Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Jakarta Tetap Hadapi Kemacetan dan Polusi Udara
Jakarta tetap akan menghadapi berbagai persoalan, mulai masalah kemacetan, polusi udara, dan krisis air.
"Kalau mau men-trigger ekonomi harus ada basis ekonomi yang kuat. Basis ekonomi misalnya pusat pemerintahan dirancang jadi pusat bisnis internasional yang merespon tantangan geopolitik ke depan. Ini kan nggak," ujarnya.
• Sambut IKN Baru di Kaltim, Menteri Pertanian Andi Amran Targetkan Swasembada Pangan Dikelola Mandiri
• Pria Tanpa Busana Terciduk, Gara-gara Bawa Sapi ke Semak-semak
Sementara untuk tujuan itu, pemerintah sebetulnya telah merancang sejumlah stategi untuk mendistribusikan lebih banyak pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di 11 wilayah.
"Kemudian ada 10 Bali Baru, Kawasan Ekonomi Terpadu, yang semuanya di luar Jawa. Nah ide-ide itu sudah sampai pada kesimpulan apa? Gagal kah? Itu kan tidak dijelaskan dalam kajian," tuturnya.
Seperti apa kajian Bappenas?
Hingga kini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) belum pernah membuka kajian mendalam terkait pemindahan ibu kota negara kepada publik.
Meski Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata, mengatakan kepindahan ibu kota negara sudah melewati studi mendalam,
yakni Jakarta disebut sudah tidak optimal merujuk pada jumlah kendaraan yang membludak sehingga berdampak pada kemacetan.
Hal lain, sanitasi dan air bersih yang menurut Rudy, belum bisa dinikmati semua warga.
"Tapi bukan berarti kita pindahkan ibu kota berarti Jakarta ditinggalkan, kita siapkan skema-skemanya. Kita akan perbaiki semuanya," jelas Rudy.
Hanya saja, ia tak merinci seberapa signifikan kepindahan ibu kota mengurangi beban Jakarta dan Jawa.
• Anjing Ini Ditelantarkan Pemiliknya Hanya Gara-gara Tak Lagi Menggemaskan
• Kasus Atta Halilintar dan Bebby Fey, Dituduh Perdayai hingga Tidur Bareng, Begini Komentar Adiknya
• Curhatan Via Vallen Tentang Kelakuan Nakal ART-nya, Diam-diam Suka Gunakan Pakaian Dalam Miliknya
"Kalau dipersenkan ya tidak sesederhana itu. Kita lihat berbagai sisi. Enggak pas lah."
Yang ia percayai, memindahkan ibu kota ke Kalimantan akan ikut mengerek pertumbuhan ekonomi seperti perdagangan.
Itu diperkirakan dari belanja pemerintah yang lebih besar terserap di wilayah baru dan kepindahan para pegawai negeri beserta keluarganya yang mencapai 1,5 juta jiwa.
"Adanya 900 ribu aparatur sipil negara di Kalimantan, pelaku ekonomi akan bertumbuh meskipun bertahap. Lalu belanja pemerintah akan signifikan di sini. Sektor jasa akan terbentuk dengan adanya ibu kota baru. Pasti kan ada supply dan demand."
Bisakah Jakarta diselamatkan?
Pengamat perkotaan, Rendy A. Diningrat, menyebut Jakarta bisa diselamatkan jika warganya semakin percaya pada fasilitas publik. Salah satunya transportasi massal.
"Kalau trennya itu kan mulai banyak yang percaya pada transportasi publik dan kualitasnya makin bagus. Sebenarnya kalau melihat tren itu kita bisa optimis bahwa Jakarta bisa dibenahi," ujar Rendy.
Penelitiannya atas perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik, terlihat semakin baik. Pada tahun 2016 misalnya, perpindahan kendaraan pribadi yang melintas di Jakarta berkurang sekitar satu juta.
Selain itu, penggunaan Kereta Rel Listrik (KRL) sejak tahun 2013 sampai 2016, terus meningkat setidaknya 600.000-700.000 orang.
Karenanya, Rendy menilai, warga Jakarta tidak bergantung pada pemerintah pusat untuk menyelesaikan problem kotanya.
"Jangan ada narasi, kalau ibu kota pindah ke Kalimantan berarti pemerintah pusat meninggalkan Jakarta. Lho kan ada pemerintah provinsi, mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas masalah di Jakarta."
"Kalau bergantung pada pusat, artinya mereka sedang berimajinasi sebuah negara yang sentralistik."