Mahfud MD Sebut UU ITE Diundangkan di Era Pemerintahan SBY: Kalau Sudah Tak Perlu, Bisa Dicabut

Mahfud menyebutkan, UU No. 11 Tahun 2008 atau UU ITE ini diundangkan di masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

(TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD hadiri diskusi yang bertajuk Saresehan Kebangsaan, di Four Points Hotel, Medan, Sumatera Utara, Sabtu (9/2/2019). Diskusi tersebut mengambil tema Merawat Kebhinekaan dan Mengokohkan Kebangsaan, yang mengulas berbagai persoalan bangsa terkait penggunaan politik identitas dan penyebaran hoaks yang semakin marak. 

TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan tanggapannya terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disebutnya telah memenjarakan beberapa orang.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD di akun Twitter @Mahfud MD, Rabu (27/2/2019).

Melalui kicauannya, Mahfud menyebutkan, UU No. 11 Tahun 2008 atau UU ITE ini diundangkan di masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Mahfud memaparkan, UU ITE diundangkan tanggal 21 April 2008.

Saat itu, pemerintahan SBY menilai bahwa UU tersebut diperlukan Pemerintah.

Mahfud menyebutkan, jika memang sudah diperlukan, maka UU ITE itu bisa dicabut.

"UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yg sdh memenjarakan beberapa korban itu diundangkan oleh Pemerintahan SBY pada tanggal 21 April 2008. Katanya, saat itu, UU tsb diperlukan oleh Pemerintah. Kalau sekarang sdh tidak diperlukan, ya, bisa dicabut," tulis Mahfud MD.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan tanggapannya terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disebutnya telah memenjarakan beberapa orang. (Twitter @mohmahfudmd)

Menanggapi itu, seorang warganet dengan akun @Fianto94 lantas menyebutkan bahwa UU ITE di era SBY tidak digunakan untuk memenjarakan orang.

Warganet itu menilai, di masa SBY, demokrasi dilindungi.

"Tapi Presiden SBY tidak pernah memenjarakan orang yang mengkritik dan memfitnahnya dg UU ITE.

Demokrasi dilindungi dan sendi2 kehidupan yang harmonis terjaga," kicau warganet itu.

Mahfud memberikan jawabannya.

Baca juga:

Garuda Muda Juara - Minus Egy, Saddil, dan Ezra, Strategi Timnas U-22 Indonesia Tetap Berjalan

Temui Kim Jong Un di Hanoi, Ini Tarif Presidential Suite Hotel Tempat Donald Trump Menginap

Inilah 5 Fakta Masjid Camii Tokyo, Lokasi Ijab Qabul Pernikahan Syahrini - Reino Barack

Ole Gunnar Solskjaer Panggil 3 Pemain Akademi untuk Atasi Badai Cedera Manchester United

Viral Pedagang Ikan di TPI Laboan Bajo Marah karena Dagangan Dihalangi, Netizen Beri Klarifikasi

Umuh Muchtar: Jika Lakukan Penghinaan Rasis, Bobotoh Tak Sayang Persib Bandung

Ia mengingatkan warganet dengan kasus Prita Mulyasari, orang pertama yang dijatuhkan hukuman karena UU ITE.

Mahfud menjelaskan, kasus Prita juga terjadi di era SBY, yaitu pada Juni 2012.

"Salah. Masih ingat Prita Mulyasari? Dialah terhukum pertama berdasar UU ITE itu. Dan itu terjadi Juni 2012, pada era Pak Pak SBY. Putusannya inkracht, tapi dia diputus bebas oleh putusan PK setelah menjalani hukuman," ungkap Mahfud.

Warganet lain, @JoRiky memberikan pendapatnya.

Ia menyebutkan bahwa Prita menggunakan medsos untuk mengkritik rumah sakit atau badan usaha.

Sehingga rumah sakit tersebut menuntuk karena merasa dirugikan.

Warganet itu lantas berpendapat, UU ITE itu tepatnya digunakan untuk melindungi badan usaha dari fitnah, bukan melindungi politisi.

"Prita menggunakan medsos mengkritik rumah sakit/badan usaha, yg menyebabkan RS itu menuntut karn mrs dirugikan. Menurut sy inilah sebenarnya guna UU ITE, utk melindungi badan usaha dr fitnah/hoax/asutan dr medsos. Bkn digunakan utk tameng spy politisi tdk kena kritik di medsos," tulis warganet itu.

Mahfud lantas menjelaskan perkara perdata Prita pada rumah sakit itu.

Ia kemudian menjelaskan bahwa diskusi yang ingin dibangunnya itu adalah soal kapan UU ITE dibuat dan perlu atau tidaknya UU ITE itu.

"Dalam perkara perdata Prita menang melawan RS di Pengadilan. Tp oleh kejaksaan dipidanakan dan dihukum. Kejaksaan adl penuntut pidana dari pemerintah. Tp pemerintah tdk salah krn UU itu memang berlaku. Yg kita diskusikan sebenarnya, kapan UU ITE dibuat dan apa UU ITE perlu/tdk," cuit Mahfud.

Kasus Prita Mulyasari

Diberitakan Kompas.com, Rabu (30/1/2019) selama ini ada sejumlah orang yang terjerat sejumlah pasal dalam UU ITE yang disebutkan sebagai pasal karet.

Pasal dalam UU ITE ini riskan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pihak lain.

Ada sejumlah nama yang pernah tersandung hukum hingga harus masuk bui karena terjerat UU ITE ini.

Namun, Prita menjadi sosok pertama yang dikenal publik karena terjerat UU ITE.

Kasusnya berawal dari surat elektronik yang ia tulis karena tidak puas saat menjalani pelayanan kesehatan di RS Omni Internasional.

Tulisan ibu dua anak ini tersebar luas di Internet hingga pihak rumah sakit merasa nama baiknya dicemarkan.

Prita pun dilaporkan ke pihak kepolisian.

Prita divonis melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 310 Ayat (2) KUHP, atau Pasal 311 Ayat (1) KUHP.

Setelah menempuh jalan panjang, hingga Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, akhirnya pada 17 September 2012 Prita dinyatakan tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik yang dituduhkan. (TribunWow.com/Nanda)

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved