OTT KPK di Balikpapan

Kayat, Hakim ke-25 yang Ditangkap KPK, Bukti Masih Ada Hakim Nakal di Pengadilan, Ini Faktanya

Penangkapan KPK terhadap Kayat di Balikpapan, Kaltim, membuktikan bahwa masih ada hakim nakal di pengadilan kita

ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA
Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kayat mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Balikpapan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (4/5/2019). KPK menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Balikpapan pada tahun 2018, yakni Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kayat, Advokat Jhonson Siburian, dan Swasta Sudarman. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc. 

Kayat Hakim ke-25 Ditangani KPK, Bukti Masih Ada Hakim Nakal di Pengadilan, Ini Faktanya

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim penyiik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kayat di Balikpapan, membuktikan bahwa masih ada hakim nakal di pengadilan di Indonesia

Atas peristwa ini, Mahkamah Agung dinilai belum serius membenahi lingkungan peradilan di bawahnya.

Ini setidaknya terlihat dari tertangkapnya hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan penerimaan suap.

KPK menetapkan Kayat sebagai tersangka bersama dengan advokat Jhonson Siburian dan pihak swasta Sudarman, Sabtu (4/5/2019).

Kayat dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Jhonson dan Sudarman selaku pemberi disangkakan dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 13 UU No 20/2001.

Kayat ditangkap KPK pada Jumat (3/5) di halaman PN Balikpapan.

Ia diduga menerima uang Rp 100 juta dalam kantong plastik berwarna hitam yang diletakkan di dalam mobilnya oleh Jhonson.

Uang itu berasal dari Sudarman yang pernah menjadi terdakwa perkara pemalsuan surat di PN Balikpapan.

Pada 2018, Kayat yang menangani perkara pemalsuan surat Sudarman menemui Jhonson, pengacara Sudarman. Kayat menawarkan bantuan untuk membebaskan Sudarman dengan imbalan Rp 500 juta.

SEMINAR - Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai mengisi seminar Transparansi dan akuntabilitas dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Hotel Tjokro Kota Balikpapan, Rabu (18/11).
SEMINAR - Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai mengisi seminar Transparansi dan akuntabilitas dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Hotel Tjokro Kota Balikpapan, Rabu (18/11). (TRIBUNKALTIM/BUDI SUSILO)

”SDM belum bisa memenuhi permintaan KYT, tetapi ia menjanjikan akan memberikannya jika tanahnya yang ada di Balikpapan sudah laku terjual,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers.

Atas janji tersebut, pada Desember 2018, Sudarman yang oleh jaksa dituntut 5 tahun penjara bisa lepas dari tuntutan.

Sebulan kemudian, Kayat menagih uang yang dijanjikan dan baru terealisasi Rp 100 juta yang diberikan pada 4 Mei saat akhirnya mereka ditangkap.

”Dalam hal ini, KPK sangat prihatin. Kepolisian dan kejaksaan telah bekerja sekuat tenaga mengungkap kasus ini (kasus pemalsuan surat). Tetapi, dalam proses peradilannya disesatkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan suap oleh hakimnya. Sedihnya lagi, dilakukan juga oleh penasihat hukum. Padahal, aparat penegak hukum ini harus paling bersih,” kata Syarif.

Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali usai terpilih kembali sebagai Ketua MA periode 2017-2022 di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/2017).
Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali usai terpilih kembali sebagai Ketua MA periode 2017-2022 di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/2017). (Repro/Kompas TV)

Hakim ke-25

Kejadian ini tidak sejalan dengan penghargaan yang sempat diterima MA terkait keberhasilan membangun Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi pada 2018.

Kerja sama dengan KPK yang sudah dilakukan bertahun-tahun pun nyatanya belum banyak membuahkan hasil. Syarif pun menegaskan akan berkomunikasi dan memperkuat kerja samanya.

”Ada training yang sudah dilakukan KPK agar mereka bisa melakukan pengawasan terhadap hakim. Training ini sudah berjalan beberapa tahun lalu," kata Syarif.

Bahkan menurutnya, juga ada metode mystery shopper yang dilakukan untuk memantau proses peradilan. Dan yang terbaru adalah kerja sama MA, KPK, dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk membenahi kualitas tata kelola, baik administrasi maupun keuangan, di MA.

Kayat menjadi hakim ke-25 yang ditangani KPK sejak 2004-2019 terkait kasus suap.

Modus itu dilakukan dengan bertemu langsung ataupun via perantara dengan pihak berperkara, baik terdakwa maupun penasihat hukumnya.

”Secara etik saja sudah salah,” ujar Syarif.

Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono memasuki mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari. KPK melakukan penahanan usai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha atas kasus dugaan suap hakim untuk mengamankan putusan banding Marlina Moha yang merupakan ibu dari Aditya Moha.
Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono memasuki mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari. KPK melakukan penahanan usai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha atas kasus dugaan suap hakim untuk mengamankan putusan banding Marlina Moha yang merupakan ibu dari Aditya Moha. (ANTARA FOTO/ROSA PANGGABEA)

Kepala Badan Pengawasan MA Sunarto mengatakan, pembenahan telah dilakukan jajarannya untuk menghilangkan berbagai bentuk suap dan korupsi yang selama ini terjadi di lingkungan peradilan.

Perbaikan sistem sebagai bentuk transparansi proses peradilan juga terus dibangun. Peristiwa semacam ini dikembalikannya kepada individu.

Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, mendorong MA melakukan evaluasi. Ia menilai perilaku hakim yang mudah disuap erat dengan pelaksanaan asas keadilan dan keterbukaan di kalangan internal MA.

Yenti pun meminta hakim yang diduga menerima suap ditindak tegas. Sebab, apabila hakim sudah terlibat suap, hal tersebut memperlihatkan bahwa penegakan hukum benar-benar telah runtuh.

Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Garnasih, saat ditemui di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2015).
Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Garnasih, saat ditemui di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2015). (Kompas.com/abba gabrilin)

Disparitas Putusan

Persoalan disparitas putusan di pengadilan juga menjadi sinyal dugaan adanya suap kepada hakim. Mahkamah Agung didorong serius menindaklanjuti banyaknya aduan tentang putusan tidak wajar untuk mengidentifikasi praktik suap kepada hakim.

Hal ini disampaikan Dosen hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan.Putusan tidak wajar tersebut hendaknya dikaji secara obyektif dengan melibatkan elemen-elemen di luar MA, misalnya perguruan tinggi.

”Semua pengaduan mengenai keputusan tidak wajar segera dikaji, jangan dibiarkan. Kalau kita lihat, pengaduan itu banyak sekali,” ujar Agustinus.

Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Bengkulu, Suryana, dikawal petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9). Selanjutnya Suryana akan diperiksa secara mendalam oleh penyidik KPK, karena di duga menerima suap terkait penanganan perkara.
Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Bengkulu, Suryana, dikawal petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9). Selanjutnya Suryana akan diperiksa secara mendalam oleh penyidik KPK, karena di duga menerima suap terkait penanganan perkara. (KOMPAS/ALIF ICHWAN)

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyampaikan, peristiwa ini menunjukkan ketidakseriusan MA dalam membenahi dunia peradilan.

Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2018 yang mengatur pengawasan di lingkungan MA dan bertujuan mencegah terjadi suap dan tindak pidana korupsi dalam penanganan perkara pun dinilai gagal.

“Sistem pengawasan belum berjalan optimal. Perlu ada grand design pengawasan,” ujar Kurnia.

Ada tiga tahapan yang ditemukan ICW tentang korupsi di sektor peradilan dan tercermin dalam tiap perkara korupsi sektor peradilan yang ditangani KPK.

Pertama, saat mendaftarkan perkara dengan meminta uang jasa. Kedua, tahap sebelum persidangan yang biasanya ditujukan untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan.

Ketiga, saat persidangan dengan menyuap para hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.

Hakim Kayat Gunakan Kantong Kresek

OTT KPK di Balikpapan pada Sabtu (4/5/2019) KPK menetapkan status tersangka pada ‎tiga orang yaitu hakim Kayat, advokat Jhonson Siburian, dan pihak swasta Sudarman atas kasus dugaan suap pemulusan perkara penipuan pemalsuan surat.

Penangkapan terhadap kelimanya bermula dari informasi masyarakat akan terjadinya penyerahan uang dari Jhonson kepada Hakim Kayat.

Diduga penyerahan uang untuk membebaskan terdakwa Sudarman dari perkara pidana dengan dakwaan penipuan yang disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan.

‎Sekitar pukul 17.00 WITA, Jumat, 3 Mei 2019 di halaman parkir depan Pengadilan Negeri Balikpapan.

RIS (Rosa Isabela, staf dari Jhonson Siburian) terlihat berjalan ke arah mobil KYT (Kayat) yang diparkir di depan Pengadilan Negeri Balikpapan.

Membawa sebuah kantong kresek plastik hitam.

"Kantong kresek ya (dua lapis) berisikan uang Rp 100 juta," tutur Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019).

Saat Rosa Isabela sampai di mobil berwarna silver yang diduga merupakan mobil Kayat dan ingin meletakkan uang tersebut mobil dalam keadaan terkunci.

Kemudian Rosa Isabela menghubungi Kayat agar membuka kunci mobilnya.

DIPERIKSA - petugas kepolisian berjalan di depan pintu masuk kantor Pengacara JS di kawasan jl Syarifuddin Yoes, Balikpapan, Minggu (5/5). Petugas KPK kembali melakukan pemeriksaan di kantor pengacara JS Yang ditetapkan sebagai satu dari tiga orang tersangka dalam kasus OTT di Balikpapan
DIPERIKSA - petugas kepolisian berjalan di depan pintu masuk kantor Pengacara JS di kawasan jl Syarifuddin Yoes, Balikpapan, Minggu (5/5). Petugas KPK kembali melakukan pemeriksaan di kantor pengacara JS Yang ditetapkan sebagai satu dari tiga orang tersangka dalam kasus OTT di Balikpapan (TribunKaltim.Co/Fachmi Rachman)

Nah, Hakim Kayat kemudian membuka kunci mobil dari kejauhan menggunakan remote control.

Setelah mobil terbuka, Jhonson mendatangi Rosa Isabela dan meletakkan uang dalam plastik kresek tersebut di kursi mobil silver.

Kemudian satu lapis kresek hitam lainnya digunakan untuk membawa botol minuman bekas sambil berjalan menjauhi mobil tersebut.

Diduga hal ini dilakukan agar seolah-olah tetap terlihat membawa kantong kresek hitam meskipun uang telah ditinggalkan dI mobil Hakim Kayat.

"Jadi ada dua kantong Keresek hitam, seperti untuk mengelabuhi," tegas Laode.

Setelah Rosa Isabela dan Jhonson pergi, Hakim Kayat datang ke mobilnya.

Lalu tim KPK mengamankan Hakim Kayat dan barang bukti uang Rp 100 juta di dalam tas kresek hitam yang ada di mobil tersebut serta uang Rp 28,5 juta yang ada di tas Hakim Kayat.

Di saat bersamaan tim yang lain juga mengamankan Jhonson dan Rosa Isabela‎ yang masih berada di lingkungan Pengadilan Negeri Balikpapan.

Ketiganya lalu dibawa ke Polda Kalimantan Timur atau biasa disebut Polda Kaltim.

2 tersangka kasus suap PN Balikpapan saat tiba di gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019). Dari operasi tangkap tangan (OTT) di Balikpapan, Kaltim, KPK mengamankan seorang hakim, panitera muda, dan dua orang pengacara. KPK mengamankan uang sekitar Rp 100 juta yang diduga terkait suap dalam penanganan kasus penipuan di persidangan.
2 tersangka kasus suap PN Balikpapan saat tiba di gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019). Dari operasi tangkap tangan (OTT) di Balikpapan, Kaltim, KPK mengamankan seorang hakim, panitera muda, dan dua orang pengacara. KPK mengamankan uang sekitar Rp 100 juta yang diduga terkait suap dalam penanganan kasus penipuan di persidangan. (Tribunnews/JEPRIMA)

Kemudian tim membawa Jhonson ke kantornya dan mengamankan uang Rp 99 juta dalam pecahan Rp 100 ribuan.

Diduga uang ini merupakan bagian uang yang diberikan Sudarman untuk mengurus perkara pidana di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Selanjutnya ‎tim menuju rumah Sudarman di daerah Jalan Soekarno Hatta, Kota Balikpapan.

Di sana, pukul 19.00 WITA tim mengamankan Sudarman dan pukul 21.00 WITA, tim mengamankan Fahrul (panitera muda pidana) di rumahnya.

Pagi tadi kelimanya dibawa ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

"Dari hasil gelar perkara, ‎KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka," tegas Laode.

Ketiganya ialah ‎Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Hakim Kayat sebagai penerima suap dan Advokat Jhonson Siburian serta pihak swasta Sudarman sebagai pemberi suap.

"KYT (Kayat) bertemu dengan JHS (Jhonson Siburial) pengacara SDM (Sudarman) menawarkan bantuan fee Rp 500 juta jika ingin SDM bebas‎," tambah Laode.

Hal ini sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu pihak yang diduga pemberi, Sudarman dan Jhonson disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55.[]

[RIANA A IBRAHIM DAN FAJAR RAMADHAN]

Artikel ini tayang di Kompas.id dengan judul "Masih Ada Hakim Nakal di Pengadilan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved