OJK Siapkan Lembaga Penyelesaian Sengketa Fintech, Begini Prosesnya hingga Rampung di Tahun 2020
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan lembaga penyelesaian sengketa di industri financial technology (fintech)
TRIBUNKALTIM.CO - Sengketa terkait industri financial technology (fintech) kerap merugikan nasabah.
Dalam waktu dekat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan lembaga penyelesaian sengketa di industri financial technology (fintech)
Salah satu yang dipersiapkan adalah para ahli yang kompeten mengurusi masalah fintech.
"Yang penting orangnya saja dulu yang mengerti sengketa fintech. Jangan sampai orang dari multifinance mengurusi ini karena setiap orang punya kapasitas yang berbeda-beda," kata Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito di Jakarta, pekan lalu.
Ke depan lembaga ini akan dilebur dengan enam lembaga penyelesaian sengketa dari sektor jasa keuangan lain.
Di bawah naungan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), regulator menargetkan penyatuan lembaga tersebut rampung pada 2020.
BACA JUGA:
Aplikasi Fintech TaniFund Dimunculkan Berantas Lintah Darat yang Jerat Petani
Berikut Daftar 127 Fintech Terdaftar dan Diawasi OJK per 7 Agustus 2019
Iklan Perempuan Rela Digilir Seharga Rp 1,054 Juta untuk Bayar Utang,Ternyata Korban Fintech Ilegal
Enam lembaga tersebut adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi dan Arbitrases Asuransi Indonesia (BMAI), serta Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP).
Ada juga Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), serta Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI).
Menyatukan lembaga bukan sesuatu yang mudah.
Menurut Sarjito, untuk saat ini proses penyatuan masih berjalan.
Tujuan penyatuan lembaga ini untuk membuat kerja dan bujet operasional yang dikeluarkan lebih efisien.
"Begitu bersatu akan lebih efisien, jangan sampai ada satu lembaga yang sepi laporan sengketa seperti BAPMI. Kemudian daripada biaya overhead tinggi tinggi maka kami satukan," kata Sarjito.

Viral di Medsos
Beberapa waktu lalu, korban fintech ilegal sempat viral di medsos.
Aplikasi pinjaman via online atau financial technology (fintech) peer to peer lending ilegal kembali memakan korban.
Beredar sebuah iklan yang menyatakan seorang perempuan rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi fintech Incash.
Iklan ini viral di media sosial.
Diduga iklan ini dibuat oleh oknum debt collector yang menagih pinjaman kepada si perempuan yang dimaksud dalam iklan.
Diketahui korban bernama Yuliana Indriati dan sudah meminta bantuan hukum dari ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya dan Polretabes setempat.
Kisah ini berasal beberapa waktu lalu, Yuliana meminjam uang sebesar Rp 1 juta kepada sebuah perusahaan fintech pinjaman online, Incash.
Kala itu, Ia meminjam dana tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
"Pinjamnya belum ada dua minggu ini. Saya meminjam Rp 1 juta, tapi terima hanya Rp 680.000. Saya pinjam untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Yuliana kepada Kontan.co.id pada Rabu (24/7/2019).
BACA JUGA:
Satgas Waspada Investasi Bekukan Fintech yang Iklankan Nasabahnya Jual Diri, Demi Lunasi Utang
Cerita Dona Nunggak Utang Fintech, Hingga Dipecat dari Pekerjaannya Gegara Atasan Ikut Diteror
Tercekik Pinjaman Online? Kenali Pinjaman Online yang Resmi, Berikut 10 Ciri-ciri Fintech yang Legal
Ia meminjam dengan jangka waktu pinjaman atau tenor selama tujuh hari.
Ia mengaku baru telat membayar satu hari, ia mendapatkan teror.
"Baru telat sehari sudah diteror. Mereka bikin group whats app yang ada gambar saya dengan tulisan pelecehan," jelas Yuliana.
Yuliana, pun memilih untuk melakukan gugatan hukum dan pelaporan ke Polrestabes untuk pencemaran nama baik yang diduga sengaja dilakukan fintech peer to peer lending berbendera Incash.
"Itu pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik. Makanya saya laporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Polrestabes," katanya.
Yuliana telah mendapatkan surat kuasa bantuan hukum dari LBH.
Dalam surat kuasa, Yuliana mengaku telah mendapatkan ancaman teror kekerasan, penghinaan serta pencemaran nama baik melalui media teknologi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Kuasa ini diberikan kepada I Gede Sukadenawa Putra SH dan Yuliawan Fathoni yang merupakan pengacara dan konsultan hukum yang tergabung dalam institusi LBH Solo Raya yang beralamat di Sentra Niaga Kawasan Terpadu The Park Mall Jl. Soekarno, Dusun II, Madegondo, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kedua pengacara dan konsultan hukum ini akan bertindak sebagai penggugat dalam perkara pidana berupa ancaman teror kekerasan, dan penghinaan melalui komunikasi telepon kepada Yuliana.
Serta penyebaran konten penghinaan serta pencemaran nama baik Yuliana di media sosial.
Hal ini diduga dilakukan oleh oknum debt collector bisnis online kepada saudara, sahabat, dan kerabat Yuliana guna menjatuhkan harga diri dan martabat.
Pada akhirnya akan menimbulkan efek kebencian dan permusuhan dalam upaya untuk memperoleh penagihan pinjaman uang yang dilakukan oleh Yuliana.
Terkait hal ini, Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Incash adalah fintech yang tak terdaftar di OJK.
"Pelaporan ke polisi adalah tindakan tepat yang dilakukan dengan aduan pencemaran nama baik," ujar Anto, Rabu (24/7/2019).
Pembuatan iklan penjajaan diri sebagai cara penagihan yang diduga dilakukan oleh debt collector adalah pelanggaran kode etik yang menjadi tanggung jawab fintech.
Lantaran Incash tak masuk radar pengawasan OJK, fintech harus mematuhi keputusan Kapolri tentang tatacara penagihan yang bisa disamakan debt collector penagihan berdasarkan fidusia.
Anto menyebut, seiring mulai maraknya kebiasaan masyarakat pada pinjaman fintech, OJK akan terus melakukan edukasi.
"Bahwa yang mudah itu belum tentu aman. Pola berpikir untuk tidak tergiur kecepatan meminjam jika tidak dibarengi dengan kalkulasi risiko bahkan termasuk mengakses pinjaman di perusahaan peer to peer lending ilegal pastinya akan berujung sengsara," ujar Anto.
Kata Anto, OJK dan polisi serta pihak lainnya tergabung Satgas Waspada Investasi akan memonitor dan melakukan tindakan preventif atas korban investasi/fintech ilegal ini. (*)
Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul "Syukurlah, OJK akhirnya akan bentuk lembaga penyelesaian sengketa fintech"