Pemilu 2019
Pilpres Usai, Bagaimana Kini Nasib Divestasi Saham Freeport Penghasil Rp 56 Triliun per Tahun?
Setiap tahun produksi PTFI mencapai kisaran Rp 56 triliun. Angka tersebut merupakan hasil kalkulasi produksi tembaga, emas, dan perak
Mineral emas menyumbang sekitar 39 persen atau sekitar Rp 22,25 triliun. Sisanya, kurang dari 2 persen atau sekitar Rp 1 triliun bersal dari komoditas perak.
Ilustrasi angka tersebut menggambarkan pendapatan rata-rata secara umum PTFI yang bersumber dari penjualan komoditas tembaga, emas, dan perak.
Diasumsikan semua komoditas itu dijual dengan mengacu pada harga komoditas mineral di pasar internasional.
Jumlah pendapatan kotor yang rata-rata berkisar Rp 56 triliun per tahun itu relatif sangat besar apabila disandingkan dengan pendapatan seluruh perusahaan BUMN nasional.
Menurut Kementerian BUMN, pada tahun 2017 Indonesia memiliki 115 badan usaha milik negara dengan total pendapatan produksi mencapai Rp 2.028 triliun dengan akumulasi keuntungan sekitar Rp 186 triliun.
Bila dibagi sama rata, jumlah pendapatan kotor masing-masing unit BUMN sekitar Rp 17,6 triliun dan laba per perusahaan sekitar Rp 1,6 triliun.
Angka ini sangat timpang bila di sandingkan dengan PTFI yang hanya merupakan satu unit usaha pertambangan.
Berdasarkan laporan Freeport Mc. Mooran Cooper & Gold Inc., sebagai induk perusahaan PTFI, pada tahun 2017 lalu, PTFI membayar kepada pemerintah Indonesia senilai 774 juta Dollar AS atau sekitar Rp 10,3 triliun.
Adapun pembayaran kepada pemerintah Indonesia ini terdiri dari sejumlah hal seperti pajak pendapatan perusahaan, pajak penghasilan karyawan, deviden kepada negara, royalti, pajak properti, sejumlah pajak lain dan fee.
Manfaat
Di balik potensi logam mulia dan rupiah yang mengalir, data Badan pusat Statistik per semester II 2018 menunjukkan persentase penduduk miskin Papua mencapai 22,7 persen.
Angka itu menempatkan Provinsi Papua pada peringkat kedua penduduk miskin terbesar di antara provinsi lain di Indonesia sesudah Papua Barat.
Publikasi Badan Pusat Statistik hingga waktu yang sama juga menunjukkan Papua masih berada di peringkat dua teratas dalam aspek kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Kondisi demikian mencerminkan fakta “kualitas” kemiskinan di Papua. Kondisi keparahan dan kedalaman kemiskinan itu mengindikasikan dua hal.