Jaringan Internet di Papua Masih Lenyap, Ada 500 Situs Website Kabarkan Berita Bohong Soal Papua
29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua, dan 13 kabupaten di Papua Barat yang akses internetnya masih dibatasi.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Penutupan akses internet di Papua dilakukan pemerintah untuk meredam gejolak dan keresahan akibat kerusuhan yang baru saja terjadi.
Kali ini banyak pihak tak bertanggungjawab terus menggoreng isu kerusuhan lewat kabar-kabar hoaks,
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara mengatakan sebanyak 500 ribu URL (Uniform Resource Locator) atau alamat website, terdeteksi menyebar hoaks yang berpotensi memperkeruh situasi di Papua dan Papua Barat.
Menurutnya hal tersebut yang menjadi salah satu alasan layanan internet di daerah papua masih dibatasi.
Saat ini ada 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua, dan 13 kabupaten di Papua Barat yang akses internetnya masih dibatasi.
"Jumlahnya masih sangat tinggi. Kontennya tidak hanya berita bohong tapi juga menghasut dan mengadu domba," kata Rudiantara di Padang, Senin (2/9/2019).
Menurutnya pemulihan akses internet akan dilakukan secara bertahap, tergantung situasi terkini di Papua dan Papua Barat.
Ia juga mengatakan sudah ada tim yang akan menilai situsi papua terkini.
Jika kondusif, ases internet dipulihkan per daerah.
"Menkopolhukam sudah memastikan daerah yang kondusif akan dipulihkan."
"Kita sudah ketemu provider untuk membahasa skenario pemulihan itu," ujarnya.
Situasi tidak kondusif, menurut Rudiantara, diakibatkan aksi demontrasi yang berlangsung anarkis di wilayah Papua dan Papua Barat.
Pemerintah membatasi akses internet di daerah tersebut dengan dalih untuk meredam situasi.
Pemerintah Indonesia memulangkan warga Australia yang terlibat demo di Sorong Papua.
Mereka melakukan kegiatan melanggar tujuan izin tinggal di Indonesia.
Empat orang warga Australia dideportasi ke negaranya, karena diduga terlibat aksi demo di Sorong, Papua, pada 27 Agustus 2019.
Tiga dari empat orang tersebut sudah diterbangkan ke Australia.
Sementara, satu orang lagi masih dititipkan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar di Jalan Raya Uluwatu, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (3/9/2019).
Dilansir dari Kompas.com, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie mengatakan,
satu WNA yang masih ditempatkan di Rudenim bukan karena akan dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Namun, penitipan karena menunggu maskapai penerbangan yang akan membawa WNA bernama Cheryl Melinda Davidson (36) tersebut kembali ke Australia.
Rencananya, dia akan diterbangkan ke Australia pada Rabu (4/9/2019) besok.
"Pemeriksaan terhadap mereka sudah selesai mereka diperiksa oleh aparat di Sorong
Termasuk kantor imigrasi kelas ll TPI Sorong.
Jadi di sini tinggal untuk pemulangan saja. Jadi tindakan administrasi keimigrasiannya sudah tuntas oleh kepala kantor imigrasi kelas ll TPI Sorong," ujar Ronny F Sompie di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Selasa.
Adapun, tiga warga Australia yang sudah diberangkatkan bernama Baxter Tom (37), Hellyer Danielle Joy (31), dan Cobbold Ruth Irene (25).
Ketiga WNA lainnya sudah diterbangkan melalui Bandara Udara I Gusti Ngurah Rai pada Senin (2/9) pukul 22.30 Wita.
Mereka dipulangkan karena melakukan kegiatan yang tak sesuai dengan izin tinggalnya.
Menurut Ronny F Sompie, warga Australia tersebut ditemukan oleh instansi penegak hukum dan aparat keamanan di Sorong.
Keempat orang tersebut ikut terlibat dalam demo dan unjuk rasa yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangan mereka di Indonesia.
Keempat warga Australia itu sempat diperiksa oleh petugas imigrasi.
"Pemeriksaan secera mendalam berdasarkan dokumen perjalanan visa dan izin tinggalnya," kata Ronny F Sompie.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu Warga Australia yang Ikut Demo di Sorong Dititpkan di Rudenim Bali"