Pelaku Pemalsuan Simcad di Samarinda Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara, 10.500 Kartu Diregistrasi
pelaku pemalsuan Simcad di Samarinda terancam hukuman 12 tahun penjara, 10.500 kartu diregistrasi
Penulis: Zainul | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Polda Kalimantan Timur melalui Subdit V/Siber Ditreskrimsus berhasil mengamankan pelaku pemalsuan Simcard yang beroperasi di Samarinda, Kalimantan Timur.
Pelaku tersebut berinisial FA (34). Ia diketahui melancarkan aksinya sejak 6 bulan yang lalu dan baru berhasil ditangkap pada Rabu, 30 Oktober 2019 kemarin.
Pelaku diketahui tinggal di Samarinda Ulu dan menjadi dalang praktik pemalsuan identitas registrasi untuk Simcard menggunakan sejumlah peralatan elektronik khusus.
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Ade Yaya Suryana menjelaskan, FE sudah ditetapkan tersangka setelah tim siber menggerebek rumahnya,
dan ditemukan sejumlah barang bukti yang terdiri dari 10.500 kartu Simcard yang sudah berhasil ia registrasi dan 3.800 Simcard yang gagal.
"Pelaku ini melakukan registrasi Simcard menggunakan data kependudukan dari Jawa, yang diperoleh tersangka dari pihak lain," katanya saat kegiatan konferensi pers di Mapolda Kaltim, Selasa (5/11).
Pelaku melancarkan aksinya itu di rumahnya sendiri yang juga dijadikan konter penjualan penjual pulsa dan handphone.
Selain itu, petugas juga menyita barang bukti seperti lima unit modem pool, laptop dan monitor sebagai peralatan untuk memasukkan data registrasi ke Simcard.
" Kota juga menyita 5 unit modem pool. Satu modem pool itu digunakan pelaku untuk 16 Simcard dan hanya memerlukan waktu dua menit bagi tersangka untuk memasukkan data registrasi," lanjut Ade.
Ditambahkan Kasubdit V/Siber Ditreskrimsus AKBP Albertus Andreana, jika tersangka telah beroperasi selama enam bulan.
FE diketahui menerima pemesanan registrasi dari sejumlah pemilik konter di wilayah Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Balikpapan.
"Setiap pemesanan memalsukan registrasi, tersangka menerima upah rata-rata Rp 1.000 per Simcard. Tapi tergantung negosiasi juga dari pemesan," beber Albertus.
Atas perbuatannya, FE dikenakan dengan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 Tahun 2008.
Dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp 12 miliar.
"Ini masih dalam tahap pengembangan kasus ini untuk mencari tahu sumber data dan pemesan yang berhubungan dengan tersangka," pungkasnya.
Ungkap Pemalsuan STNK
Sebelumnya, kasus dugaan penggelapan mobil yang melibatkan oknum Kepolisian KP3 Semayang terus mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Terlebih lagi dalam kasus penggelapan mobil tersebut tidak hanya melibatkan satu unit mobil saja melainkan lebih dari satu unit.
Diketahui, pelaku penggelapan mobil tersebut bermodus sewa kepada pengusaha rental mobil, selanjutnya menjual atau menggadaikan unit mobil tersebut kepada pembeli atau penjamin.
Hanya saja pelaku yang merupakan komplotan ini memalsukan STNK dan nomor plat pemilik asli mobil tersebut.
Salah satu korban bernama Muhammad Ashar Effendi mengatakan, unit Toyota Calya dengan nomor polisi (Nopol) KT 1994 AH miliknya diganti pelaku menjadi KT 1094 AH.
Tak hanya itu saja, bahkan STNK yang diberikan kepada pembeli juga dipalsukan oleh pelaku.
Sehingga Ashar mempertanyakan mengapa hal tersebut bisa terjadi kepada pihak Samsat. Sebab sebelumnya ada dugaan oknum Samsat yang disebut-sebut terlibat dalam kasus ini.
Menyikapi hal ini, Kasubdit Regident Ditlantas Polda Kaltim, Kompol Welly Djatmoko membantah dengan tegas jika pihaknya tidak ikut terlibat dalam mengeluarkan duplikat STNK milik korban.
Menurut perwira polisi berpangkat melati satu di pundaknya itu, sistem Samsat tidak bisa dimanipulasi ataupun dipalsukan karena otomatis akan ketahuan secara jelas bila ada oknum yang mencoba mempermainkan sistem.
Selain itu, pihaknya telah melakukan pengecekan langsung terhadap STNK korban dan didapati dalam STNK yang dipalsukan pelaku nopol KT 1094 AH bernama Elly Kongtesa dengan jenis mobil Toyota Calya,
Sementara saat dicek melalui sistem, ternyata nopol tersebut justru bernama Hartati dengan jenis mobil Honda CRV.
"Setelah kami cek tadi secara seksama, ternyata KT 1094 AH itu datanya beda dengan yang ada di sistem," kata Kompol Welly Djatmiko
Nomor aslinya adalah KT 1994 AH baru nama yang aslinya. Jadi memang disitu tidak ada indikasi lah kita melaksanakan pemalsuan atau duplikasi.
Tapi seandainya ada oknum pasti akan kelihatan di sistem. Jadi kita masukkan identitasnya itu akan terlihat riwayat kendaraan yang di duplikasi," terangnya
Welly Djatmiko juga menjelaskan, STNK yang diberikan pelaku kepada korbannya sudah dapat dipastikan palsu, lantaran terlihat jelas dari bentuk fisik kertas STNK tersebut.
Dimana terdapat barcode STNK yang warnanya memudar, tidak sama seperti yang asli. Belum lagi cetakan tulisan yang ada dinilai berbeda, meskipun memang sekilas STNK tersebut sangat mirip dengan yang asli.
"STNK yang asli itu dilihat dari spek nya agak kasar, terus ada barcodenya, jadi kalau kami tembak (Scan, red) barcodenya itu muncul pemilik STNK yang asli," ujarnya.
Selain itu, dari hasil pengecekan melalui sistem yang bisa diakses melalui aplikasi handphone milik Samsat, data mobil tersebut memang diketahui sangat berbeda dengan STNK yang ada.
"Kalau dilihat dari barcodenya atau slip pajak ya barcodenya itu beda. Nah lebih bagusnya saya harus lihat langsung STNK nya palsu atau tidak," pungkasnya.
Tidak hanya STNK, bentuk fisik nomor plat mobil yang digelapkan tersebut juga terlihat berbeda.
Karena pada plat mobil kendaraan pasti terdapat lambang dari Koorlantas. Lambang tersebut terlihat timbul dan terlihat sangat jelas.
Berbeda dengan nopol yang tertempel dikendaraan Toyota Calya milik korban, yakni lambang dari Korlantas tidak begitu jelas dan tak timbul
"Di percetakan pinggir jalan juga bisa dibuat tapi timbulnya itu beda dengan cetakan kita," ujarnya (*)