Kisah Sofyan Basir, Dari Bankir ke Dirut PLN Kini Jadi Tersangka KPK Terkait Janji Fee
Pernah menjabat sebagai Direktur Utama BRI sejak tanggal 17 Mei 2005 dan terpilih kembali untuk periode jabatan kedua pada tanggal 20 Mei 2010.
Kisah Sofyan Basir, Dari Bankir ke Dirut PLN Kini Jadi Tersangka KPK Terkait Janji Fee
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) telah menetapkan Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka.
Seiring itu KPK mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke rumahnya, Selasa (23/4/2019) sore.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
"Sebagai bentuk pemenuhan hak tersangka, pagi ini KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan tersangka SFB ke rumah tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa seperti dilansir Kompas.com.
Terlepas dari masalah itu, Sofyan Basir sejatinya adalah seorang bankir.

TribuKaltim.co mengutip id.wikipedia.org, Sofyan Basir menjabat Direktur Utama PLN sejak 2014. Sebelumnya lama ia berkarir di perbankan.
Pernah menjabat sebagai Direktur Utama BRI sejak tanggal 17 Mei 2005 dan terpilih kembali untuk periode jabatan kedua pada tanggal 20 Mei 2010.
Sebelum bergabung dengan BRI, menjabat sebagai Direktur Utama Bank Bukopin.
Karier perbankan dimulai pada tahun 1981 di Bank Duta, pada tahun 1986 bergabung dengan Bank Bukopin dan telah menduduki beberapa jabatan manajerial di Bank Bukopin termasuk Direktur Komersial, Group Head Line of Business, dan Pemimpin Cabang di beberapa kota besar Indonesia.
Tetapi, justru di PLN dirinya terpuruk dalam rasuah.
Dalam kasus ini KPK sudah menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Peraih gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Trisakti, Jakarta (2012) ini diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Juru Bicara KPK Ferbriansyah mengatakan, Sofyan Basir diduga menerima janji pemberian fee atau jatah dari proyek PLTU Riau-1.
Ia menegaskan penerimaan janji sudah termasuk suap dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Menurutnya, pasal suap itu rumusannya bukan hanya menerima uang, tapi juga menerima hadiah atau janji. Jadi rumusannya menerima hadiah atau janji dan kita tahu proyek PLTU Riau-1 ini belum direalisasikan.
Tapi dalam beberapa konstruksi yang sudah muncul sering kali commitment fee atau janji itu baru bisa direalisasikan sepenuhnya kalau proyeknya sudah dijalankan dan sudah selesai.
KPK kini akan memulai rangkaian pemeriksaan terhadap Sofyan atau saksi-saksi lainnya. Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan secara rinci kapan rangkaian pemeriksaan akan dilakukan.
"Kalau di penyidikan ini tentu nanti ya baru akan diagendakan pemeriksaan nanti kalau sudah ada waktunya akan kami sampaikan. Kalau di penyidikan sebelumnya untuk tersangka lain, itu (Sofyan) sudah kami periksa beberapa kali dan hadir memenuhi pemeriksaan," kata dia.
Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap kepada Sofyan dan saksi-saksi lain yang dipanggil untuk kooperatif.
"Jadi kalau dipanggil bisa datang, kecuali kalau ada alasan yang sah menurut hukum, bukan alasan yang mengada-ada," kata Febri.
Dalam kasus ini, Sofyan juga diduga menghadiri sejumlah pertemuan bersama Eni dan Kotjo di sejumlah tempat. Dalam pertemuan itu ada sejumlah hal yang dibahas.
Di antaranya, Sofyan menunjuk perusahaan Kotjo untuk mengerjakan proyek, lalu menginstruksikan salah satu direktur di PT PLN untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo.

Kemudian Sofyan juga diduga menginstruksikan seorang direktur PT PLN untuk menangani keluhan Kotjo. Kotjo mengeluh karena lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1 tersebut. Sofyan juga membahas bentuk dan lama kontrak dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam kasus ini, KPK sudah menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Pada pengembangan sebelumnya, KPK juga sudah menetapkan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan, sebagai tersangka.
"Pada Oktober 2015, Direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat pada PT PLN yang pada pokoknya memohon agar memasukan proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN namun tidak ada tanggapan positif," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Sebagian besar saham dari PT Samantaka Batubara dimiliki oleh Blackgold Natural Resources Limited. Salah satu pihak yang sudah terjerat, Johannes Budisutrisno Kotjo merupakan pemegang saham di Blackgold.
"Hingga akhirnya Johannes Kotjo, mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PT PLN (Persero) untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1," kata Saut.
KPK menduga telah terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri Sofyan, Eni dan atau Kotjo untuk membahas proyek tersebut.

Sekitar tahun 2016, meskipun saat itu Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN belum terbit, Sofyan diduga telah menunjuk Kotjo mengerjakan proyek di Riau.
"Karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat. Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka," ujarnya.
Sampai Juni 2018, diduga telah terjadi pertemuan antara Sofyan, Eni, dan atau Kotjo serta pihak lainnya di sejumlah tempat, seperti hotel, restoran, kantor PLN dan rumah Sofyan.
Saut menjelaskan, dalam pertemuan itu membahas sejumlah hal terkait proyek tersebut. Beberapa di antaranya, Sofyan menunjuk perusahaan Kotjo untuk mengerjakan proyek, lalu menginstruksikan salah satu direktur di PT PLN untuk berhubun
Kotjo mengeluh karena lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1 tersebut. Sofyan juga membahas bentuk dan lama kontrak dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.
"SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," katanya.
Sofyan disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurut b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, jajaran direksi PLN mendatangi kediaman Sofyan Basir pasca sang dirut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dikunjungi Jajaran Direksi PLN
Memngutip pantauan Tribunnews di lokasi, ada dua mobil, sedan hitam dan SUV putih, yang datang ke rumah Sofyan.

Empat orang keluar, tiga dari mobil SUV putih, satu dari sedan hitam.
Sontak, petugas keamanan membukakan pintu gerbang dan mempersilakan jajaran direksi PLN tersebut untuk masuk.
Tiga orang masuk ke rumah Sofyan, sementara Manajer SDM dan Umum PLN Wilayah Riau dan Kepri, Dwi Suryo, menunggu di luar.
Dwi menyebut dirinya dan rombongan baru saja tiba dari Surabaya.
"Kami tadi datang ke sini karena satpam lapor di sini banyak wartawan," kata Dwi di lokasi, Selasa (23/4/2019).
Saat ditanya terkait keberadaan Sofyan Basir, Dwi mengiyakan jika yang bersangkutan tengah berada di luar kota.
Kediaman rumah Dirut PT PLN, Sofyan Basir, di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II no 3, Benhil, Jakarta Pusat. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)
Namun, dirinya tidak menyebutkan persis di mana kota tersebut.
Lebih dari itu, Dwi mengatakan semua jajaran dan karyawan PLN merasa prihatin atas kejadian ini.
"Tapi bagaimana pun itu sudah menjadi ketetapan, dan kami menghormati KPK. Kami berdoa semoga bapak diberikan kemudahan, ketabahan untuk beberapa hari ke depan," imbuhnya.
Tak sampai setengah jam, tiga jajaran PLN yang masuk ke rumah Sofyan Basir kemudian keluar, menuju mobil.
Dwi mengikuti di belakang.
[Dylan Aprialdo Rachman]
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK Telah Kirimkan SPDP ke Rumah Dirut PLN Sofyan Basir",