Darurat Kabut Asap

Dandim 0904/Tng Usulkan Penggunaan Dana Reboisasi untuk Pengadaan Peralatan Pemadam Karhutla

Posko kecamatan, lanjut Widya, berkantor di Kantor Kecamatan masing-masing, sedangkan Ibukota Kabupaten Paser menjadi pusat komando darurat karhutla.

Editor: Budi Susilo
TribunKaltim/Fachmi Rachman
Miss Glam World 2019, Ratih Ayu Syafriza saat meninjau lokasi karhutla di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada Selasa, (17/9/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER – Kali ini Kalimantan Timur diselimuti kabut asap. Satu di antaranya kabut asap berada di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. 

Lantaran musim kemarau, rawan terjadi kebakaran hutan atau karhutla

Supaya kabut asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) tidak terulang kembali di musim kemarau berikutnya, Dandim 0904/Tng Letkol Czi Widya Wijanarko memberi saran. 

Dia menyarankan pemerintah daerah membentuk Posko Darurat Karhutla di setiap kecamatan.

Hot spot titik api karhutla terjadi di semua kecamatan, jadi setiap kecamatan perlu punya Posko sendiri agar tidak berulang-ulang terjadi.

"Hal itu sudah kami sampaikan dalam rapat koordinasi (rakor) bersama pemerintah daerah yang dihadiri semua camat di Paser,” kata Widya kepada Tribunkaltim.co pada Jumat (20/9/2019).

Posko kecamatan, lanjut Widya, berkantor di Kantor Kecamatan masing-masing, sedangkan Ibukota Kabupaten Paser menjadi pusat komando darurat karhutla.

Jika semua kecamatan bergerak bersama menanggulangi Karhutla, maka pekerjaan yang berat akan jadi ringan.

“Setelah Posko terbentuk di setiap kecamatan, secara bertahap peralatannya dilengkapi. Ini penting mengingat wilayah Paser yang luas 11.000 Km2, jadi dibutuhkan tim terpadu yang solid dari tingkat kecamatan hingga kabupaten,” ucapnya.

Karena berkaitan dengan upaya menjaga kelestarian hutan, Widya berharap pemerintah daerah bisa menggunakan dana reboisasi membiayai pengadaan peralatan pemadaman karhutla, termasuk menyarankan pentingnya perusahaan perkebunan memiliki tim pemadam sendiri.

“Hari Selasa nanti kita gelar apel gabungan yang melibatkan perusahaan dan seluruh komponen masyarakat dalam rangka bersama-sama memerangi Karhutla,” tambahnya.

Sisi lainnya, Kapolres Paser AKBP Roy Satya Putra menghimbau warga Kabupaten Paser untuk tidak membuka lahan dengan cara dibakar, sehingga permasalahan kabut asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan atau karhutla yang banyak dikeluhkan masyarakat bisa cepat diatasi.

Harapan yang sama juga disampaikan Dandim 0904/Tng Letkol Widya Wijanarko, Anggota DPRD Paser Edwin Santoso, muspida, ulama, tokoh agama dan lainnya yang hadir di acara Konferensi Pers di Mapolres Paser, Jumat (20/9/2019).

“Musim kemarau datang setiap tahun, sebelum masuk musim kemarau kami sudah menghimbau masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Dan jangan buang puntung rokok sembarangan, itu juga bisa menyebabkan terjadinya Karhutla,” kata Roy, Jumat (20/9/2019).

Data lahan terbakar yang diinventarisir dari tanggal 5 Agustus 2019 hingga saat ini, lanjut Roy, ada seluas 115 ha dan tersebar di semua kecamatan Kabupaten Paser. Sejauh ini lahan yang terbakar milik warga atau lahan yang masih perlu diidentifikasi kepemilikannya.

Selama itu pula, Kodim 0904/Tng dan Polres Paser sebagai bagian Tim Terpadu penanggulangan karhutla aktif melakukan upaya pemadaman bersama BPBD Paser, Damkar Satpol PP Paser dan Manggala Agni Daops. TNI dan Polri juga aktif melakukan sosialisasi bahaya karhutla ke masyarakat.

Namun titik Karhutla tak jarang berada di lokasi yang tidak bisa dilewati mobil pemadam, sehingga proses pemadamannya memerlukan tenaga yang cukup banyak. Dihadapkan keterbatasan peralatan dan jauh dari sumber air, personil yang bertugas di lapangan pun harus bekerja ekstra keras.

“Asap akibat Karhutla tidak baik bagi kesehatan dan mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat. Personil yang bertugas di lapangan siang malam memadamkan api, makanya kami berharap sinergi pemerintah daerah dalam penanganan Karhutla,” ucapnya.

Dalam Konferensi Pers ini, Roy juga merilis pengungkapan kasus Karhutla terhadap tersangka Haji As (58), warga Desa Busui RT 01 Kecamatan Batu Sopang. As dijerat UU 41/1999 tentang Kehutanan, terkait kebakaran lahan di RT 01 Desa Busui sekitar pukul 14.30 WITA, Selasa (17/9/2019).

Upaya penyelidikan terus dilakukan, sehingga Roy berharap masyarakat tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar.

“Kami (Muspida) sepakat melakukan penindakan terhadap pelaku Karhutla, sebab awal tahun 2019 kami sudah gencar melakukan sosialisasi Karhutla, makanya kita himbau warga tak lagi membuka lahan dengan cara dibakar,” tambahnya.

Sisi lainnya, kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) kembali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Terakhir, kebakaran hutan menyebabkan kondisi udara di lima kota dan kabupaten dinyatakan berbahaya, dampak juga ke Kalimantan Timur.

Akibatnya asap dari peristiwa itu sampai ke beberapa negara tetangga, seperti Brunei, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Sri Langka. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (14/9/2019).

Laporan terbaru dari Kompas.com, Kamis (19/9.2019) mengatakan, para korban asap yang mengungsi di posko kesehatan area Pekanbaru sudah sesak napas dan batuk pilek akibat kualitas udara yang sangat tidak sehat hingga berbahaya.

Lalu, bayi berusia 8 bulan bernama Yoselin asal Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, menderita batuk dan muntah akibat kabut asap Riau.

Efek karhutla yang semakin tak terkendali ini pun mengunggah hati seorang aktivis lingkungan asal Perancis, Chanee Kalaweit.

Lewat sebuah video yang diunggah di akun Yotube, Channe, begitu ia biasa disapa, menyampaikan pendapatnya mengenai cara menanggulangi karhutla.

Dalam video tersebut Channe mengungkapkan kesedihannya terhadap bencana karhutla yang sangat berdampak besar bagi masyarakat Indonesia.

Channe merasa sedih dan frustasi karena peristiwa ini persis seperti tragedi karhutla di tahun 2015, di mana dampak karhutla membuatnya harus melihat sang buah hati menderita sakit batuk.

"Yang paling membuat saya sedih dan frustasi adalah situasi yang kita alami di tahun 2019 ini tidak bisa diantisipasi," ujar dia.

Saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019), Channe bercerita jika dirinya kini tinggal di Kalimantan tengah, tepatnya di Kabupaten Barito Utara. Meski jauh dari titik api, Channe mengatakan dampak asap juga dirasakannya di Kalimantan tengah.

"Jarak pandang disini sekitar 154 meter dengan asap yang tebal tetapi semua ini merupakan asap kiriman dari daerah Palangkaraya atau Sampit karena wilayah saya tinggal hampir tidak ada gambut," ucapnya.

Kiriman asap tersebut, menurut pengakuan Channe, telah menganggu aktivitas warga sekitar dan mengakibatkan berbagai penyakit, terutama saluran pernapasan.

"Kiriman asap ini jelas menganggu aktivitas warga. Banyak yang sesak nafas, rumah tidak bisa dibuka, anak-anak tidak boleh keluar rumah. Sangat menganggu. Kita jadi susah nafas," ucapnya.

Channe juga mengatakan, bencana karhutla tak hanya menganggu warga setempat tetapi juga satwa-satwa yang tinggal di hutan.

"Sama seperti manusia, satwa-satwa ini juga berada di ujung tombak seperti manusia yang juga terkena dampak dari karhutla ini," ucapnya.

Menurutnya, jumlah satwa yang terkena dampak karhutla ini jumlahnya lebih besar daripada yang diberitakan media.

"Yang banyak diberitakan media kan hanya orang hutan. Padahal, banyak satwa-satwa liar yang kehilangan habitatnya dan mati terbakar karena karhutla ini," tambanhnya. 

Penanganan karhutla Channe juga menyayangkan tidak adanya pihak yang membahas larangan api di lahan gambut.

Menurutnya, negara-negara di dunia yang memiliki masalah serupa memberlakukan larangan api di wilayah yang rentan kebakaran.

"Di negara lain barbeku pun enggak boleh kalau area tersebut rentan kebakaran, tetapi di Indonesia tidak ada pihak yang membahas hal itu," ujar Dia.

Untuk mengatasi terjadinya karhutla, Channe menyarankan agar ada pemetaan lahan gambut dan memberlakukan larangan penggunaan api di lahan gambut, terutama saat musim kemarau.

Dengan demikian, asap sekecil apapun lebih mudah dideteksi dan langsung ditangani.

Menurutnya, satu-satunya cara untuk menangani karhutla adalah saat api masih dalam skala kecil. Maka dari itu, Channe menyarankan adanya pelarangan api.

"Kalau sekarang pemadam kebakaran diturunkan saat api sudah besar atau menunggu laporan tentang titik api dari satelit. Itu sudah terlambat. Kalau gambutnya terbakar dalam skala besar itu sudah tidak ada harapn," ucapnya.

Di tempat terpisah, kabar terkini, ada kebakaran lahan belakangan ini kerap terjadi di sekitar wilayah Kecamatan Sangatta Utara maupun Sangatta Selatan. Kamis (19/9/2019) kemarin sore, kebakaran lahan kembali terjadi di Kelurahan Singa Geweh, Kecamatan Sangatta Selatan, Kalimantan Timur. 

Lahan sekitar 200 hektar yang berada di RT 07, 17 27 dan 29 berada dalam kepungan api. Warga yang melihat kepulan asap langsung bergerak ke lokasi untuk membantu pemadaman. Namun, baru sekitar tiga jam kemudian api bisa dikuasai.

Hingga kini pelaku pembakaran lahan masih dalam penyelidikan aparat kepolisian. Kapolres Kutai Timur AKPB Teddy Ristiawan mengatakan pihaknya sudah melakukan penyisiran pada warga sekitar untuk mengetahui siap pemilik lahan. Namun, belum ada yang mengaku atau mengetahuinya. Baik dari pihak RT, Desa hingga kecamatan.

“Tersangka pelaku pembakaran masih dalam penyelidikan. Kami terus melakukan investigasi. Untuk saat ini belum ada tersangkanya. Informasi tentang pemilik lahan pun belum ada. Warga setempat tidak ada yang mengaku sebagai pemilik lahan,” ujar Teddy.

Seperti diketahui, kebakaran lahan sempat menghebohkan warga sekitar kawasan Kampung Kajang tersebut. Bahkan ada warga yang nyaris tewas dalam kepungan asap, karena tidak mau keluar dari dalam gubuknya.

Aparat gabungan TNI-Polri dengan bantuan tim BPBD serta masyarakat bahu membahu menjinakkan api yang menjalar di lahan rerumputan kering tak bertuan itu.

(Tribunkaltim.co dan Kompas.com)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved