Gerakan 30 September
Komentar Film G30S/PKI, Ada Rekonstruksi Visual yang Agak Dicomot Langsung dari Kepala Soeharto
Bagi mereka yang lahir di bawah tahun 1990-an tentu pernah mengalami hal ini, saksikan film Pengkhianatan G30S/PKI di TVRI.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pembuatan film berjudul Pengkhianatan G30S/PKI merupakan garapan film termahal pada saat itu, di era tahun 1980-an.
Sang sutradara, Arifin C Noer membeberkan rasa tidak puasnya, atas penggarapan film bertema G30S/PKI tersebut.
Bukan karena kualitas film G30S/PKI ya, tatapi kabar dari konten yang bisa dikatakan bertentangan dengan fakta sejarah yang terjadi.
Kala Presiden Soeharto masih berkuasa, duduk di singgasana kursi yang mengklaim negara Republik Indonesia, sering setiap setahun sekali ada program siaran telvisi pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI.
Suguhan film ini ditayangkan di stasiun TVRI, setiap tengah malam hingga dini hari pada tiap 30 September.
Bagi mereka yang lahir di bawah tahun 1990-an tentu pernah mengalami hal ini, nonton bareng bersama keluarga, saksikan film Pengkhianatan G30S/PKI di TVRI.
Kala Orde Baru, saat presiden masih dijabat Soeharto, seringkali memberi stigma negatif, cap buruk ideologi komunisme yang saat itu digawangi Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Sebagai kebijakannya, tiap 30 September diputar tayangan film Pemberontakan G30S/PKI.
Belum lama ini, Tribunkaltim.co pernah bersua dengan beberapa generasi milenial.
Mereka yang lahir tidak di zaman Presiden Soeharto, terungkap, pernah menonton film Pengkhianatan G30S/PKI.
Pemutaran film ini mendapat tanggapan dari generasi milenial di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Seperti apa pendapat mereka para milenial yang tahun kelahirannya sudah sangat jauh dengan peristiwa sejarah di tahun 1965 tersebut?
Saat itu, Tribunkaltim.co menemui gadis kelahiran Balikpapan, Kamis 21 September 2017.
Namanya Siti Aulia Darmayanti, yang mengaku pernah menonton film G30S/PKI sejak duduk dibangku SMP Negeri 3 Gunung Samarinda.
Kata Siti, menonton film tersebut karena alasan penugasan dari guru pendidikan sejarah.
Kala itu, penayangan film difasilitasi oleh sekolah, melakukan nonton bareng.
"Jam belajar diisi nonton film G30S/PKI. Nonton di ruang kelas bersama-sama teman, memakai layar proyektor," ujar wanita kelahiran 2 Desember 1998 ini.
Informasi mengenai sejarah mengenai 30 September 1965, Siti ketahui dari film tersebut.
Intisari film itu, menurut dia, menggambarkan aksi heroik pahlawan demi bangsa dan negara.
"Filmnya membuat saya terharu. Juga menyeramkan. Ada aksi bunuh tembak-tembakan. Jendral dibunuh begitu saja. Saya nonton sampai selesai," ungkap Siti.
Senada dengan milenial lainnya, Syarifah Gustika Mawarda, wanita kelahiran Balikpapan 15 Agustus 1999 ini mengaku sudah pernah menonton sekali dalam seumur hidup.
Itu pun, ujar dia, guru sekolahnya di SMP Negeri 22 Karang Rejo menugaskan sebagai mata pelajaran sejarah.
Waktu itu, sekolah Syarifah tidak pernah memfasilitasi menonton film bareng di ruang kelas, hanya ditugaskan mencari film G30S/PKI di internet.
"Ditugaskan untuk cari di Youtube. Film diunduh ke dalam flash disk. Disuruh simak apa cerita yang ada di film itu," ujarnya saat ditemui di situs cagar budaya meriam Jepang Markoni Atas, Kamis 27 September 2017.
Setelah menyaksikan film, Syarifah disuruh memprsentasikan di dalam ruang kelas, di hadapan para teman-temannya dan guru sejarah.
Kegiatan ini menjadi penilaian mata pelajaran sekolah.
"Saya sempat tutup mata pas ada adegan berdarah-darah. Jelas sekali darahnya. Tidak disensor," tutur Syarifah.
Saat ditanya mengenai isi kebenaran film G30S/PKI tersebut, Syarifah enggan beromentar.
"Saya tidak tahu apa itu memang benar atau tidak. Hanya bisa menonton saja. Terus saya ceritakan lagi di depan teman-teman sama guru," ujarnya.
Siapa sebenarnya, yang menggarap film di G30S/PKI itu?
Ya, sejarah telah mencatat, sutradara di film G30S/PKI ini adalah Arifin Chairin Noer atau yang biasa ditulis Arifin C Noer.
Secara trah produksi film itu, film Pengkhianatan G30S/PKI diproduksi oleh Produksi Film Nasional yang kala itu dijabat Brigjen TNI Gufron Dwipayana, yang notabene sebagai orang kepercayaan dari Soeharto.
Namun informasi setelah Presiden Soeharto tumbang dari kursi 'kerajaan' Republik Indonesia, terungkap, secara pribadi Arifin C Noer merasa gundah gulana, merasa terpukul sedih menjadi sutradara dari film G30S/PKI tersebut.
Sebab, dibalik pembuatan itu, ada sosok sutradara politik yang memang benar-benar mengarahkan dari isi film tersebut.
Yang dikabarkan pembuatan film waktu itu menghabiskan biaya sampai Rp 800 juta untuk di tahun 1983.
Niatnya untuk menjadikan film bermuatan sejarah, akan tetapi ada adegan-adegan yang memang tak sesuai dengan objektivitas sejarah.
“Hingga menjelang turunnya Soeharto hanya ada satu versi untuk melihat peristiwa G30S, yakni versi film Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. Noer."
"Ada sebuah rekonstruksi visual yang agaknya dicomot langsung dari kepala Soeharto, superhero satu-satunya dalam film tersebut,” tulis Eros Djarot, dkk., menyadur dari buku berjudul Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G30S/PKI.
Nah, siapa itu sebenarnya Arifin C Noer.
Mari mengenal sosok ini.
Mengutip buku Leksikon Kesustraan Indonesia Modern (1990), pria bernama Arifin C Noer, lahir pada 10 maret 1941 di Cirebon Jawa barat.
Dirinya mengikuti pendidikan di Fakultas Sosial Politik Univeristas Cokroaminoto, Yogyakarta hingga tingkat doktroan.
Pernah aktif dalam teater Muslim pimpinan Mohammad Diponegoro.
Dan Bengkel Teater di Yogyakarta.
Kemudian membuat pendidikan dan memimpin teater kecil di jakarta sejak 1968.
Tahun 1972 sampai 1973 mengikuti Internasional Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City Amerika Serikat.
Sudah hasilkan buah karya kumpulan sajak Nurul Aini 1963, Siti Aisah 1964.
Ada puisi-puisi yang kehilangan pusi-puisi 1967, selamat pagi jajang 1979.
Dia juga banyak menulis drama seperti Lampu Neon 1963.
Drama Seorang Pengemis, Seorang Laki-laki Tua.
Juga ada Pria Istri Kita, Nenek Tercinta, Matahari di Sebuah Jalan Kecil, dan Mega-mega 1967.
Dan ada Sepasang Pengantin 1968, serta Kapal-kapal 1970 diterjemahkan oleh Hary Aveling ke bahasa Inggris dengan judul Moths, kuala lumpur 1974.
Sumur tanpa dasar 1971, Kasir kita 1972, Tengul 1973, Oreles Madun 1974 Umang umang 1976, Sonedek, Pemuda Pekerja 1979.
• 4 Fakta Film G30S/PKI, Biaya Produksi Mahal hingga Jalan Cerita dan Adegan yang Tuai Perdebatan
• Pailan di Balikpapan Dituduh Terlibat dalam G30S/PKI, Ditodong Senjata Api dan tak Dapat Gaji Lagi
Sejak tahun 10970-an dia terjun ke dunia film.
Kali ini film yang disutradai Pemberang 1972, Rio Anaku 1973, Melawan Badai 1974, Petulang 1978, Suci Sang Primadona 1978.
Harmoniku 1979, Lingkar Lingkaran 1979, Serangan fajar 1981, Pengkhinatan G30S/PKI 1983, dan Matahari-matahari 1985.
Sebentar lagi akan memasuki 30 September 2019, kemungkinan akan ramai lagi bahasan film karya Arifin C Noer di tengah-tengah publik ini.
(Tribunkaltim.co)