Wisata Kaltim Ibarat Mawar Berduri, Semua Destinasi Ada tapi Biayanya Mahal
Pariwisata merupakan sektor potensi ekonomi yang harus digarap secara maksimal. Kaltim kaya akan potensi objek wisata, baik culture (budaya).
Penulis: tribunkaltim |
Sebagai salah satu ujung tombak pariwisata, ia kerap mendengar komplain dan celetukan dari para wisatawan, khususnya wisata mancanegara yang menyayangkan banyaknya atraksi namun kurangnya kesadaran menjaga kebersihan.
"Komplain tamu mancanegara itu biasanya masalah sampah. Contohnya saja pelabuhan di Tanjung Isui itu menumpuk sampah karena masyarakat buang sampah di sana. Kemudian Sungai Sangatta, itinerary atau program tur untuk melihat monyet hidung panjang di mangrove juga terkendala sampah. Karena sampah di sungai itu sangat susah hilangnya," tuturnya.
Tak hanya itu, ia pun mengungkapkan sebenarnya pariwisata Kaltim tak kalah dengan daerah‑daerah lain di Indonesia, tenaga ahli membawa turis ke lokasi wisata sangat sedikit.
Uniknya, yang jadi kendala bukan lagi perihal penguasaan bahasa asing, namun tenaga ahli yang lebih memilih bekerja di hotel daripada di lapangan.
"Yang kedua saran saya membuat lembaga pelatihan khusus dan lisensi guide. Karena kalau sudah peak season di bulan Juni sampai September, Amerika, Eropa, dan Australia itu libur tapi yang jadi guide orangnya itu‑itu saja. Kami pada bulan tersebut kekurangan guide," kata Rustam.
Yang ketiga, mungkin orang yang bisa berbahasa Inggris itu banyak, tapi yang bisa mendekatkan turis secara langsung dari mancanegara atau lokal itu sedikit sekali.
Sangat disayangkan, orang pariwisata banyak lari ke hotel.
Rustam juga mengutarakan jika dibandingkan dengan pulau‑pulau di luar Kalimantan, Kaltim juga masih minim event‑event khas.
Berkaca dengan daerah‑daerah kecil seperti Dieng yang menyelenggarakan festival atau Jazz Gunung di Bromo setiap tahunnya, Kaltim seharusnya dapat menyelenggarakan event‑event nasional rutin sebagai media crowd generator atau penarik massa.
"Jujur, aksi pemerintah daerah baru terlihat dalam beberapa tahun ini. Sebelumnya mereka dimanjakan dengan hasil alam. Waktu itu saya juga pernah mengenalkan pemilik Lonely Planet ke Hotel Mesra tapi sayangnya diacuhkan. Padahal itu yang merekomendasi tamu untuk datang kesini. Itu sepuluh tahun yang lalu. Untung kepala dinas sekarang sangat concern dengan hal tersebut," tandasnya. (*)