BNN Ungkap Sabu 38 Kg di Kalimantan Timur, Dosen Hukum Sebut Tamparan Keras Bagi Aparat di Daerah
Tapi, nyatanya peredaran narkoba di Samarinda masih terus terjadi. Ketika satu lokasi dijadikan fokus pemberantasan, pengedar berpindah tempat.
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Badan Narkotika Nasional atau BNN RI belum lama ini melakukan pengungkapan kasus narkotika narkoba jenis sabu dengan berat mencapai 38 Kg di Kalimantan Timur (Kaltim).
Pengungkapan dilakukan kurang lebih sepekan dengan terdapat empat pelaku yang diamankan, serta ditetapkan sebagai tersangka.
Keberhasilan BNN RI dalam pengungkapan tersebut dinilai yang paling besar selama pengungkapan yang dilakukan oleh aparat di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda.
Padahal, di Samarinda terdapat tiga lembaga penegak hukum yang berkaitan dengan pemberantasan narkotika, mulai dari BNNP Kaltim, BNNK Samarinda dan Polresta Samarinda.
Tapi, nyatanya peredaran narkoba di Samarinda masih terus terjadi. Ketika satu lokasi dijadikan fokus pemberantasan, pengedar berpindah tempat dan mencari lokasi baru untuk menjajakan narkoba.
Menurut dosen Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda, Roy Hendrayanto, keberhasilan BNN RI dalam melakukan pengungkapan merupakan tamparan keras bagi aparat di Kaltim, terutama di Samarinda.
"Ini jadi tamparan keras, aparat di wilayah tidak tahu ada pengedar yang punya sabu sebesar itu, kok yang punya wilayah tidak tahu," tegasnya kepada Tribunkaltim.co, Selasa (8/10/2019).
Menurutnya, aparat di Samarinda harus bisa lebih banyak dan besar pada pengungkapan kasus narkotika.
Pasalnya selama ini dirinya mengetahui tangkapan yang ada tidak kurang dari 2 Kg.
Bahkan hanya berkisar berat barang bukti hitungan gram.
Tidak hanya itu, dari yang diketahuinya juga, pelaku yang kerap ditangkap aparat di Samarinda bukan termasuk kategori bandar.
Bahkan, tidak jarang pengguna juga dijerat dengan pasal peredaran. Seharusnya, pengguna dilakukan rehabilitasi.
Selama ini pengguna dimasukan pasal yang berat.
Seharusnya penyidik bisa lebih teliti dalam hal ini atau saat assesment, hanya pengguna saja atau pengguna sekaligus ngedar," pungkasnya.
Pengumuman pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur rupanya menimbulkan dampak negatif.