Tragis, Orangutan 24 Peluru Bersarang di Tubuhnya harus Bertahan Hidup dalam Kebutaan

Tragis, Orangutan 24 Peluru Bersarang di Tubuhnya harus Bertahan Hidup dalam Kebutaan

Editor: Amalia Husnul A
YOSL-OIC
Seorang anggota tim HOCRU YOSL-OIC memeriksa orangutan Sumatera bernama Paguh usai dibius untuk dievakuasi dari perkebunan kelapa sawit di Gampong Teungoh, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan. Orangutan ini sebelumnya hanya bisa berjalan di tanah dan tangannya menggapai-gapai karena buta. Orangutan ini sekarang berada di Pusat Karantina Orangutan di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. 

Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2) huruf (a) jo Pasal 40 (u).

Sanksi pidana bagi yang melanggar adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Paguh adalah jenis Pongo abelii yang berbeda dengan Orangutan Borneo ( Pongo pygmaeus )  dan Orangutan Tapanuli ( Pongo tapanulienses ) yang habitatnya berada di ekosistem Batangtoru, Sumatera Utara.

Saat ini, ketiga spesies tersebut masuk daftar merah atau sangat terancam punah oleh International Conservation Union ( IUCN ).

Jumlah populasi di alam liar diperkirakan tinggal 13.400 untuk Orangutan Sumatra dan 800-an Orangutan Tapanuli.

Konflik Orangutan dan Manusia

Panut Hadisiswoyo, Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) menjelaskan, lokasi tersebut berdekatan dengan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang mejadi habitat Orangutan sumatera di wilayah Aceh Selatan.

Kawasan tersebut, kata dia, menjadi habitat lebih dari 1.300 Orangutan Sumatera.

"Ada beberapa tempat yang terjadi deforestasi,  pembukaan lahan perkebunan sehingga beberapa Orangutan terdesak harus keluar dari habitat alaminya, sehingga tersesat di dalam kebun," katanya.

Selanjutnya, terjadilah banyak interaksi dengan manusia. Menurutnya, istilah konflik sedikit radikal karena sebenarnya Orangutan kehilangan habitatnya mendapatkan interaksi yang sangat frontal.

"Sehingga ada beberapa masyarakat yang melihatnya sebagai hama  dan satwa menakutkan, tidak ada toleransi," katanya. 

Dijelaskannya, setelah dievakuasi dan diperiksa, Orangutan tersebut dibawa ke Pusat Karantina Orangutan Batu Mbelin untuk melakukan proses penyembuhan.

Menurutnya, kondisi Orangutan itu tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan atau dikembalikan ke habitat aslinya di SM Rawa Singkil. 

"Tapi saya tidak yakin matanya sudah buta dan bisa pulih kembali," katanya. 

(*)

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved