Trinity, Bocah Korban Bom Oikumene yang Berjuang Sembuhkan Tangannya agar Bisa Sekolah
Anak bungsu dari tiga bersaudara itu mengalami luka bakar akibat ledakan bom tersebut hampir di seluruh tubuhnya.
Penulis: Christoper Desmawangga |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Christoper D
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Tahun depan usianya menginjak 5 tahun dan bersiap untuk bersekolah.
Namun fungsi tangan serta luka bakar di tubuhnya masih belum sembuh total, yang membuatnya harus menjalani operasi lanjutan di rumah sakit Guangzhou, China.
Dia adalah Trinity Hutahaean, salah satu bocah korban ledakan bom di gereja Oikumene, Samarinda, Kaltim, pada 13 November 2016 silam.
Anak bungsu dari tiga bersaudara itu mengalami luka bakar akibat ledakan bom tersebut hampir di seluruh tubuhnya.
Bahkan, fungsi tangan kirinya tidak dapat beroperasi secara normal, terutama dibagian siku dan jari-jarinya. Di bagian tersebut Trinity tidak dapat menggerakan jari dan bagian tangannya.
Namun, secara keseluruhan kondisi Trinity dalam keadaan baik dan sehat, hal tersebut diungkapkan oleh ibunya, Sarina Gultom (46).
Dia menjelaskan, saat ini dirinya dan Trinity berada di Samarinda, berkumpul dengan keluarga lainnya.
"Kabarnya baik, tapi harus menjalani operasi lanjutan di Guangzhou, China, terutama bagian tangan kirinya, agar dapat digerakkan secara normal," ucapnya, Selasa (8/5/2018).
Januari silam, Trinity baru saja menjalani operasi di bagian tangannya di negeri Tirai Bambu itu.
Pasalnya tulang tangannya mengalami kerusakan yang membuatnya tidak dapat menggerakkan tangannya.
"Sebelum operasi pada Januari lalu, saya dan Trinity sudah berada di China sejak September tahun lalu. Bulan delapan nanti akan kembali lagi, untuk jalani operasi lanjutan," terangnya.
"Tahun depan kan dia mulai masuk sekolah, makanya kami kejar bulan delapan nanti dia bisa operasi lagi, agar tangannya bisa bergerak lagi," harapnya.
Tercatat Trinity telah menjalani operasi sebanyak 29 kali yang dilakukan di Samarinda, dan juga di China, mulai dari operasi terhadap luka lukanya, operasi tempel kulit, hingga operasi di bagian tangan kirinya.
Lanjut dia menjelaskan, trauma akibat kejadian itu masih dirasakan oleh Trinity. Bahkan Trinity masih merasa takut saat melihat api, serta adanya bunyi petasan, termasuk ke gereja.
"Kalau teman-teman di sekitar rumah ini sudah paham, kalau keluar dia agak malu, takut diolokin keloitan, dan adakalanya trauma masih ada, termasuk ke gereja, tapi dia tetap ke gereja," ungkapnya.
Masih Sarina menjelaskan, terkait biaya operasi dan perawatan Trinity, dia sangat berterima kasih masih banyak orang yang peduli dengan anaknya, terdapat sejummlah dermawan yang membantu biaya berobat anaknya itu.
Salah satunya pengusaha asal Palembang, warga Samarinda, serta warga China yang tinggal di Jakarta.
"Kita juga dibantu oleh pendeta yang ada di China, termasuk dokter di rumah sakit yang bantu kita selama di sana, termasuk translate bahasa," ungkapnya.
"Sekali operasi Rp 60 juta, itu belum dengan ongkos perjalanannya, makanya kami sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan kepada Trinity. Bulan delapan nanti kami berdua saja yang berangkat, karena biayanya sangat mahal," tutupnya. (*)