Nusyirwan Ismail Tutup Usia
Castro: Posisi Strategis, Pengganti Nusyirwan bisa Langsung jadi Walikota Samarinda
Menurut Castro, posisi pengganti wakil walikota Samarinda untuk sementara ini sangat strategis jika dikalkulasikan secara politik.
SAMARINDA, TRIBUN - Jabatan Wakil Walikota Samarinda yang ditinggalkan Nusyirwan Ismail, bakal diisi dari usulan partai pengusung saat Jaang-Nusyirwan maju di Pemilihan Walikota Samarinda 2015 lalu.
Tiga partai pengusung dipastikan bakal menyiapkan dua orang yang akan diusungkan menjadi Wakil Walikota Samarinda.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah menjelaskan, bahwa proses pergantian jabatan Wakil Walikota yang ditinggalkan almarhum Nusyirwan Ismail, ada dua tahapan.
"Pertama, tahapan pemberhentian sebagai Wakil Walikota Samarinda. Dan kedua, proses pergantian sebagai wakil walikota Samarinda," kata Herdiansyah Hamzah yang biasa disapa Castro, kepada Tribun, Rabu (28/2).
Baca: Partai Nasdem Siapkan Nama Calon Wawali Samarinda
Baca: Istri Nusyirwan Bersyukur Pemakaman Lancar dan Berterima Kasih Kepada Jurnalis
Baca: Pejabat di Pemkot Samarinda Ini Punya Kenangan Khusus Saat Nusyirwan Memimpin Rapat
Proses itu berdasarkan, UU No 23 Tahun 2014 pasal 78 ayat (1), menyebutkan bahwa pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, dapat dilakukan dengan 3 kondisi, yakni meninggal dunia, permintaan sendiri, dan diberhentikan.
Dalam konteks ini, almarhum Nursyirwan yang dinyatakan meninggal dunia, maka pemberhentiannya sebagai wakil walikota Samarinda, terlebih dahulu harus diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
"Dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, untuk mendapatkan penetapan pemberhentian. Jika tidak diusulkan oleh pimpinan DPRD, maka pemberhentian dapat dilakukan oleh menteri atas usul gubernur," jelasnya.
Sedangkan ketentuan mengenai proses pergantian sebagai Wakil Walikota Samarinda, lanjut Castro, diatur tersendiri di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal 176 ayat (1) dalam UU tersebut menyebutkan secara eksplisit bahwa, "dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan. Pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung," jelasnya.
Dalam kasus pergantian jabatan wakil walikota Samarinda ini, kata dia, maka gabungan parpol pengusung (Demokrat, Nasdem dan PKS) mengusulkan 2 orang calon wakil walikota kepada DPRD, untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD Kota Samarinda.
"Berhubung sisa masa jabatan wakil walikota Samarinda ini lebih dari 18 bulan, maka proses pergantian dapat dilakukan. Namun berhubung Pak Jaang maju dalam Pilgub Kaltim 2018 ini, maka pengganti almarhum Pak Nusyirwan nantinya sebagai wakil walikota, ex-officio (otomatis) dapat ditetapkan sebagai Walikota Samarinda jika Pak Jaang memenangkan Pilgub," urainya.
Jadi, menurut Castro, posisi pengganti wakil walikota Samarinda untuk sementara ini sangat strategis jika dikalkulasikan secara politik. Karena posisinya yang strategis, maka kemungkinan ruang transaksi bisa saja terjadi (mahar, suap politik, jual beli kepentingan, dll).
"Transaksi ini bisa saja terjadi baik kepada parpol pengusung, DPRD, atapun pejabat terkait. Untuk itu, perlu kehati-hatian dalam menentukan calon pengganti wakil walikota ini. Memang benar bahwa parpol pengusung punya hak dalam mengajukan calon pengganti. Tetapi jangan lupa, ada ruang publik disana. Publik berhak mendapatkan calon pemimpin yang bersih dan bebas dari politik transaksional," beber Castro memberikan pesan moral. (bud)