Kembali Bicara Soal Perppu KPK, Arteria Dahlan: Kita Ditertawakan Orang Luar Negeri
Arteria Dahlan kembali bicara soal Perppu KPK, penolakan terhadap revisi UU KPK, dan mendesak Presiden Joko Widodo batalkan UU KPK hasil revisi
TRIBUNKALTIM.CO - Kembali bicara soal Perppu KPK, Arteria Dahlan: kita ditertawakan orang luar negeri.
Diketahui, polemik mengenai revisi UU KPK, masih bergulir.
Berbagai elemen masyarakat berharap Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu KPK, agar UU KPK hasil revisi tak berlaku.
• Setelah Mata Najwa, Arteria Dahlan Kembali Buka Suara di Forum Ini soal UU KPK
• VIDEO Saat Arteria Dahlan Protes tak Dipanggil Yang Terhormat oleh Pimpinan KPK
• Setelah Tunjuk-tunjuk Emil Salim, Arteria Dahlan Dicap Pembohong oleh Laode M Syarif KPK
Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan menyebut bahwa polemik revisi Undang-Undang tentang /Komisi Pemberantasan Korupsi membuat Indonesia menjadi tertawaan orang di luar negeri.
Sebab, UU hasil revisi yang baru saja disahkan DPR dan pemerintah itu justru ditolak oleh masyarakat dan mahasiswa lewat aksi unjuk rasa.
Padahal, Indonesia sudah memiliki Mahkamah Konstitusi yang bertugas untuk menguji materi UU yang dipermasalahkan oleh masyarakat.
Menurut Arteria Dahlan, banyak orang luar yang justru mempertanyakan kenapa masyarakat justru mendesak Presiden untuk mencabut UU KPK hasil revisi lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( perppu).
"Saya baru dari luar negeri, kita ini diketawain orang luar.
Kenapa di negaramu orang complain atau keberatan terhadap produk undang-undang kok turun ke jalan?
Padahal negara sudah mempunyai yang namanya Mahkamah Konstitusi, sudah memiliki yang namanya Ombudsman untuk memeriksa maladministrasi," ujar Arteria Dahlan saat dihubungi, Jumat (11/10/2019).
"Ini menjadi pertanyaan dunia internasional, bagaimana legitimasi negara, bagaimana komitmen kebangsaan yang dibuat pemerintah bersama DPR bisa dinihilkan begitu saja oleh dengan orang turun ke jalan," kata dia.
Arteria Dahlan mengatakan, ia akan menghormati apa pun keputusan yang akan dibuat Presiden Joko Widodo terkait polemik UU KPK.
Namun, Arteria Dahlan menilai alangkah baiknya jika pihak yang tidak puas dengan UU KPK hasil revisi mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Saat ini kan kanal yang paling pas konstitusional itu adalah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dalam konteks permohonan uji materi (judicial review) undang-undang," kata dia.
Arteria Dahlan menilai mengajukan uji materi ke MK akan jauh lebih baik ketimbang kisruh menuntut Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu KPK.
Apalagi, tuntutan tersebut dilakukan dengan aksi turun ke jalan atau demonstrasi.
Ia mengimbau, agar masyarakat tidak meniadakan instrumen-instrumen lembaga resmi negara.
"Ketimbang kita kisruh gaduh di Perppu KPK, sekarang ini kita juga jangan sampai kita meniadakan instrumen dan kanal-kanal demokrasi yang sudah ada," ujarnya.
Arteria Dahlan mengaku tetap menghormati beragam pendapat masyarakat yang menganggap UU KPK hasil revisi dapat melemahkan kerja komisi antikorupsi.
Namun ia ingin segala permasalahan termasuk kisruh revisi UU KPK diselesaikan secara hukum.
"Kita juga harus lihat apapun pendapat kita harus berlandaskan pada hukum.
Indonesia negara hukum, kanalnya sudah jelas.
Akan menjadi masalah tatkala kita menyelesaikan masalah dengan masalah lain," kata Arteria Dahlan.
Pelemahan KPK jadi sorotan dunia revisi UU KPK memang jadi sorotan dunia internasional.
Akan tetapi, sorotan tertuju karena revisi dinilai malah melemahkan lembaga antirasuah yang merupakan produk reformasi itu.
Misalnya, kekhawatiran datang dari sejumlah lembaga antikorupsi dari berbagai negara yang tergabung dalam United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
UNCAC khawatir penerapan UU KPK hasil revisi menggerorogoti kemampuan KPK dalam mencegah, menyelidiki, dan menuntut kasus korupsi secara efektif.
Koalisi UNCAC pun menyinggung Konvensi PBB Melawan Korupsi yang ditandatangani pada 2003 telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.
"Pasal 6 dan 36 dari UNCAC mengharuskan setiap negara untuk memastikan keberadaan badan antikorupsi khusus dalam mencegah korupsi dan memberantas korupsi melalui penegakan hukum yang harus diberikan kemandirian yang diperlukan dan dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh yang tidak semestinya," tulis Koalisi UNCAC dikutip dari situs resmi UNCAC.
Koalisi UNCAC pun menyoroti sejumlah poin dalam UU KPK hasil revisi yang dianggap bermasalah.
Poin itu antara lain kedudukan KPK sebagai cabang lembaga eksekutif, keberadaan dewan pengawas, serta proses kilat pembuatan UU KPK.
"Kami menyerukan kepada (lembaga) eksekutif dan legislatif Indonesia untuk menegakkan 'The Jakarta Principles' pada independensi dan efektivitas lembaga anti-korupsi," kata Koalisi UNCAC.
Di samping itu Koalisi UNCAC juga mendukung langkah sejumlah kelompok masyarakat sipil yang hendak mengajukan judicial review terkait UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami berharap, keputusan pengadilan akan membantu untuk memastikan KPK dapat melanjutkan perang melawan korupsi di Indonesia secara efektif dan independen," tutur Koalisi UNCAC. (*)