan Sang Ibu, Bayi Penderita Gizi Buruk Ini Hidup Sebatangkara Bersama Nenek
Masalah lain, perangkat itu nantinya berpotensi disalahgunakan. Apalagi, saat ini manusia sudah bisa membuat sel sperma dan sel telur.
"Saya bisa membayangkan suatu masa, "Dunia yang Berani", di mana kita bisa mengembagkan embrio dari awal hingga akhir di luar tubuh manusia," kata Dena Davis, pakar bioetika dari Lehigh University.
Flake mengatakan, masalah etika memang harus dipertimbangkan tetapi keselamatan dan hak hidup bayi yang lahir prematur juga mesti diperhitungkan.
(Kompas.com/Yunanto Wiji Utomo)