Asian Games 2018
Tanggapi Bullying yang Diterima Atlet, Psikiater: Gak Cuma Hargai Kemenangan, tapi Peduli Proses
"Kita perlu mulai menilai anak sekolah bukan dari hasil nilai akhirnya, tapi dari perjalanan prosesnya"
TRIBUNKALTIM.CO - Dokter Psikiater, Jiemi Ardian memberikan komentar terkait bullying yang diterima atlet ketika kalah dalam pertandingan.
Hal ini dikatakan Jiemi melalui Twitter miliknya, @jiemiardian, Jumat (24/8/2018).
Menurutnya, hal ini sama dengan pendidikan anak ketika sekolah.
Ia juga mengatakan banyak acara motivasi yang muncul sukses dengan cepat namun tidak mengesampingkan rasa gagal yang harus diterima.
"Melihat netizen di kolom komentar IG atlet, saya jadi berpikir.
Kita perlu mulai menilai anak sekolah bukan dari hasil nilai akhirnya, tapi dari perjalanan proses nya.
Proses sama pentingnya dgn hasil. Biar kita ga haus nilai, ga cuma haus kemenangan tapi juga peduli prosesnya.
Saya terpikir untuk memuji seorang anak dengan 'Selamat Nak, kamu sudah belajar matematika selama 2 jam berturut turut', dibandingkan 'selamat kamu dapat nilai matematika 80 Nak.'
Proses dan hasil itu sama pentingnya.
Akibat terlalu banyak acara motivasi, yang memunculkan hasil sukses ajaib secara mendadak.
Kita silau dengan sukses, silau dengan hasil. Lupa bahwa dibalik sukses, kita juga harus siap sakit, siap gagal
Sama sama belajar untuk berani gagal.. Dan berani untuk bangkit kembali," tulis Jiemi.
Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Intisari, atlet yang akan dan sedang berlaga sering kali dihinggapi ketegangan, rasa takut kalah serta tak sanggup mengatasi gangguan dari luar.
Beban mental seperti inilah yang acap membuat prestasi atlet lebih jelek dibandingkan ketika latihan.
Beberapa atlet top dunia mengaku melakukan latihan-latihan mental tertentu untuk mengatasi hambatan itu.
Cara yang dilakukan bermacam-macam, tapi tujuannya sama, yaitu mengatur keseimbangan jiwa (mental) dan raga supaya mencapai prestasi prima.
Dengan keseimbangan itu apa yang sanggup mereka lakukan pada saat latihan juga bisa dilakukan pada saat bertanding.
Untuk mencapai hal tersebut, tentu dibutuhkan latihan, misalnya autogenen (latihan rileks untuk diri sendiri), zen, biofeedback, atau yoga.
Sebab di luar faktor fisik, aspek mental bisa mempengaruhi teknik yang berperan penting dalam olahraga.
Hans Eberspacher, seorang psikolog, menyatakan, “Agar atlet mencapai prestasi yang optimal, dia harus menyelaraskan apa yang dipikirkan dengan yang dilakukannya.”
Kalau itu berhasil, atlet akan mengalami apa yang disebut flow, suatu keadaan di mana orang berkonsentrasi penuh pada apa yang sedang dia lakukan.
Dengan demikian atlet mampu mengendalikan gerakan dan menguasai situasi. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Komentari Bullying yang Diterima Atlet, Psikiater: Gak Cuma Haus Kemenangan Tapi Peduli Prosesnya