Edisi Cetak Tribun Kaltim

Kapolda: Waspada Bangkitnya Komunis

Pro dan kontra kebenaran kemunculan kembali ideologi sosialis tersebut seolah tak berujung, seperti bola yang terus menggelinding,

Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
Tribun Kaltim

TRIBUNKALTIM.CO - Bagian 'hantu' yang terus bergentayangan, ideologi komunis, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) masih bergentayangan.

Pro dan kontra kebenaran kemunculan kembali ideologi sosialis tersebut seolah tak berujung, seperti bola yang terus menggelinding, semakin hangat diperbincangkan apalagi menjelang akhir-akhir bulan September.

Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin saat ditemui Tribun di Mapolda Kaltim, Kamis (28/9) lalu mengungkapkan, kebangkitan komunisme dan PKI sebagai bahaya laten harus selalu diwaspadai oleh seluruh komponen masyarakat.

Baca: Setelah Vertigo, Setya Novanto Disebut Menderita Penyakit Tumor Tenggorokan

Ketika ditanya spesifik soal perkembangan ideologi dan paham komunisme, khususnya di Kaltim Safaruddin menyebut saat ini belum ada indikasi yang mengarah kesana, namun ia meminta masyarakat tetap waspada.

"Di sini (Kaltim) belum saya lihat ada mengarah ke gejala potensi PKI, namun demikian tetap harus waspada," ujar Irjen Pol Safaruddin.

"Dulu pernah ada, tapi kan sampai penelitian, pemeriksaan, dan investigasi kita, tidak ada indikasi kesana," tambahnya saat ditanya apakah pernah ada benih-benih komunisme di Kaltim dan perkembangan terbaru gerakan ini.

Baca: Konflik Makin Panas, Giliran Musdalifah Dilaporkan ke Polisi Oleh Khairil Anwar

Ada banyak penelitian ilmiah baik dari kalangan akademisi Indonesia maupun luar negeri, yang menyebut komunisme dan PKI tumbuh cukup besar di Indonesia.

Khusus mengenai peran dan perkembangan komunisme dan PKI di Kaltim, peneliti sejarah berkebangsaan Indonesia, bernama Burhan Djabier Magenda di buku berjudul, East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, terbitan kerjasama Southeast Asia Program Cornell University, Ithaca, New York tahun 1991 mencatat, pada Pemilu 1955 di Kaltim, PKI sendiri sempat memperoleh sekitar 6.718 suara di Kutai, 788 suara di Berau, 703 di Bulungan.

Baca: Geger, Netizen Menyoal Pernikahan Pria 47 Tahun dengan Bocah, Dipaksa Orangtua karena Berutang?

Dalam buku tersebut terungkap, suara terbesar di Kutai, karena dukungan kuat Serikat Buruh Minyak di beberapa perusahaan minyak asing yang terdapat di beberapa lokasi di Kabupaten Kutai di antaranya waktu itu Sanga-Sanga, Samboja dan Balikpapan, serikat ini kemudian berhimpun dalam PERBUM (Perhimpunan Buruh Minyak).

PERBUM dan Front Nasional Daerah Kaltim dibawah kepemimpinan Sayid Fahrul Barqbah, keturunan Arab, yang juga Sekertaris Comite Daerah Besar PKI Kalimantan Timur atau sekarang DPD 1, dikemudian hari, ikut serta menasionalisasi perusahaan minyak asing di Kaltim yang kemudian menjadi cikal Pertamina sekarang. Sayid Fahrul sendiri sempat menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tahun 1960, dan menduduki Wakil Ketua DPRD Kaltim.

Baca: Ada di Dapur Anda, Ini 3 Ramuan Penambah Gairah Seksual untuk Suami dan Istri

Sampai akhirnya, pecah peristiwa 1965 atau biasa disebut G30S/PKI yang ikut meluluhlantakan ideologi, partai beserta kader dan simpatisan partai berlogo palu arit ini. Menurut catatan Amnesty Internasional diperkirakan ada 500 ribu hingga satu juta orang PKI atau simpatisannya dibunuh setelah peristiwa 1965.

Ada Indikasi

Sementara, Pangdam VI Mulawarman Mayjen TNI Sonhaji ditanya mengenai apakah masih ada indikasi, benih dan keberadaan faham komunisme atau PKI di Kaltim, mengatakan, ancaman itu bisa muncul dimana saja dan bersifat laten.

"Yang jelas kita sebut itu laten dan bisa muncul bisa dimana saja. Termasuk di sini (Balikpapan atau Kaltim, red), kan mereka bergerak, kan ada yang dari daerah sana bergerak berusaha menghilangkan identitas, berusaha berkelit, misal di Jawa, bisa ke sini, semua wilayah disini ada," ujar Sonhaji ditemui Senin (25/9) lalu di Makodam IV Mulwarman.

Baca: Padahal Kaki Masih Cedera, Terungkap Ternyata Begini Cara Rossi Ngerem di GP Aragon

Adanya indikasi kemunculan komunisme dan PKI itu, kata jenderal bintang dua itu sebenarnya sudah bisa terlihat dari berbagai peristiwa yang berkaitan dengan simbol atau aktivitas diskusi mengenai komunisme atau PKI di berbagai tempat di Indonesia.

"Kalau indikasi sudah ada, beberapa tahun terakhir, ada gambar-gambar, setiap September ada aja, indikasi selalu ada,"katanya.

Sebagai sejarah kelam, kata Mayjen Sonhaji, dewasa ini generasi muda harus mengetahui hal ini, terlebih kata dia, sejak reformasi 1998 film G30S/PKI sudah tidak dipertontonkan lagi secara umum.

Baca: Minta Ponsel Baru dengan Pacarnya, Kelakuan Cewek Ini Malah Bikin Netizen Gemas

Dengan menonton film ini kata dia, bisa menjadi salah satu upaya membendung faham komunisme di masyarakat. Terlepas dari pro dan kontra di masyarkat.

"Pemutaran film G30S/PKI ini perintah Panglima, bahwa itu sejarah iya. Kemudian kalau masalah ada pro dan kontra, kalau dengan memutar sejarah ada yang pro dan kontra bisa kita melihat, siapa yang pro dan kontra, masyarakat bisa menilai siapa yang pro dan kontra," tutur Sonhaji.

Soal kritik keakurasian data dalam film itu, ia mengaku perbedaan tadi hanyalah sebuah ekspresi dari sutradara, dalam hal ini Arifin C.Noor.

"Overall peristiwa itu pernah terjadi.Tapi, bahwa peristiwa itu iya, tidak terbantahkan, generasi muda perlu melihat itu, karena nanti ada pihak yang berupaya meniadakan,"ucapnya.

Pemutaran film itu sendiri, dilaksanakan, Sabtu (30/9) malam, salah satunya di Lapangan Merdeka Balikpapan, yang dibanjiri sekitar 15 ribuan lautan manusia yang antusias menyaksikan film berdurasi sekitar 3 jam 37 menit itu. (m02)

Apa saja inidikasi adanya PKI di Kaltim, serta bagaimana aktivitas keseharian eks Tapol PKI yang ada di Kaltim, bisa dibaca di edisi cetak Tribun Kaltim Selasa 3 Oktober 2017

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved