Begini Peluang Kain Tenun Ulap Doyo di Pasar Internasional Menurut Desainer Kenamaan Vivi Zubedi
Menurut Vivi, produk hand made (buatan tangan), memiliki tempat di pasar internasional.
Penulis: Rafan Dwinanto |
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ulap Doyo, kain khas masyarakat Kaltim punya peluang untuk go internasional.
Namun, ada perjalanan panjang untuk mencapai tahap tersebut.
Hal ini disampaikan Vivi Zubedi, desainer kondang Tanah Air, saat menjadi narasumber talk show Fashion Fest yang berlangsung di Bigmall Samarinda, Sabtu (1/12/2018).
Menurut Vivi, produk hand made (buatan tangan), memiliki tempat di pasar internasional.
Hal ini dialami Vivi kala memerkenalkan kain tenun Sasirangan dan Pagatan, asal Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam fashion show di luar negeri.
"Masyarakat internasional sangat senang sekali dengan produk yang namanya hand made. Harganya pun pasti mahal. Kalau kain tenun, mereka (pasar internasional) pasti apresiasi 100 persen," ucap Vivi.
Namun, untuk menembus pasar internasional, menurut Vivi diperlukan kualitas dan brand produk yang sudah melekat.
Kedua hal ini yang masih sulit ditemukan dalam produk buatan tangan lokal.
"Walaupun kain tenun daerah, branding harus tetap ada. Harus ada unique selling point. Ada DNA produk. Sehingga, orang sekali lihat sudah tahu, oh ini produk A, misalnya," kata Vivi.
Ulap Doyo, merupakan kain yang dihasilkan dari serat Daun Doyo. Diproduksi oleh masyarakat Benuaq, Kaltim.
Sejarah maupun teknik pembuatan Ulap Doyo, menurut Vivi, bisa memerkuat branding produk itu sendiri.
Baca juga:
Persija Jakarta Vs Mitra Kukar - Geri Mandagi: Laga Melawan Persija adalah Final
Widodo Cahyono Putro Mundur dari Bali United, Begini Ungkapan Perasaan Irfan Bachdim
Legowo Aksi Kontemplasi di Monas Ditunda, Kapitra Ampera Doakan Reuni 212 Besok Sukses
Berambisi Dominasi Olahraga Bela Diri, Kini Presiden UFC Dana White Ingin Tangani Tinju
Presiden ke 41 Amerika Serikat George HW Bush Meninggal Dunia di Usia 94 Tahun
"Kita harus kreatif dan terus buat produk. Mungkin bisa dikombinasikan dengan bahan lain supaya bisa diterima pasar yang lebih luas," ucapnya.
Yang tak kalah penting, kata Vivi, adalah konsistensi dari perajin itu sendiri.
Vivi mengaku pernah mendapatkan tawaran dari pasar internasional yang memegang beberapa brand dunia.
Saat itu, Brand Vivi Zubedi berbahan kain Tenun Sasirangan, diminta ikut berdampingan di pasar internasional.
Sayang, perajin lokal yang memproduksi kain tersebut, tak sanggup memenuhi produksi yang diminta.
"Bayangkan, produknya akan disandingkan dengan merk terkenal seperti Gucci dan merk ternama lainnya. Saya telepon perajinnya, tapi tanggapan dia biasa saja. Perajin itu bilang dia baru bisa menenun lagi bulan depan. Itu pun hanya satu dua kain saja. Kesamaan motif yang diminta juga tak disanggupi. Akhirnya, saya bilang ke pemesan, saya belum bisa penuhi," urai Vivi.
Yang tak kalah penting, kata Vivi, para perajin harus menjaga kualitas produknya.
"Banyak perajin kita yang tak berpikir panjang. Padahal, kalau mau dikenal harus konsisten. Kualitas juga harus dijaga. Tidak lantas karena hand made, kualitas tak dijaga. Itu salah," tutur Vivi.
Sementara, Kepala Dinas Pariwisata, Kutai Kartanegara, Sri Wahyuni, menuturkan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan Ulap Doyo sebagai warisan budaya non benda dari Kaltim.
Dengan demikian, menjadi kewajiban semua pihak untuk menjaga warisan budaya non benda ini, agar tak punah.
"Ulap Doyo ini kan buatan masyarakat Benuaq asalnya dari Kukar dan Kubar. Tapi, karena ini ditetapkan sebagi warisan budaya non benda dari Kaltim, harusnya ada regulasi agar Ulap Doyo ini juga jadi fashion resmi di 10 Kabupaten/Kota di Kaltim. Tidak hanya di Kukar. Sebab, sebelum kita memerkenalkan ke dunia internasional, tentunya kita sendiri, warga Kaltim, harus mengenalnya," ujar Sri. (*)