Dr Adib Khumaidi: Antisipasi 'Secondary Disaster' dalam Penanganan Gempa
KETUA Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia, dr Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT mengingatkan 'Secondary Disaster' dalam penanganan gempa.
KETUA Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia, dr Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT mengingatkan agar di dalam penanganan bencana, jangan lengah terhadap 'Secondary Disaster', apa dan bagaimana penanganannya dituliskan seperti di bawah ini.
IndonesiaI sebagai negara kepulauan secara geografis terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan dan sering terjadi bencana alam. Adapun tiga bencana alam di Indonesia yang terbesar 15 tahun terakhir adalah sebagai berikut; Tsunami di Aceh (2004) tercatat dengan korban meninggal lebih dar 200.000 jiwa, Gempa bumi DIY Yogyakarta (2006) dengan korban meninggal 6.234 jiwa, Gempa Sumatera Barat (2009) dengan korban meninggal 1.115 jiwa. Gempa Lombok yang sampai saat ini sudah menelan lebih dari 300 jiwa .

Indonesia juga mempunyai potensi multiple hazard yang lain seperti: Tsunami, gunung berapi, banjir dan badai , Longsor , kebakaran , huru hara , penyakit menular dan epidemic. Setiap hazard dapat di modifikasi & dicegah dan dikurangi resikonya. Kalaupun terjadi dampaknya (impact) bisa dikurangi dan kerusakannya pun minimal. Apalagi bila daerah tersebut telah mempunyai ketahanan (resilience) terhadap hazard tersebut.
Resilience tersebut diantaranya adalah absorbing capacity untuk menyiapkan rumah sakit dengan struktur bangunan yang tahan gempa , banjir , kebakaran dan lain-lain. Buffering capacity yaitu disaster plan di rumah sakit, kota/ kabupaten bahkan provinsi yang rutin dilakukan pelatihan bersama setiap tahun .
Serta mampu menanggulangi kegawat daruratan sehari-hari yang sekarang digencarkan oleh pemerintah untuk setiap daerah kabupaten/kota mempunyai Public Safety Centre (PSC) yang mampu diekskalasi dengan cepat apabila terjadi bencana ( mass casualty ).
Problematika dalam penanggulangan bencana secara epidemiologi terbagi dalam 3 hal utama,yaitu : Kesehatan, pangan/ keterjaminan persediaan makanan dan perumahan/ shelterisasi.
Sehingga indikator yang dipakai adalah Status Kesehatan yang meliputi: Angka morbiditas, mortalitas ,status nutrisi, akses ke tempat pelayanan kesehatan , rasio usia balita dan usia lanjut yang merupakan kelompok paling rentan/potensi penyakit pasca bencana.

Kelayakan tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas,rumah sakit dsb ) ,dalam aspek terjadi functional collapse atau structural collapse, jika terjadi structural colllapse perlu dipikirkan untuk mendirikan RS lapangan. Selain itu program kesehatan masyarakat juga sudah dilakukan melalui Rapid Health Assesment (RHA).
Kemudian memperhatikan juga Aspek Lingkungan yang meliputi : Ketersediaan air, sanitasi , pemukiman sementara, kondisi ekonomi, sosial dan politik.
Evaluasi terhadap efektifitas dan effikasi terhadap respon dalam kesehatan, meliputi aktifitas imunisasi, ketersediaan makanan, aktivitas program kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan ( poliklinik atau perawatan ). Selain itu juga memperhatikan sektor vital : rasio distribusi makanan yang merata, higiene dan sanitasi, shelterisasi , pakaian , selimut dan bahan bakar minyak untuk memasak.
Kecelakaan Maut di Karang Rejo Balikpapan, Satu Orang Meninggal, Diduga karena Minimnya Penerangan |
![]() |
---|
Kalina Ocktaranny Blak-blakan, Akui Hubungannya dengan Vicky Hanyalah Settingan, Tetap Ingin Menikah |
![]() |
---|
Walikota Bontang Tolak Teken Pengajuan Bongkar Muat 100 Ribu Ton Batubara di Pelabuhan Loktuan |
![]() |
---|
Gegara Kritik Anies Baswedan, Kini Pasha Ungu Balas Teddy Gusnaidi, Kisruh dengan Giring Berakhir? |
![]() |
---|
Cerita Gede Pasek Soal Balasan Menyakitkan SBY ke Kader yang Bantu Dirinya Gantikan Anas di Demokrat |
![]() |
---|