Ekspedisi Raja Ampat

Ekspedisi Raja Ampat - Insiden Lepas Jangkar di Tengah Laut Diganjar ‘Surga’ Alam

Panorama alam nan eksotis membuat banyak orang penasaran ingin mengunjungi lokasi tersebut.

Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Syaiful Syafar
IST
Speedboat rombongan media gathering Telkomsel Area Pamasuka tancap gas di perairan Raja Ampat. 

Laporan wartawan TribunKaltim.co, Syaiful Syafar

TRIBUNKALTIM.CO, RAJA AMPAT - Saat ini siapa yang tak kenal dengan Raja Ampat?

Gugusan pulau yang berada di bagian kepala burung (Vogelkoop) Pulau Papua itu kian terkenal setelah foto-foto dan videonya banyak beredar di internet.

Sampai-sampai ada yang bilang kalau Raja Ampat bagian 'surga' dunia.

Panorama alam nan eksotis membuat banyak orang penasaran ingin mengunjungi lokasi tersebut.

Tapi untuk mewujudkannya ternyata tidaklah mudah.

Banyak yang merasa terhalang lantaran jarak tempuh serta biaya mahal.

Senin (12/2/2018), jurnalis TribunKaltim.co mendapat kesempatan berkunjung ke destinasi impian tesebut.

Bersama 44 jurnalis lainnya dari berbagai media, kami diundang hadir sebagai peserta media gathering PT Telkomsel area Papua, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan (Pamasuka).

Perjalanan yang penuh dinamika.

Ada rasa cemas, penat, tawa, hingga takjub pada ciptaan Yang Maha Kuasa.

Bagaimanakah kisahnya?

Berikut ulasan lengkapnya.

Lepas Jangkar di Tengah Laut

Tak ada yang menyangka perjalanan awal menuju Kabupaten Raja Ampat bakal molor beberapa jam.

Puluhan jurnalis dari berbagai daerah dipertemukan di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat, Senin (12/2/2018) pagi.

Para jurnalis ini datang dari rute penerbangan Makassar, Manado, hingga Jayapura.

Seusai menyantap sarapan, rombongan bertolak menuju dermaga Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sorong.

Sudah ada tiga speedboat yang menyambut kami.

Satu per satu penumpang naik ke perahu motor bermesin tempel di bagian belakang tersebut.

Perlahan juru mudi boat tancap gas meninggalkan dermaga.

Speedboat meninggalkan dermaga kota Sorong menuju Raja Ampat, Senin (11/2/2018).
Speedboat meninggalkan dermaga kota Sorong menuju Raja Ampat, Senin (12/2/2018). (IST)

Sesuai rencana, rombongan hendak dibawa menuju Pianemo, salah satu ikon andalan Raja Ampat.

Perjalanan ke lokasi tersebut idealnya memakan waktu kurang lebih tiga jam menggunakan boat dari dermaga Sorong. Namun estimasi itu meleset.

Raut keceriaan awak kapal tiba-tiba berubah di tengah lautan.

Boat yang kami tumpangi dihantam ombak setinggi dua meter.

Seperti bermain pegas, boat tersebut melompat-lompat hingga mengguncang isi perut.

"Ini ombak angin barat daya, bahaya kalau dilawan," ujar Mato, seorang pemandu di boat berlabel Aidil.

Speedboat rombongan media gathering Telkomsel Area Pamasuka tancap gas di perairan Raja Ampat.
Speedboat rombongan media gathering Telkomsel Area Pamasuka tancap gas di perairan Raja Ampat. (IST)

Cobaan rupanya tidak hanya itu.

Di tengah lautan boat yang kami tumpangi juga dihadang Gusung atau biasa disebut pasir timbul.

Gusung pasir itu tampak membentang beberapa kilometer.

“Ini terjadi karena air lagi surut. Kalau sudah pasang, dia bisa dilewati,” terang Mato.

Kondisi ini memaksa kaptel kapal melepas jangkar di lautan.

Tak ada yang bisa melawan jika alam sudah tak bersahabat.

Di tengah kegalauan, kami pun mencemaskan nasib dua boat lainnya (Aurel dan Maharani).

Belum ada tanda-tanda terlihat di lautan, padahal sudah jelang tengah hari.

Kapten kapal akhirnya memerintahkan menarik jangkar.

Kapal lalu bergerak memutar, sekadar mencari signal telepon untuk menghubungi rekan lainnya.

Sekitar 15 menit kemudian kami mendapatkan signal, telepon pun tersambung.

Dua boat yang dicari ternyata masih ada di belakang kami.

Tapi petaka menimpa boat berlabel Maharani.

Dikabarkan hampir seluruh awaknya muntah akibat guncangan ombak.

Setelah tiga boat terkumpul, akhirnya diputuskan untuk berlabuh sementara di perkampungan terdekat.

Obat Pelipur Lara

Sebuah pemandangan eksotis terhampar dari kejauhan.

Rumah-rumah adat khas Papua tampak membentang di sepanjang pesisir pantai.

Tibalah kami di Desa Sawinggrai, Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Gerbang Desa Sawinggrai di Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Gerbang Desa Sawinggrai di Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

Rasa cemas, penat, ruai, sirna seketika saat menginjakkan kaki di tempat ini.

Belasan bocah berlarian menyambut kami.

Senyumnya merekah, lalu mereka duduk rapi sambil bernyanyi.

Dari lagu daerah hingga lagu-lagu wajib yang menumbuhkan semangat cinta tanah air bergaung merdu diiringi gitar dan gendang.

Aksi ‘konser’ penyambutan ini sontak menjadi bidikan kamera para jurnalis.

"Wow, amazing," kata Michael, salah seorang jurnalis dari Balikpapan.

Keramahan warga Sawinggrai benar-benar menjadi pelipur lara kala itu, khususnya bagi para awak boat yang sudah dilanda mabuk laut.

Pesona Sawinggrai tak bisa dibantah.

Di tempat ini kita bisa menyaksikan ikan-ikan di laut dengan tembus pandang.

Kami pun berkesempatan memberi makan ikan-ikan tersebut.

Pakannya berupa terigu yang diambil dari penduduk setempat.

Memberi makan ikan di laut Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Memberi makan ikan di laut Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

"Ikannya boleh dipegang, tapi tidak boleh ditangkap untuk dibawa pulang," kata Neles Waromi, salah seorang warga yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Neles menerangkan bahwa masyarakat di lokasi itu sudah bertahun-tahun menjaga kelestarian ikan di sepanjang pantai.

Ratusan jenis ikan karang seperti ikan Ekor Kuning, Kerapu, Baronang, Gir, Injel, Kepe-kepe, hingga ikan termahal Napoleon, bisa ditemukan di sini.

"Tamu-tamu kita larang buang sampah sembarangan di laut. Pokoknya jangan bikin kotor laut, supaya ikan-ikan dan karangnya tetap bagus," terang Neles.

Kepada TribunKaltim.co, Neles juga mengungkap rahasia lain yang ada di Sawinggrai.

Rahasia dimaksud yakni burung Cenderawasih.

Ilustrasi Cenderawasih merah
Ilustrasi Cenderawasih merah (litlepups.net)

Di desa ini, kata Neles, kita bisa menyaksikan pemandangan hewan langka tersebut secara langsung.

Tapi untuk melihatnya butuh berjalan jauh ke dalam hutan.

Kemudian pelancong juga tidak boleh berisik, karena Cenderawasih sangat sensitif terhadap suara manusia.

"Kalau ribut, dia bisa lari. Makanya untuk melangkah saja harus pelan-pelan," tutur Neles.

Para turis baik lokal maupun asing, kata Neles, sudah sering datang untuk melihat langsung Cenderawasih. Namun tidak sedikit dari mereka yang pulang kecewa lantaran gagal memotret utuh burung langka tersebut.

Penampakan rumah penduduk di Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Penampakan rumah penduduk di Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

Desa Sawinggrai hanya dihuni kurang lebih 500 jiwa.

Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan, dan sebagian lainnya mengandalkan hidup dari sektor wisata.

"Anak-anak kami semua bersekolah, ada bangunan sekolah di sini. Ibu-ibunya membuat makanan macam-macam untuk dijual," kata Neles.

Mato, salah seorang pemandu mengatakan, aktivitas warga Sawinggrai pelan-pelan mulai bergeser seiring tingkat kunjungan wisatawan.

"Kalau dulu hampir semua menggantungkan hidupnya dari hasil laut, sekarang tidak lagi," jelas Mato.

Para ibu rumah tangga, lanjut Mato, kini banyak yang menjadi pedagang.

Aneka macam makanan, minuman, hingga kerajinan rumah tangga dijajakan kepada para turis.

Mereka juga tidak sungkan melayani foto-foto dengan para tamu sembari memamerkan hasil usahanya.

"Hidup mereka banyak berubah sejak Raja Ampat jadi terkenal. Apalagi di sini telepon dan internet sudah lancar, sehingga banyak orang mau datang kemari. Anak-anak banyak hafal lagu-lagu juga karena sering nonton Youtube," pungkas Mato. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved