Seru Debat Habib Bahar Smith-Profesor Saksi Ahli: Soal Zinah hingga Hukum Islam dan Hukum Negara

Ada yang menarik dari sidang lanjutan penaganiayaan dua remaja dengan terdakwa Habib Bahar bin Smith, Kamis (2/5/2019).

(ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA)
Tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja Bahar bin Smith (tengah) dikawal petugas menuju ruang sidang sebelum menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Sidang perdana tersebut beragenda pembacaan dakwaan. 

Serunya Debat Habib Bahar Smith dengan Profesor Saksi Ahli: Dari Soal Zinah hingga Hukum Islam-Hukum Positip

TRIBUNKALTIM.CO, BANDUNG - Ada perdebatan yang menarik dari sidang lanjutan dengan terdakwa Habib Bahar bin Smith, Kamis (2/5/2019).

Sidang dugaan penganiayaan terhadap dua remaja dengan terdakwa Bahar bin Smith itu kembali digelar di gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung.

Sidang kali ini dihadiri saksi ahli pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Prof Nandang Sambas.

Dalam sidang tersebut Bahar bin Smith diberikan kesempatan oleh Hakim untuk bertanya kepada saksi ahli terkait hukum Islam yang dianutnya.

Berikut pertanyaan Bahar bin Smith dan jawaban saksi ahli, yang berujung pada perdebatan. 

Awalnya Bahar bertanya kepada saksi ahli Nandang perihal pernikahan suami istri yang menjadi perumpamaan di awal pertanyaanyaan.

Tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja Bahar bin Smith menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Sidang perdana tersebut beragenda pembacaan dakwaan.
Tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja Bahar bin Smith menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Sidang perdana tersebut beragenda pembacaan dakwaan. (ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA)

Bahar: Suami istri menikah secara KUA sah, tetapi cerainya menurut agama. Setelah bercerai, si perempuan itu selesai masa iddah kemudian menikah dengan laki-laki lain tetapi secara siri bukan secara KUA.

Berarti dalam status negara suaminya yang dulu itu kan masih suaminya, dia melaporkan bahwa istrinya ini melakukan perzinahan, itu termasuk hukum pidana tidak? 

Nandang: Zinah itu berzinah. Pidana (hukumnya).

Bahar: Sedangkan di dalam Islam, ini bukan perzinahan. Sebab mereka telah resmi menikah menurut agama. Ini yang saya tanyakan, perumpamaan, pertanyaan saya seorang anak di dalam Islam tidak bisa disebut anak.

Tapi dalam hukum negara disebut anak. Bagaimana menurut Anda?

Nandang: Ya betul saya punya menulis buku satu tentang model peradilan anak.

Di sana ada kualifikasi batasan usia. Di indonesia sendiri belum ada batas standar dewasa. Adat agama dan hukum saja berbeda-beda.

Apalagi sebelum adanya undang-undang 35 (perlindungan anak). Beda-beda. Bahkan ada yang menyebut (batas) 15 tahun untuk korban perempuan.

Karena kita hukum positif yang jadi rujukan, mau nggak mau kita ke hukum positif.

Dalam tanya jawab ini hakim Edison Muhammad menyela, bahwa pertanyaan yang diajukan Bahar sudah dijawab Nandang.

Edison: Ini kan sudah dijawab, hukum positif itu maksudnya hukum berlaku. Jika dipertentangkan maka hukum positif yang dipakai.

Nandang: Ya karena kita menganut legalistik.

Edison: Ya gitu. Hukum positifnya yang saudara pakai yang mana? Yang tercatat di KUA kah atau yang tidak?

Bahar: Berarti kalau begitu hukum yang di sini lebih tinggi dari hukum Islam?

Nandang sempat akan menjawab pertanyaan Bahar, bahwa hal tersebut masih pertentangan. Namun Hakim Edison Muhammad memotongnya. 

Edison: Gini saksi jangan panjang, jawab saja karena ini di luar keahlian saudara.

Saya tahu, dari awal saudara juga bilang kalau bukan keahlian sodara jangan dijawab. Ini pertentangan antara hukum Islam dan nasional. Ngerti enggak? Saudara ahli?.

Nandang: Bukan ahli.

Edison: Ya sudah. Enggak usah dijelaskan nanti menjerumuskan. Itu jawaban saudara tadi yang bisa saya tangkap ya saya jelaskan.

Jika ada pertentangan ini saksi bilang maka hukum positif yang digunakan. Nanti kalau dipertentangkan, ajukan lagi saksi ahli. Ahli perbandingan hukum dan lain sebagainya.

Saya tahu sodara (ahli) bisa menjawabnya, tapi bukan keahlian saudara.

Bahar: Saudara prof mohon maaf apabila seorang ayah anaknya umur 10 tahun tidak shalat dipukul oleh ayahnya apakah masuk tindak pidana?

Nandang: Tidak karena itu pendidikan dalam batas-batas tertentu.

Jangan kan ada hubungan darah biologis, saya sebagai dosen membentak mahasiswa atau memukul mahasiswa dalam kewenangan kapasitas saya dalam batas-batas kewajaran.

Bahar kemudian kembali bertanya, namun kali ini bahara membacakan sebuah hadis Imam Malik dalam kitab Az Zohiroh.

Bahar: Artinya, kalau ada orang yang mengaku sebagai cucu nabi, barang siapa yang mengaku-ngaku sebagai habib ibarat kata, maka menurut Imam Malik berarti kata beliau harus dipukul, bukan pukulan biasa tapi pukulan keras, itu menurut Imam Malik.

Bukan hanya dipukul, diumumkan bahwasannya dia ini habib palsu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang supaya ke depan tidak mengaku-ngaku.

Lalu dipenjara lama sehingga dia bertaubat ke Allah.

Bahar lantas menanyakan perihal hadis itu kepada saksi ahli bagaimana tanggapannya jika dilihat dari sisi hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Bahar: Apabila ada seseorang melakukan sebagaimana dikatakan Imam Malik dalam islam, apakah itu termasuk pidana atau tidak?

H Oo Sunaryo dihadirkan sebagai saksi pada kasus dugaan penganiayaan terhadap Zaki (cucunya) yang dilakukan oleh Habib Bahar bin Smith, Kamis (4/4/2019).
H Oo Sunaryo dihadirkan sebagai saksi pada kasus dugaan penganiayaan terhadap Zaki (cucunya) yang dilakukan oleh Habib Bahar bin Smith, Kamis (4/4/2019). (Tribun Jabar/Daniel Andreand Damanik)

Pertanyaan itu kemudian dijawab saksi ahli Nandang bahwa hal tersebut (mengaku habib) merupakan pelanggaran lantaran memalsukan identitas.

Nandang: Dalam KUHP kita, itu pemalsuan identitas, diancam pidana. Tapi tindakan reaksi orang yang merasa dirugikan itu yang mungkin masih perlu diperdebatkan.

Nandang sempat ingin menjelaskan relevansi pengaruh hukum pidana Islam, namun belum juga menjelaskan hakim langsung memotong.

Edison: Saudara saksi, jawaban saudara saksi sudah jelas tadi. Bahwa itu sesuai hukum pidana. Sesuai hukum positif kita bahwa pemalsuan atau memalsu identitas.

Jawaban saudara tegas sudah diatur dalam hukum positif.

Nandang pun kemudian mengakui bahwa kapasitas untuk menjelaskan perihal hukum pidana Islam terbatas.

Pada sidang sebelumnnya kasus penganiayaan dua remaja dengan terdakwa Habib Bahar bin Smith yang digelar Kamis (14/3/2019), Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapan tertulis atas eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa. 

Berikut 5 fakta sidang ketiga Habib Bahar bin Smith yang dirangkum dari Tribun Jabar.

1. JPU minta majelis hakim tolak semua eksepsi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim menolak atas seluruh eksepsi tim Penasehat Hukum Terdakwa Habib Bahar bin Smith di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Kamis (14/3/2019).

Seluruh permohonan penolakan tersebut disampaikan JPU di hadapan majelis hakim dalam persidangan yang beragendakan tanggapan tertulis dari JPU atas eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa.

"Kami meminta majelis hakim untuk menolak seluruh eksepsi yang diajukan, menyatakan bahwa surat dakwaan yang kami susun sudah lengkap dan cermat, menerima surat dakwaan yang akan dijadikan dasar pemeriksaan dan mengadili terdakwa, dan melanjutkan persidangan untuk mengadili terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum.

Majelis hakim pun kemudian meminta waktu untuk memutuskan hal tersebut.

2. Habib Bahar bin Smith ancam Jokowi

Habib Bahar bin Smith dan Jokowi
Habib Bahar bin Smith dan Jokowi (Kolase TRIBUN KALTIM/DOK TRIBUNNEWS)

Habib Bahar bin Smith mengeluarkan pernyataan bernada 'ancaman' kepada Presiden Jokowi.

Pernyataannya soal Jokowi itu dikatakan Habib Bahar bin Smith saat ia ditemui sejumlah wartawan seusai menjalani sidangnya yang beragendakan pembacaan tanggapan tertulis dari Jaksa Penuntut Umum atas eksepsidari tim kuasa hukum terdakwa.

"Saya sampaikan kepada Jokowi, tunggu saya keluar. Ketidakadilan hukum, ketidakadilan hukum dari Jokowi, akan dia rasakan pedasnya," kata Habib Bahar bin Smith saat keluar ruangan sidang di Gedung Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bandung, Jalan Ambon, Kota Bandung, Kamis (14/3/2019).

Pernyatan tersebut dinyatakannya saat ia sedang berjalan keluar ruang sidang.

3. Kepala Staf Kepresidenan tanggapi pernyataan Habib Bahar bin Smith

Presiden Jokowi dan Moeldoko
Presiden Jokowi dan Moeldoko (IST/Warta Kota)

Pernyataan bernada 'ancaman' dari Habib Bahar bin Smith kepada Presiden Jokowi, ditanggapi Staf Kepresidenan Moeldoko.

Ia menilai pernyataan Habib Bahar bin Smith yang bernada ancaman kepada Presiden Jokowi adalah bentuk penggiringan opini masyarakat yang bermuatan negatif.

"Saya pikir dari dulu sudah sebuah penggiringan opini berjalan terus-menerus semua persoalan selalu dikaitkan dengan Pak Jokowi, bahkan sandal hilang di masjid pun Pak Jokowi yang disalahkan," ujar Moeldoko di Pangkalpinang, Bangka Belitung, Kamis (14/3/2019).

Ia pun melihat pernyataan Bahar yang bernada ancama kepada Jokowi, menunjukkan dirinya tidak mengetahui secara baik sistem hukum di Indonesia.

Menurutnya, pernyataan Habib Bahar bin Smith membuat seolah-olah presiden mengintervensi hukum di Indonesia.

Padahal, Moeldoko menjelaskan, Presiden Jokowi tidak pernah mengintervensi hukum sama sekali, termasuk kasus penganiayaan yagn melibatkan Habib Bahar bin Smith.

"Semua hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum adalah ditangani sepenuhnya oleh aparat penegak hukum tentunya, jadi presiden dalam konteks ini sama sekali tidak intervensi tidak ikut campur," kata Moeldoko.

4. Kronologi kejadian penganiayaan

Awalnya, kedua korban dijemput dari rumahnya pada tanggal 1 Desember 2019 sekitar pukul 10.30 WIB oleh beberapa orang yang sudah ditetapkan tersangka atas perintah Habib Bahar bin Smith.

"Pada saat dijemput, orangtua korban berinisial IS menghalang-halangi supaya anaknya jangan sampai dibawa. Sehingga orang-orang itu menelepon BS, dan perintah BS diangkut sekalian dengan orangtuanya. jadi orangtuanya mengikuti sampai ke ponpes," Direskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Bagus.

Setelah tiba di pondok pesantren, kedua korban diduga dianiaya.

Hal itu terlihat dari foto-foto yang ditampilkan dalam konferensi pers yang digelar di Polda Jabar.

"Pukul 15.00 WIB, korban dibawa keluar ke belakang pondok kemudian BS bilang katanya melatih (silat), tetapi kita lihat di sini ada gerakan yang langsung kepada korban," ujarnya.

5. Motif Penganiayaan

Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan berdasarkan keterangan dalam pemeriksaan, Habib Bahar bin Smith melakukan penganiayaan karena korban saat di Bali mengaku sebagai Habib Bahar bin Smith.

"Alasan dari hasil pemeriksaan, korban saat di Bali mengaku sebagai BS. Itu aja permasalahannya. kemudian langsung dijemput paksa dirumah, langsung dilakukan penganiayaan pukul 10-11 malam baru dikembalikan. Maka orangtuanya tak diterima lalu dilaporkan ke kepolisian," katanya dalam tayangan di Metro TV.

Dalam kasus ini, polisi menjerat Bahar dengan pasal berlapis yakni Pasal 170 Ayat (2), Pasal 351 Ayat (2), Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perindungan Anak.

[Kontributor Bandung, Agie Permadi]

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Serunya Perdebatan Bahar bin Smith dengan Saksi Ahli di Persidangan..."

BACA JUGA:

Najwa Shihab Tertawa Seusai Dengar Jawaban Adian Napitupulu, 'Ada Orang Lain Yang Mengaku Presiden'

8 Artis Ini Ternyata Anak Pejabat dan Posisinya Tak Sembarangan, Ada Kepala Badan hingga Diplomat

Justin Bieber Follow Instagram Lisa BLACKPINK dan Unggah Foto Ini

50 Ucapan Selamat Ramadhan 2019 dan Selamat Berpuasa, Bisa Dikirim Lewat Semua Media Sosial

Hasil Liga Eropa Arsenal vs Valencia, Duet Lacazette dan Aubameyang Terlalu Perkasa

Likes dan Follow Fanspage Facebook

Follow Twitter

Follow Instagram

Subscribe official YouTube Channel

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved