Bandingkan Situasi Krisis 1998 dengan Ancaman Krisis saat Ini, Begini Analisis Rizal Ramli
Dalam video itu, Rizal Ramli menjelaskan jika ada perbedaan perekonomian krisis 1998 dengan ekonomi saat ini.
"Krisis itu makin lama makin besar saya mohon maaf, memang pemerintah ini nggak mampu meramalkan apa yang terjadi dan mengambil langkah. Pak Jokowi mengakui itu sebelumnya, bahwa Indonesia sedang sakit," ujar Rizal Ramli.
"Habis itu kita gak punya bantalan, 98 ada bantalan. Kalau itu terjadi, siapapun presidennya bakal bisa set back 3 tahun minimum," imbuh dia.
"Tidak pernah menjelaskan krisis 98 itu, kenapa bisa sampai segitu, apa sih yang bagus, apa yang nggak langkah-langkahnya," ungkap Rizal.
"Jadi memori kolektif kita nggak banyak yang belajar dari krisis 98," ujar dia menambahkan.
Diberitakan sebelumnya, Rizal Ramli menanggapi terkait defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal II 2018 yang mengalami kenaikan.
Rizal Ramli mempertanyakan ke mana tim ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Naiknya defisit transaksi berjalan itu, kata dia, menekan kurs Rupiah.
Tak hanya itu, dirinya menyindir rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk melelang barang sitaan petugas Bea dan Cukai berupa minuman keras ilegal.
"Pak Jokowi ke mana Tim Ekonominya ?? Defisit Current Account kuartal II, US$ 8 miliar, 3% GDP. Ini yg menekan kurs Rupiah. Lebih tinggi dari kuartal I US$ 5,7 miliar. Ini juga lebih besar dari kuartal II-2017, US$ 5 miliar. Mosok hanya mau lelang miras," tulis Rizal Ramli, Jumat (10/8/2018).

Dikutip Kompas.com, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal II 2018 mengalami kenaikan.
Ini sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik.
Pada periode tersebut, tercatat defisit transaksi berjalan tercatat mencapai 3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) atau sebesar 8 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, defisit transaksi berjalan tersebut lebih tinggi dibandingkan pada kuartal I 2018.
"Defisit transaksi pada kuartal sebelumnya sebesar 5,7 miliar dollar AS atau 2,2 persen dari PDB," kata Yati dalam jumpa pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Lebih lanjut, Yati menjelaskan penyebab kenaikan defisit transaksi berjalan tersebut.