Atasi Serangan Ular, Pihak Perumahan Terkenal Ini Bersihkan Rumput Liar, Seorang Satpam Sudah Tewas

Namun karena cara memegang yang kurang tepat, Satpam perumahan bernama Iskandar tersebut digigit pada bagian jari telunjuk kirinya.

Editor: Doan Pardede
IST
Iskandar, sekuriti Cluster Michelia, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, yang tewas digigit ular berbisa. 

TRIBUNKALTIM.CO - Seorang petugas keamanan di Cluster Michelia, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, tewas digigit ular berbisa.

Petugas kemananan bernama Iskandar tersebut tewas tewas digigit ular berbisa saat mencoba mengamankan reptil yang berkeliaran di pelataran rumah warga.

Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan (Tangsel), Muharram Wibisono Adipradono, mengonfirmasi hal peristiwa yang jarang terjadi itu.

"Iya seorang sekuriti tewas digigit ular," terang Muharram saat dihubungi TribunJakarta.com, Kamis (22/8/2019).

Dari informasi yang dihimpun, ular yang diketahui berjenis welan atau Banded Krait terlihat di depan rumah seorang penghuni perumahan itu.

Karena tidak memiliki peralatan yang memadai untuk menangkap ular itu, pemilik rumah melapor kepada sekuriti.

Datanglah sekuriti Iskandar dan Jaelani.

Iskandar menahan bagian kepala ular dengan gagang sapu lidi dan menangkap bagian kepalanya.

Namun karena cara memegang yang kurang tepat, Iskandar digigit pada bagian jari telunjuk kirinya.

Iskandar spontan menghisap darah ular berharap racunnya keluar.

Iskandar sempat dilarikan ke Rumah Sakit Bethsaida, namun di sana tidak ada serum anti racun bisa ular itu.

Lalu Iskandar dilarikan ke Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang.

Dirinya sempat mendapat perotolongan medis dengan serum, namun nyawanya tak tertolong.

Iskandar mulai sesak napas hingga meninggal dunia.

Sementara, pengembang Summarecon yang wilayahnya cukup besar di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, melakukan antisipasi terhadap serangan ular.

Head of Public Relations area Serpong PT Summarecon, Agung I Made Regi Julian, pihaknya mengantisipasi hewan liar dengan membabat rumput liar yang berpotensi menjadi sarang ular.

"Iya kami antisipasi dengan adanya kejadian ini membersihkan area-area yang bisa jadi sarang hewan berbahaya," kata Regi saat dihubungi.

Hal itu demi menjamin kenyamanan konsumen dan warga yang tinggal di area Summarecon.

"Caranya membabat area yang banyak ilalang dan rumput-rumput liar yang berpotensi jadi sarang ular," ujarnya.

Baca juga :

VIDEO VIRAL Ular Muncul dari Kloset, Pas Ditarik Panjangnya Mencapai 3 Meter

Niatnya Menembak Ular yang Masuk Kamar, Pria Ini Malah Tak Sengaja 'Bunuh' Istrinya yang Hamil

Anggota Brimob tewas digigit ular di Papua

Anggota satgas Amole yang bertugas di Papua, Brigadir Kepala Desri Sahrondi meninggal karena gigitan ular.

Diwartakan Antara News, Bripka Sahroni digigit ular pada Sabtu (27/7/2019) lalu dan meninggal dua hari kemudian, Senin (29/7/2019).

Kronologinya, Bripka Sahroni tengah menjaga teman-temannya yang sedang mandi di Kali Iwaka.

Korban digigit ular di tangan kanannya, lalu Bripka Sahroni menangkap ular dan memasukkannya ke botol air mineral.

Meski sempat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit, nyawa Bripka Sahroni tak bisa tertolong.

Polda Papua memastikan Bripka Desri Sahrondi (40) gugur akibat digigit ular derik di sekitar Pos Iwaka, Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua.

Bripka Desri Sahrondi mengembuskan napas terakhir pada Senin (29/7/2019) pukul 09.55 WIT di RS Mitra Masyarakat Mimika.

"Rencana awal pukul 14.00 WIT jenazah korban akan dipulangkan ke Sumatera Barat," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal melalui rilis, Selasa (30/7/2019).

Kamal menjelaskan, kejadian bermula pada Sabtu (27/7/2019) pukul 11.30 WIT.

Korban beserta rekannya Bripka M Suhirman melaksanakan pengamanan area di sekitar Pos Iwaka Kuala Kencana.

Mereka menjaga rekan anggota Brimob lain yang sedang mandi di sungai.

Pada saat pengamanan tersebut, korban duduk di atas batang kayu yang sudah ditebang dan tangan kanan menyandar di pohon tersebut.

Tiba-tiba, seekor ular jenis death adder muncul dari balik batang kayu dan langsung menggigit tangan kanan korban.

Selanjutnya, Bripka Desri refleks memegang ular tersebut meski sempat digigit beberapa kali dan memasukkannya ke dalam botol air mineral yang dipegangnya.

Setelah digigit, Desri memijat tangan kanan bekas gigitan ular dengan maksud untuk mengeluarkan racun.

"Mengetahui korban digigit ular, anggota lain langsung memanggil Posko Amole 00 untuk meminta bantuan ambulans," kata Kamal.

Baca juga :

Inilah Cara Melepas Lilitan Ular Sanca atau Piton, Jangan Langsung Ditarik Bila Kena Gigit 

Pria Ini Tewas Dililit Ular Sanca Peliharaannya, Warga lalu Buru dan Bunuh Ular Seberat 17 Kg Itu

Pukul 12.30 WIT, ambulans datang dan membawa korban ke Klinik Kuala Kencana dengan kondisi yang sudah tidak sadarkan diri.

Korban sempat kehilangan napas.

Petugas medis di Klinik Kuala Kencana berhasil melakukan resusitasi sehingga korban dapat bernapas kembali.

Selanjutnya, petugas medis Klinik Kuala Kencana merujuk korban ke RS Mitra Masyarakat Mimika untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Pada Senin (29/7/2019) pukul 09.30 WIT, korban mengalami penurunan tanda-tanda vital.

Pukul 09.40 WIT, korban mengalami cardiac arrest atau henti jantung dan dilakukan resusitasi.

"Kemudian pada pukul 09.55 WIT korban dinyatakan meninggal dunia," ujar Kamal.

Penjelasan Ahli

Pakar toksinologi dan bisa ular Dr dr Tri Maharani, M.Si SP menceritakan, ular yang menggigit Bripka Sahroni bukanlah jenis derik, melainkan ular death adder dengan nama latin acantopis.

Tri mendapatkan laporan dari salah satu rekannya pada Sabtu (27/7/2019) malam.

Setelah diteliti, ular tersebut berjenis death adder dengan sifat neurotoksin yang hebat.

"Memang bentuknya kayak ular derik. Tapi bukan, namanya death adder. Sifatnya beda, neurotoksinnya amat sangat kuat sekali. Menyebabkan gagal napas, gagal jantung, sehingga tingkat kematian tinggi," kata Tri saat diwawancara Kompas.com, Selasa (30/7/2019) sore.

Satu-satunya dokter dari Indonesia yang turut dalam tim pembuat pedoman penanganan gigitan ular berbisa dari lembaga kesehatan dunia atau WHO ini menuturkan, bisa ular jenis death adder tidak menyebar melalui aliran darah, melainkan kelenjar getah bening.

Bisa ular bekerja dengan cara memblok saraf-saraf dalam tubuh, sehingga dapat terjadi kelumpuhan otot yang didukung oleh syaraf tersebut.

Penanganan pertama atau first aid korban gigitan ular death adder menjadi satu hal penting guna mengurangi potensi keparahan yang muncul akibat bisa ular.

Penanganan

First aid dapat dilakukan dengan immobilisasi atau memperkecil gerakan bagian tubuh yang terkena gigitan.

Presiden Toxinology Society of Indonesia ini menegaskan, memijit bagian tubuh yang terkena gigitan dengan tujuan mengeluarkan bisa ular hanya akan memperparah keadaan.

"Karena bisa ular tidak lewat pembuluh darah, jadi kalau dikeluarkan darahnya itu tidak akan mengeluarkan venomnya. Ya venomnya tetap nyebar, korban bisa mati," ujar Tri.

"Tapi venomnya lewat kelenjar getah bening, yang harus dilakukan untuk tidak menyebarkan, dilakukan immobilisasi, dibuat tidak bergerak (bagian tubuh yang tergigit atau meminimalkan gerak anggota tubuh yang tergigit), dan untuk neurotoksin ditambahin pressure bandage," lanjut dia.

Tri menjelaskan, terdapat dua kegunaan pressure bandage immobilisasi. Pressure Bandage Immobilization.

Pertama, pressure compresses lymphatic drainage untuk melambatkan absorbsi venom dalam mikrosirkulasi.

Selain itu, dapat menginhibisi gross muscle movement yang menurunkan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic dari stimulasi lymphatic drainage.

"Kalau imbolisasi saja maka hanya menginhibisi gross muscle movement yang menuntukan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic drainage," papar Tri.

Perlu digaris bawahi, first aid yang salah menyebabkan kondisi korban masuk ke fase yang menjadikan organ tubuh rusak dan membutuhkan antivenom.

Anti-bisa Mahal

Tri menyampaikan, anti venom ular jenis ini belum diproduksi di Indonesia, melainkan hanya dibuat di Australia.

"Harganya mahal, sekitar Rp 80-an juta satu vialnya. Saya pernah memberi antivenom death adder. Prosedur impor pun tidak mudah, harus mengurus ijin impor dulu yang bisa membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan," tutur Tri.

Peran tenaga medis pun juga penting di sini.

Tenaga medis kudu paham apa yang harus dilakukan kepada korban jika mengalami beberapa hal.

"Jika korban mengalami respiratory failure maka harus dilakukan intubasi lalu dipasang ventilator, lanjut diberi antivenom disertai anticholinesterase. Jika terjadi bradikardi maka perlu diberi atropine sulphate (0,6 mg untuk dewasa dan 50 mikrogram/kg untuk anak-anak)," tambah Tri.

Pemberian anticholinesterase tersebut diulang empat jam sekali.

Mengacu pada WHO tahun 2016, uji coba anticholinesterase harus dilakukan pada setiap pasien dengan keracunan neurotoksik.

Wilayah Timur

Tri menjelaskan, ular death adder banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Maluku.

"Saya pernah menemuinya (ular death adder) dari daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, Timika. Itu di mana-mana (ditemukan). Di hutan, rumah, jalan, atau sungai," ujar Tri.

Tri menjelaskan, ular akan menggigit jika merasa terancam.

"Ular tidak akan menggigit kalau kita (manusia) tidak membuat dia (ular) terancam," jelas dia.

(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved