Menang Praperadilan, Keluarga Terharu; Laparinta Segera Hirup Udara Bebas
Saat ini pihaknya dalam upaya mengeluarkan Laparinta dari Rutan Polda Kaltim, sesuai keputusan pra peradilan Pengadilan Negeri Balikpapan.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani |
Lanjut Aldrino, dengan menangnya di Praperadilan menguatkan pandangan dirinya bahwa Institusi Polri di Kalimantan Timur tak profesional dan berpihak dalam menangani kasus hukum.
Ia menangkap keganjilan dalam proses hukum dialami kliennya yang disangkakan pidana pemalsuan dokumen lahan yang bersengketa, disertai penyerobotan lahan.
Padahal di saat yang bersamaaan, proses hukum perdata sengketa lahan terkait belum selesai.
Menurutnya, pasal-pasal pidana yang disangkakan kepada kliennya berlaku bila ada kejelasan kepemilikan yang sah atas tanah.
Sementara lahan seluas 2,7 hektare di Jalan Syarifudin Yoes RT 45, Sepinggan Baru, Balikpapan tersebut statusnya masih bersengketa dan dalam proses di persidangan.
"Kami pada dasarnya nenghargai rekan kepolisian termasuk yang tidak profesonal pun kami hargai. Klien kami tentu dirugikan. Kami tak mau memperpanjang masalah. Anggaplah ini catatan kelam saja," ungkapnya.
Saat ini pihaknya dalam upaya mengeluarkan Laparinta dari Rutan Polda Kaltim, sesuai keputusan pra peradilan Pengadilan Negeri Balikpapan.
"Kami akan keluarkan klien kami. Kalau gak keluar lewat hari ini, sudah saya pastikan tempuh upaya hukum baru lagi. Kalau tidak, sudah dihitung penyanderaan. Saya percaya rekan Polda Kaltim tidak akan main-main soal itu," tegasnya.
Pada pemberitaan sebelumnya, kepada Tribunkaltim.co, Kombes Pol Ade Yaya mengungkapkan penyidik tentu memiliki dasar menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 1956 dan surat Kepala Kejaksaan Agung RI nomor; B-230/E/Ejp/01/2013, tanggal 22 Januari 2013 tentang penanganan perkara tindak pidana umum yang obyeknya berupa tanah.
Dijelaskan bahwa penanganan kasus-kasus sengketa tanah, yang berkaitan dengan hak kepemilikan, agar diselesaikan melalui proses peradilan perdata.
"Kecuali dokumen-dokumen yang dimiliki oleh para pihak diduga palsu atau dipalsukan maka bisa dipidanakan dengan menggunakan pasal-pasal 378, 263, dan 266 KUH," jelas Ade.
Kemudian, sesuai pasal 1872 KUHPerdata berbunyi jika suatu akte otentik diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen acara perdata.
Hal itu dikuatkan lagi oleh pasal 318 HIR /pasal 164 RBg ayat 7 yang berbunyi jika dalam pemeriksaan mengenai keaslian surat yang diajukan itu timbul suatu persangkaan tentang adanya pemalsuan surat yang dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup, maka Pengadilan Negeri mengirimkan surat-surat itu kepada Pejabat yang berwenang untuk mengadakan penuntutan.
Sementara ayat 8 berbunyi Perkara yang masih bergantung di Pengadilan Negeri tersebut, tetap ditunda sampai adanya putusan dalam perkara pidana itu.