Marsinah Pahlawan Buruh Indonesia, Inilah Empat Pelajaran Berharga dari Dirinya

Marsinah, wanita asal Nganjuk yang begitu vokal dan berani, serta berupaya melepaskan diri dari jeratan kapitalisme di tempat kerjanya

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Marsinah, Aktivis Perempuan Simbol Perlawanan Buruh 

TRIBUNKALTIM.CO - Dunia memperingati Hari Buruh Internasional setiap tanggal 1 Mei, atau dikenal dengan sebutan May Day.

Hari Buruh Internasioal pun dilaksanakan di Indonesia, bahkan sejak 2013 silam 1 Mei diresmikan sebagai Hari Libur Nasional.

Peringatan Hari Buruh lagi-lagi mengingatkan Indonesia dengan sosok wanita yang memperjuangkan hak-hak kaum buruh.

Dialah Marsinah, wanita asal Nganjuk yang begitu vokal dan berani, serta berupaya melepaskan diri dari jeratan kapitalisme di tempat kerjanya, PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo.

Marsinah lahir 10 April 1969, kala itu usianya 24 tahun.

Baca: Hari Buruh Sedunia, Pekerja Balikpapan Kritisi UMK 2018! Harusnya Segini. . .

Kisahnya bermula dari PT Catur Putra Surya yang membandel dan menolak untuk menaikkan upah para buruh.

Padahal di awal tahun 1993 saat itu, pemerintah telah mengeluarkan surat edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 tentang himbauan kepada pengusaha untuk menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok.

Tentu saja hal tersebut sebenarnya menjadi kabar gembira bagi para buruh di Jawa Timur, tapi tidak di perusahaan Marsinah bekerja.

Karena itu, bersama rekan-rekannya Marsinah membahas terkait surat edaran ini dan menuntut perusahaannya untuk memenuhi hak mereka.

Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.

Akhrinya, karyawan PT CPS berunjuk rasa pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993 untuk menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700,00 menjadi Rp 2.250,00.

Marsinah diberi kepercayaan oleh rekan-rekannya menjadi juru runding dengan perusahaan terkait tuntutan yang diharap setelah sempat mogok kerja total.

Salah satu isi tuntutan berupa kenaikan upah pokok mereka.

Gerakan buruh ini dianggap menghasut sehingga terjadi unjuk rasa.

Sebanyak 13 orang buruh PT CPS pun diciduk militer dan digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo.

Mendengar hal tersebut, Marsinah langsung mengunjungi markas untuk mengetahui keadaan rekan-rekannya.

Namun, sayang seribu sayang sejak saat itu Marsinah dikabarkan menghilang sekitar pukul 22.00 dan tak kembali.

Pada tanggal 6-8 Mei rekan-rekan seperjuangannya kala itu kelimpungan mencari Marsinah, seban tak terdengar kabarnya sama sekali.

Baca: Sisi Gelap Peringatan Hari Buruh Internasional, Bermula dari Pembunuhan Massal Kaum Buruh di Chicago

Akhirnya Marsinah ditemukan dengan kondisi tak bernyawa lagi.

Jasadnya terbujur kaku di sebuah hutan yang berlokasi di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan Nganjuk.

Berdasarkan visum dari Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk, di bagian leher dan kedua tangan Marsinah ditemukan luka memar akibat benturan benda keras.

Melihat bercak-bercak darah di tubuhnya, diduga Marsinah diperkosa sebelum dibunuh.

8 Mei 2018 mendatang akan menjadi peringatan 25 tahun kepergian Marsinah, namun pelaku pembunuhan belum terungkap hingga kini.

Usut kasus Marsinah
Usut kasus Marsinah (Kompas.com)

Baca: Beda! Peringatan Hari Buruh Sedunia Ini Dilakukan Riang Gembira di Pantai Kilang Mandiri

Untuk memperingati May Day, berikut empat hal yang bisa kamu pelajari dari sosok Marsinah melansir dari pegipegi.com :

1. Ingin Terus Belajar

Meski profesinya hanya seorang buruh, Marsinah memiliki kemauan dan kemampuan yang luar biasa dalam hal belajar.

Setiap pulang kerja, Marsinah rela menghabiskan waktu istrahatnya untuk ikut kursus komputer hingga les Bahasa Inggris dengan harapan suatu hari nanti dapat disalurkan kepada rekan-rekan buruh lainnya.

2. Berani Hadapi Intimidasi

Dibekali dengan keberanian yang luar biasa, Marsinah sangat vokal dalam memperjuangkan hak-hak buruh.

Bahkan, di zaman Orde Baru, Marsinah rela pasang badan untuk menghadapi intimidasi dari berbagai pihak meski tuntutannya berkali-kali ditolak perusahaan.

3. Bela Mati-matian Kawan Buruh

Meski harus menghadapi kekuatan militer, Marsinah juga tidak segan membela kawan-kawan buruhnya.

Bersama Marsinah, 15 buruh PT CPS maju untuk berunding mengenai hak mereka.

Bahkan saat ke-13 rekannya dipaksa untuk resign dari perusahaan, Marsinah mengancam akan melapor ke pengadilan dan mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya.

4. Pantang Menyerah

Pada zaman Orde Baru, kesejahteraan kaum buruh sangatlah memprihatinkan.

Per hari, mereka hanya dibayar Rp 1.700 untuk kerja selama 8-12 jam di pabrik.

Tapi, kebijakan perusahaan yang semena-mena nggak membuat Marsinah menyerah. Berbekal Surat Edaran No. 50/Th. 1992 dari Gubernur Jawa Timur, Marsinah memperjuangkan kenaikan gaji sebesar Rp 550 menjadi Rp 2.250 walau gerakan agresif Marsinah tidak disukai perusahaan.

Nah, semoga empat pelajaran berharga dari Marsinah bisa memberikan inspirasi.

Tak hanya kaum buruh, tetapi seluruh masyarakat.

Selamat Hari Buruh Internasional! (*)

Subscribe Youtube Tribunkaltim.co di bawah ini:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved