Polisi Terbukti Lakukan Kekerasan Terhadap Demonstran di Gedung DPR RI, Wajib Diseret ke Meja Hijau

Kita tuntut yang diduga oknum aparat melakukan kekerasan terhadap mahasiswa untuk dituntut pidana dan hukuman kode etik.

Editor: Budi Susilo
Dok Tribunkaltim.co
Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Bersatu melakukan aksi unjuk rasa dihalaman kantor DPRD Kaltim, Karang Pac, Samarinda, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RUU KPK. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuntut polisi untuk mengadili aparatnya yang diduga melakukan kekerasan saat unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP di Kompleks Parlemen Senayan, Gedung DPR RI pada 24 sampai 25 September 2019.

Sebab, kekerasan merupakan bentuk tindak pidana.

"Kita tuntut yang diduga oknum aparat melakukan kekerasan terhadap mahasiswa untuk dituntut pidana dan hukuman kode etik," ujar Staf Advokasi Pembelaan HAM KontraS Falis Agatriatma di kantor LBH Jakarta, Jumat (27/9/2019) malam.

Falis menyampaikan, dugaan kekerasan yang dilakukan polisi menyebabkan sejumlah mahasiswa terluka parah.

Sesuai Pasal 170 Ayat 2 Angka 2 KUHP, kata Falis, siapa pun yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh.

Falis kemudian menyinggung kekerasan yang dilakukan polisi saat aksi 22-23 Mei 2019.

Saat itu, polisi hanya menjatuhkan sanksi disiplin kepada aparat yang melakukan kekerasan.

Padahal, Pasal 12 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian juncto Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian menyatakan, penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana.

"Kita menuntut polisi harus profesional, akuntabel, transparan untuk memproses para terduga pelaku ini secara pidana," kata Falis.

Data KontraS, tiga orang mahasiswa yang diduga menjadi korban tindak kekerasan oleh polisi saat aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan masih dirawat di rumah sakit.

Mahasiswa berinisial A dan IB dirawat di Rumah Sakit Jakarta, sementara mahasiswa berinisial FA dirawat di Rumah Sakit Pelni.

Dari Kritik hingga Abaikan Jokowi Aksi demonstrasi di Kompleks Parlemen Senayan berlangsung sejak Senin sampai Rabu lalu.

Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa pada Senin-Selasa, sementara para pelajar berdemo pada Rabu.

Aksi demonstrasi pada Selasa dan Rabu berujung rusuh.

Sejumlah orang terluka dan ditangkap polisi.

Data LBH Jakarta, sekitar 90 orang dilaporkan belum kembali ke rumahnya pasca-demonstrasi itu.

Sementara polisi menetapkan 12 pelajar dan 24 mahasiswa sebagai tersangka aksi kerusuhan di Kompleks Parlemen Senayan.

Seorang korban luka aksi demonstrasi di Kendari, Sulawesi Tenggara, meninggal dunia setelah mendapat perawatan serius.

Muhammad Yusuf Kardawi (20), menghembuskan napas terakhir di RS Bahteramas akibat sejumlah luka parah di kepala.

Terkait insiden unjuk rasa yang telah menewaskan dua orang ini, polisi membantah membekali personelnya dengan peluru tajam.

Humas RS Bahteramas Masyita menyampaikan, pasien bernama Yusuf Kardawi meninggal dunia pukul 04.00, Jumat (27/9/2019). Pasien mengalami luka di bagian kepala dan telah menjalani berbagai tindakan.

“Pasien telah berada di ICU, setelah dioperasi. Namun selang beberapa jam, pasien tidak tertolong dan meninggal dunia. Jenazah korban sudah dipulangkan oleh keluarga ke Kabawo, Kabupaten Muna,” ucap Masyita.

Yusuf yang menderita luka berat di kepala, meninggal dunia pada pukul 04.00 dini hari. Total dua korban demonstrasi di Kendari meninggal setelah terlibat bentrok dengan aparat.

Yusuf, mahasiswa semester tiga Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, adalah seorang peserta unjuk rasa menolak sejumlah aturan pemerintah yang berlangsung pada Kamis siang hingga sore, di Kota Kendari.

Sulung dari lima bersaudara ini ikut menyuarakan aspirasi bersama rekan-rekannya. Kemarin, ribuan mahasiswa dari berbagai universitas mengepung kantor DPRD Sultra.

Aksi itu berubah ricuh setelah mahasiswa merasa aksi mereka tidak didengar. Upaya mahasiswa untuk masuk ke dalam kantor DPRS dihadang tembakan air dan gas air mata.

Berdasar video yang beredar, korban Yusuf terlihat di pintu barat kantor Disnakertrans Sultra, sekitar 150 meter dari kantor DPRD Sultra.

Letusan senjata terdengar berkali-kali, sebelum Yusuf berlari keluar lalu terjatuh tepat di depan pintu gerbang.

Rekan-rekannya lalu terlihat mengangkat dan segera menyelamatkan korban ke RS Dr R Ismoyo yang berjarak 100 meter dari lokasi kejadian. Namun, karena luka serius, Yusuf dirujuk ke RS Bahteramas.

 Selain Randi, seorang korban demo lainnya, Yusuf Kardawi (20), yang menderita luka berat di kepala, meninggal dunia pada pukul 04.00 dini hari. Total dua korban demonstrasi di Kendari meninggal setelah terlibat bentrok dengan aparat.

Siti Ratna (38), keluarga korban yang mendampingi di rumah sakit menyampaikan, korban menderita sejumlah luka berat di bagian kepala. Sebuah luka terbuka di bagian kepala depan kiri, dan luka lainnya di belakang kepala

“Ada banyak luka terbuka. Saya tidak sanggup lihat karena terus keluarkan darah. Sampai habis operasi dia belum sadar. Kami harapkan saja yang terbaik,” kata Ratna, Kamis malam di RS Bahteramas.

Direktur RS Bahteramas Sjarif Subjakto menuturkan, pasien mengalami sejumlah luka di bagian kepala yang diduga kuat karena benturan benda keras. Sebuah luka paling besar sekitar selebar tujuh sentimeter.

Menurut Sjarif, pihak rumah sakit telah melakukan upaya untuk menyelamatkan pasien. Transfusi darah sebanyak belasan kantong telah dilakukan saat operasi dilakukan.

Selain Yusuf, seorang mahasiwa yang juga berasal dari Universitas Halu Oleo, Randi (22), meninggal pada Kamis jelang sore. Korban meninggal karena sebuah luka tembak di bagian dada kanan atas. Korban Randi telah diautopsi di RS Abu Nawas.

Kepolisian membantah membekali petugas dengan peluru tajam atau peluru karet. Kabid Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Harry Goldenhart menyampaikan, hanya membekali petugas dengan gas air mata, pentungan, tameng, dan water canon. Pihaknya juga mengimbau agar petugas tidak bertindak represif terhadap peserta aksi.

Akan tetapi, adanya dua korban meninggal berbanding terbalik dengan pernyataan ini. Satu korban meninggal karena luka tembakan dan seorang lainnya luka berat di kepala. Berbagai pihak mengecam keras tindakan kepolisian dan meminta untuk mengusut tuntas pelaku yang telah menghilangkan dua nyawa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri Dituntut Proses Hukum Polisi yang Lakukan Kekerasan Saat Demo di Sekitar Senayan."

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved