Satwa Mamalia
Awalnya Warga Mengira Buaya, Ternyata Pesut Terdampar di Perairan Manggar, Sekarang Begini Nasibnya
Warga di Manggar Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur digegerkan penemuan mamalia laut yang awalnya warga mengira sebagai sosok buaya.
Penulis: Siti Zubaidah | Editor: Budi Susilo

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pagi hari warga di Manggar Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur digegerkan penemuan mamalia laut yang awalnya warga mengira sebagai sosok buaya.
Telah ditemukan mamalia Pesut. Satwa mamalia berkulit hitam ini terdampar dengan kondisi luka dan lemas.
Kontan adanya temuan Pesut tersebut, menghebohkan warga di RT 43 Gang Selili, Jalan Mulawarman, Kelurahan Manggar, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Jumat (21/6/2019) pagi.
Penelurusan Tribunkaltim.co, awalnya anak-anak yakni Ichsan Wagola (23), Surya Darmasyah (16), Herdian (17), Andi Noor Sam Okta Mahendra (16), Sauf Noor Syahrir dan Ramadani Wagola (18) mengira ada reptil buaya.
Ternyata setelah didekati dan melihat lebih jelas, anak-anak ini kaget, ternyata bukan reptil buaya tetapi Pesut yang sedang terdampar.
"Kami kira buaya, ternyata ada siripnya. Buaya kan tidak ada siripnya," ujar Ella, saksi mata.
Jadi ketika didekati ternyata bukan buaya.
"Kami kan orang awam. Dikira itu buaya. Tapi bukan. Tidak tahu juga apakah itu lumba,-lumba atau paus. Jadi sembarang sebut saja," kata Ella warga RT 43 yang menyaksikan langsung si Pesut tersebut terdampar di perairan Manggar.
Saat melakukan evakuasi si Pesut, warga mengambil langkah pertama, yang jemput 3 orang warga.
Kemudian dibantu warga yang lain.
Hewan itu diangkat dan dirangkul.
"Saya langsung lapor ke Bu Lurah, ternyata Bu Lurah ada di Banyuwangi. Disarankan ke Babinsa," ujar Ella.
Disarankan melihat langsung Pesut tersebut, karena takut Pesut itu mati sehingga disarankan dilepas saja.
"Tadi dilepas sekitar jam 10 an. Si Pesut luka dan lemas, di daerah sirip tengahnya ada lukanya. Pesut kami lihat sepertinya punya panjang sekitar dua meteran," katanya
Walau kondisi Pesut nampak lemas dan terluka, warga tetap rela untuk melepaskan.
"Tadi dilepas menggunakan pelampung, sambil dipeluk," katanya.
Tadi dilepas oleh warga.
"Dilepas menggunakan pelampung, dipeluk. Karena kami takut ikannya mati," ujarnya.
Peristiwa sekitar dua tahun lalu ada kisah Pesut yang memprihatinkan.
Peneliti senior dari Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) Danielle Krab, menyebut saat ini jumlah pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) hanya tersisa sekitar 80 ekor.
Selain kesibukan alur pelayaran ponton batu bara di Sungai Mahakam, sampah plastik pun ikut mengancam kelangsungan hidup satwa endemik ini.
"Sampah jadi persoalan, saya pernah buka (bedah) perut pesut mati, di dalamnya terdapat popok bayi. Dia mati kelaparan karena tidak ada makanan yang lain masuk," kata peneliti asal Belanda ditemui di Rumah Budaya Kutai, Senin (27/11/2017).
Menurut Danielle, gigi yang dimiliki pesut bukan untuk mengunyah tapi menggenggam, kemudian ditelannya.
Jadi, sampah plastik yang dibuang ke sungai langsung ditelan karena dikiranya ikan-ikan kecil yang menjadi santapannya.
Danielle mengemukakan, sampah plastik yang dibuang di sungai memperjelek kualitas ekosistem sehingga perlu solusi.
Warga yang hidup di sepanjang bantaran Sungai Mahakam atau tinggal di rumah rakit diimbau tidak membuang sampah ke sungai, terlebih sampah plastik yang sulit terurai.
"Sampah dikumpulkan, lalu dibakar di atas," sarannya.
Ia mengatakan, pemerintah wajib menyediakan tempat sampah di setiap desa atau membangun TPA karena sungai bukan tempat untuk sampah.
Menurut Danielle, angka kematian pesut diketahui rata-rata 3 ekor/tahun.
Sedangkan jumlah kelahiran sedang diselidiki tahun ini.
Sebelumnya, lanjut dia, angka kelahiran berkisar 5 ekor/tahun, semestinya populasi pesut naik, berarti ada kematian yang tidak diketahui sehingga populasi itu stagnan.
"Populasinya justru cenderung turun, satu ekor pesut betina menghasilkan seekor bayi pesut. Usia kehamilan 14 bulan, menyusui 1,5 tahun, artinya seekor pesut betina baru punya anak dalam jangka waktu 2-3 tahun. Pesut ini tidak terlalu sering punya anak. Usia 8 tahun baru mulai reproduksi, sedangkan pesut jantan malah lebih lambat," paparnya.
Penggunaan alat setrum dan racun ikan dalam penangkapan ikan juga berdampak pada berkurangnya populasi pesut.
"Alat setrum ini akan mematikan telur ikan dan benih-benih ikan, serta membuat pesut steril. Ini dapat merugikan nelayan tradisional jika banyak ikan yang mati akibat penggunaan alat setrum dan racun," tuturnya.
Pemerintah sendiri sudah membuatkan regulasi, namun pengawasan di lapangan masih lemah. Sanksi yang diterapkan selama ini masih sebatas penyitaan alat sehingga belum memberikan efek jera. (*)
(Tribunkaltim/Siti Zubaidah)
Subscribe official Channel YouTube:
BACA JUGA:
Yusril Pertanyakan Data Kecurangan 22 Juta Suara Saat Jaswar Koto Bersaksi, Begini Faktanya
5 Rekomendasi Drama Korea Romantis Tayang Juli 2019, Cha Eun Woo di Rookie Historian Goo Hae Ryung
Kevin Aprilio Terjerat Utang hingga 17 Miliar, Ini Orang yang Membantunya Bangkit dari Kebangkrutan
Ini Rekam Jejak Marsudi Wahyu Kisworo, Ahli yang Dihadirkan KPU, Profesor IT Pertama Indonesia