Komunitas
Komunitas Ampas Kopi Samarinda, Setia Melestarikan Karya Maestro Iwan Fals
Komunitas Ampas Kopi, Setia Melestarikan Karya Maestro Iwan Fals. Komunitas yang sekaligus wadah penyaluran hobi nge-band ini terbentuk dua tahun lalu
Penulis: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto |
Komunitas Ampas Kopi Samarinda, Setia Melestarikan Karya Maestro Iwan Fals
'Laju sepeda kumbang di jalan berlubang. Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang.' Maaf, kita tidak sedang bernostalgia, ataupun larut dalam irama lagu lama, meski kalimat pembuka tadi mengantar telinga kita ke era 80-an. Era dimana lagu Oemar Bakri garapan maestro Iwan Fals memanjakan masyarakat Indonesia.
LAGU-LAGU Iwan Fals memang punya ciri khas tersendiri, yang sudah langka di Industri musik dalam negeri. Apalagi gempuran nuansa musik asing dengan lirik cengeng, kian menenggelamkan sajak-sajak kehidupan khas Iwan Fals.
Namun sejatinya lirik dalam lagu-lagu Iwan Fals tak lekang oleh zaman. Tengok saja lirik Oemar Bakri, Bento, Manusia Setengah Dewa, hingga Di Bawah Tiang Bendera hampir selalu menjadi persoalan yang hingga kini terus menurus mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia.
Alasan itulah yang membuat sekumpulan kalangan akar rumput bertekad untuk mengabdikan diri bagi pelestarian karya Iwan Fals. Mereka menamakan diri dalam komunitas Ampas Kopi.
Komunitas yang sekaligus wadah penyaluran hobi nge-band ini terbentuk dua tahun lalu di Samarinda. Mereka muncul dengan membawakan lagu-lagu karya Iwan Fals.
"Lagunya (Iwan Fals) tidak lekang oleh zaman. Semua nilai kemanusiaan, cinta, dan sosial itu masuk. Kami menolak lagu yang cengeng. Biar romantis tapi lakinya tetap ada. Itu ciri khas musik Iwan Fals. Salah satunya melestarikam lagu itu untuk antisipasi atau mencegah serangan musik yang mengesampingkan nasionalisme," ujar inisiator Ampas Kopi, Donny Kerta Peksi.
Bukan tanpa sebab Donny dan kolega menamai komunitas mereka dengan sebutan Ampas Kopi. Berawal dari saling kongkow, berbagi cerita tentang karya Iwan Fals hingga menyanyi bersama membuat mereka memiliki satu ide yang sama, melestarikan musik Iwan Fals.
"Ampas Kopi awalnya nongkrong di kafe di atas bukit di Jl Perjuangan, itu April 2016. Ngobrol soal Iwan Fals dan bergitaran. Dari situ terbentuklah. Memang awalnya gak pakai nama. Tapi sebagian dari kami penggemar kopi jadi namanya ampas kopi," ungkap Donny.
Nama Ampas Kopi, praktis mudah diingat, pemilihan nama inipun sejatinya punya makna tersendiri yang filosofis.
"Kenapa ampas? Sebab ampas itu pasti sudah menghasilkan sesuatu yang baik. Ampas kopi, ampas tahu, dan ampas kelapa itu menghasilkan yang baik. Kita ingin memberikan yang terbaik untuk orang lain. Biarpun susah, tapi untuk kebaikan orang lain apapun kita akan lakukan. Mengapa kopi? Karena kita semuanya suka kopi," tuturnya.
Komunitas ini beranggotakan 6 personel band yang semuanya berdomisili di Samarinda. Tendy (gitar melodi), Egi (bass), Dimas (drum), Avef (cajon), Arni (vokal), dan Donny yang selalu tampil di depan mic bersama Gitar dan harmonika. Mereka rutin berlatih tiap Kamis, namun tetap saja dengan waktu fleksibel. Sebab masing-masing personel memiliki kesibukan dan pekerjaan sendiri.
"Kendala paling berat ya menyatukan teman-teman untuk bisa kumpul bareng. Ada yang kerja tambang. Wiraswasta, ada yang kantoran. Jadi macam-macam pekerjaan. Ngumpul kalau sudah malam atau hari libur, tapi kami sudah seperti keluarga," ucap Donny.
Ampas Kopi bukan band komersil yang mencari panggung demi sesuap nasi. Ampas kopi tampil untuk menghibur masyarakat lewat karya-karya Iwan Fals. Donny menegaskan orientasi Ampas Kopi bukan soal uang, bahkan mereka tak ragu merogoh kocek sendiri demi penyaluran hobi. Ampas Kopi tampil untuk menghibur orang sekaligus melestarikan lagu-lagu milik Iwan Fals.
"Intinya bermusik dan menghibur orang. Kalau masuk ke ampas kopi jangan sekali-kali orientasinya uang. Kami gak menerapkam tarif kalau manggung. Ini adalah wadah berkreasi idealis dan satu tujuan. Siapapun boleh masuk asal satu tujuan. Ada niat dan gak main-main. Jangan sampai orang mau masuk cuma mendompleng ampas kopi saja. Kami tidak nyari punggung," tuturnya.
Karya Iwan Fals seolah merasuk dalam inspirasi Ampas Kopi. Khususnya lagu-lagu Iwan Fals bertema nasionalisme yang selalu dibawakan dimanapun komunitas ini beraksi. Lagu 'Di Bawah Tiang Bendera' yang tak pernah tidak dibawakan komunitas ini. Lewat lagu tersebut, Ampas Kopi ingin terus mengingatkan masyarakat, bahwa kita lahir dari rahim yang sama, ibu pertiwi.
Meski sosok Iwan Fals menjadi inspirasi, bukan berarti Ampas Kopi sama seperti komunitas pada umumnya, yang mainstream hingga mengagungkan sang idola. Komunitas ini hanyalah serpihan ampas, demi lestarinya karya maestro Iwan Fals.
"Kami tidak mengultuskan Iwan Fals adalah segalanya. Mengidolakan iya terutama hasil karyanya. Tapi tidak untuk menganggap dia segalanya. Ketemu pernah dan itu biasa saja, tidak antusias yang berlebih sampai foto bareng," kata Donny.
Video Klip Sendiri Hasilkan 5 Ribu Viewer Youtube
TOTALITAS Ampas Kopi dalam misi pelestarian karya Iwan Fals tak main-main. Bahkan tahun 2017 silam mereka sudah menghasilkan video klip sendiri dengan lagu milik Iwan Fals yang berjudul Di Bawah Tiang Bendera. Video yang dipublikasikan 5 Desember 2017 itu kini sudah ditonton 5 ribu lebih viewer Youtube.
Inisiator Ampas Kopi, Donny Kerta Peksi menerapkan konsep lokal dalam video klip tersebut. Melibatkan masyarakat Kota Tepian dan mengambil lokasi di Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara. Pembuatan video tersebut terinspirasi dari kegelisahannya melihat kebhinekaan Indonesia terkoyak akibat isu SARA yang memanas belakangan ini.
"Itu karena kegelisahan kita dengan maraknya intoleran di masyarakat. Jadi saya ingin kembali mengingatkan lewat lagu Iwan Fals itu. Dari pagi sampai Maghrib dan terakhir hujan deras, kita syuting di Anggana, dengan tema merakyat di sawah. Artinya di setiap tempat yang kami singgahi ya harus membawa virus nasionalisme," ujarnya.
Dalam video berdurasi 9 menit 30 detik itu, Ampas Kopi melibatkan anak-anak. Donny mengaku sengaja melibatkan anak-anak agar lagu ini mampu menanamkan semangat nasionalisme sekaligus edukasi. Apalagi zaman sekarang lagu-lagu tema nasionalisme sangat langka, dan anak-anak tak banyak yang tahu, bahkan menyanyikannya.
Tak mudah melibatkan anak-anak dalam menggarap video klip dengan lagu nasionalisme. Namun karena semangat dan tekad akhirnya semua proses berjalan lancar.
"Susah melibatkan mereka, jam belajar terganggu, juga melibatkan orang tua mereka. Terutama melibatkan mereka dalam latihan untuk menyamakan suara itu. Lebih sulit dengan moodnya mereka pada saat pembuatan video klip," ungkapnya.
Tak hanya itu, untuk membuat video klip, Donny merogoh kocek sendiri yang nilainya sekitar Rp 10 juta. Namun semua itu tak berarti beban, malahan ia merasa puas ketika video klip jadi dan ditonton masyarakat.
Kepuasan berlipat ketika Ampas Kopi sukses merangkul anak-anak lewat lagu bertema nasionalisme milik Iwan Fals.
"Ketika semuanya sudah jadi, ya merinding. Apalagi lagunya sangat dalam dan kami akhirnya bisa melibatkan anak-anak dengan penuh semangat. Lagu ini dan pesan di dalam liriknya akan selalu terngiang di telinga anak-anak," tuturnya.
Selanjutnya Ampas Kopi ingin mengoptimalkan alunan musik Iwan Fals dengan berbagai alat musik yang mereka sebut bunyi-bunyian lokal. Saat ini mereka sudah berkolaborasi dengan alat musik daerah seperti karinding, gamelan, suling, dan bunyi-bunyian lokal yang lain. Ini semata-mata juga bentuk pelestarian terhadap kesenian daerah.
"Akhir - akhir ini kita kolaborasi dengan gamelan. Juga melestarikan budaya yang ada di Indonesia. Bunyi-bunyian yang banyak tersebar di suku Indonesia. Tidak pernah lagunya pure musik Iwan Fals tapi kami juga memasukkan warna nusantara ciri khas bunyi-bunyi di daerah," ucap Donny.
Bukan Cuma Ngeband
MESKIPUN kegiatan utama Ampas Kopi adalah ngeband, itu bukan hanya soal hobi. Melalui musik, Ampas Kopi juga turut serta membantu masyarakat yang mengalami kesulitan.
Beberapa kali Tribun Kaltim berjumpa dengan Ampas Kopi dalam balutan kegiatan amal. Dari panggung ke panggung Ampas Kopi bermusik untuk menggalang dana bagi korban kebakaran maupun korban gempa bumi di Lombok.
"Kegiatan kami menghibur sekaligus membantu sesama," kata Donny yang juga inisiator komunitas Ampas Kopi.
Seperti yang ditegaskan Donny, lewat lagu-lagu Iwan Fals, Ampas Kopi bukan berorientasi uang, tapi mengabdikan diri untuk menghibur masyarakat, sekalipun mereka yang tertimpa bencana.
Ampas Kopi juga terkadang ikut dalam kegiatan 'Kamisan' yang digelar di depan Kantor Gubermur Kaltim Jl Gajah Mada, Samarinda tiap hari Kamis. Isu-isu sosial lokal Kaltim juga ikut menjadi perhatian.
Selain itu komunitas ini kerap tampil dalam kegiatan bertema budaya, hingga manggung di Kaltim Fair, April 2018 silam.
"Kegiatan utama dan pasti itu adalah bermusik. Mengikuti alur sendiri, kalau menghibur berarti berkah. Ya kita kegiatan sosial juga dalam bermusik. Seniman itu harus peduli dengan lingkungan sekitar. Bencana lokal maupun nasional kami pasti ikut," ujar Donny.
Rencana selanjutnya, Donny mengatakan Ampas Kopi tertarik untuk tampil di Desa Pampang. Rencananya tahun 2019 mereka akan beraksi di Desa Budaya Dayak itu.
Menurut Donny, Pampang punya makna yang dalam untuk karya Iwan Fals. Pasalnya tahun 2016 silam, Iwan Fals mengangkat tema situs budaya Dayak di Pampang. Itu menjadi pertama kalinya Iwan Fals unjuk gigi dengan tema budaya, dan yang diangkat Pampang Samarinda. Saat itu pentas dilakukan di rumah Iwan Fals.
"Dan ini keinginan ampas kopi, main di situs budayanya langsung, di pampang. Ketika Iwan Fals hanya mengangkat tema budaya tentang Desa Pampang, tanpa menginjakkan kaki di sana, mengapa Ampas Kopi tidak langsung tampil di sana? Toh di sana kearifan lokal Samarinda juga," ungkapnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/komunitas-ampas-kopi-setia-melestarikan-karya-maestro-iwan-fals.jpg)