Breaking News

Inspirasi

Budi Wahjono, General Manager Hotel yang Menyukai Tantangan Bisnis Baru, Begini Strateginya

Tantangannya yakni menyesuaikan dengan culture masing-masing wilayah. Saya menjadikan tantangan itu sebagai potensi untuk diexplore lebih lagi.

Editor: Fransina Luhukay
Tribun Kaltim
Budi Wahjono, General Manager Mercure Ibis Hotels Samarinda 

TRIBUNKALTIM.CO - Boleh dibilang ia antikenyamanan. Selalu belajar ilmu baru dan menciptakan peluang. Sering berpindah-pindah perusahaan baik domestik maupun di luar negeri. Kini ia dipercaya sebagai General Manager (GM) Mercure Ibis Hotels Samarinda.

Namanya Budi Wahjono. Pria yang pintar ilmu kimia ini justru berkiprah di perhotelan sejak awal karirnya hingga sekarang. Budi –begitu ia disapa—berkecimpung di bisnis perhotelan secara tidak sengaja. Ketika itu, tahun 1990, ia baru saja lulus dari SMA jurusan IPA (A1) di Madiun, Jawa Timur, dan mendaftar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sayangnya tidak lolos.

“Saya sempat putus asa. Di tengah kondisi itu, saudara saya yang berdomisili di Bali mengajak berkunjung ke Bali. Saat itu perhotelan di Bali sedang booming. Saya lalu mencoba berkarir di hotel berkategori bintang lima berlian, Hilton Hotels Nusa Dua Bali tahun 1990. Karena tidak punya pendidikan perhotelan maupun pengalaman, maka saya bekerja sebagai cleaner di House Keeping. Gaji pokok saya pertamakali sebesar Rp 50 ribu,” tutur Budi mengawali perbincangannya dengan Tribun Kaltim di Samarinda, Kamis (19/12/2019) lalu.

Melihat posisi dan pekerjaan karyawan lain di hotel tersebut, muncullah impian dan tekadnya untuk mengupgrated diri alias belajar lagi sungguh-sungguh. Sepulang kerja Budi pun mengambil kursus bahasa Inggris dan komputer. Selain itu, ia juga meluangkan waktu untuk bekerja lebih dari jam yang ditentukan. “Padahal itu cara saya untuk mendapatkan ilmu dan belajar. Benar saja, setelah sekian bulan bekerja ada posisi yang harus diisi, dan saya satu-satunya yang ditempatkan. Tidak sampai setahun, saya sudah dipercayakan menjadi supervisor,” kenang Budi.

Empat tahun Budi berkarir di Hilton Hotels. Setelah itu, ia memilih hijrah ke Shangri-La Hotels di Surabaya dengan posisi supervisor dan salary yang lebih. “Ketika itu tahun 1994, gaji saya sudah Rp 500 ribu,” tambahnya.

Pilihannya berkarir di Shangri-La Hotel tidaklah salah. Ia belajar lebih banyak lagi hingga menjadi Certified Customer Services Trainer seluruh hotel standard Shangri-La International. “Jadi, semua karyawan yang masuk wajib saya training walaupun saya di House Keeping Department,” ujar Budi yang didampingi Estetika Putri Hia, Assistant Marketing Manager Mercure Ibis Samarinda.

Setelah hampir dua tahun, Budi kembali mencari tantangan baru. Ia pindah ke Ibis Hotels Rajawali Surabaya atau Accor Groups perusahaan multinasional asal Perancis. Ketika itu tahun 1995, Accor merupakan brand baru di Indonesia. Karir Budi menanjak dan menjabat Asisstant Manager. Namun hanya dua tahun di hotel tersebut.

Tahun berikutnya, ia mencari tantangan lainnya di perusahaan properti yakni Ciputra Subaya dengan unit bisnis hotel, villa, family club, apartemen, dan golf. “Di sini saya belajar banyak hal. Pertamakali masuk, dipercayakan menjabat House Keeping Manager, kemudian dipromosikan menjadi House Keeping & Villa Manager, lalu Property Manager,” bebernya.

Ketika berkarir di Ciputra itulah Budi berkesempatan untuk studi di perguruan tinggi. Awalnya ia kuliah Teknik Industri di ITS Surabaya, kemudian melanjutkan tentang manajemen umum di Jakarta. Setelah tujuh tahun berkarir di Ciputra Group, Budi menciptakan terobosan baru. Ia hengkang ke luar negeri.

Melamar melalui internet (tanpa agen), ternyata ada perusahaan yang berminat dan memanggilnya untuk bergabung. Asal tahu saja pada tahun 2000 saat PON di Surabaya, Budi pernah menangani menu makanan atlet senam. Berdasarkan pengalaman itulah Budi diterima di Comittee Asian Games Doha, Qatar 2006, bagian akomodasi. “Saat itu, Qatar tidak siap dalam hal akomodasi akhirnya menyewa tiga kapal pesiar dari Eropa. Kapal pesiar berlabuh di Qatar sebagai tempat menginap para tamu selama dua minggu,” ungkap Budi.

Usai Asian Games, Budi pindah ke perhotelan lagi yakni InterContinental Group di Kuwait. Lalu bergeser ke hotel lain di Kairo dan Doha lagi. “Setelah tujuh tahun berpindah-pindah di luar negeri yakni Doha, Kuwait, Kairo dan Doha lagi, saya kembali ke Indonesia tepatnya di Pan Pacific Tanah Lot, Bali,” jelas Budi.

Dari Bali, suami Rekta Ayu Lukiswara ini kembali lagi ke Accor Hotels tepatnya di Mercure Surabaya. Tak lama berkarir di Mercure, ia berpindah lagi menjadi General Manager dan dipercaya membuka Aston Hotels Jember, juga Holiday Inn Hotels Surabaya.

Setelah itu, Budi bergabung sebagai Group General Manager Jababeka Group di Cikarang yang unit bisnisnya meliputi apartemen, hotel, golf, dan lainnya. Selanjutnya pindah ke Panorama Group sebagai Director Operations yang membawahi 12 hotel di Indonesia. Pria kelahiran Madiun 12 Oktober 1970 ini malang-melintang di bisnis perhotelan berbintang. Budi kembali lagi ke Accor Groups untuk ketiga kalinya. Ia menjabat General Manager Novotel Ibis Style Solo selama tiga tahun, dan sekarang hijrah ke Mercure Ibis Samarinda.

Tantangan selama pindah-pindah perusahaan, kota, dan negara? “Tantangannya yakni menyesuaikan dengan culture masing-masing wilayah. Ini tidak mudah. Namun saya selalu menjadikan tantangan sebagai potensi untuk diexplore lebih lagi,” tandas ayah tiga anak yang telah memboyong keluarganya ke Samarinda.

Pindah ke Samarinda berawal dari kemauan Budi sendiri. Ceritanya, pada Februari 2019 lalu, Budi yang saat itu masih mengabdi di Novotel-Ibis Style Solo mengadakan sales trip ke Samarinda dan Balikpapan. “Saya kemudian menawarkan ke corporate untuk pindah sebagai GM di Mercure Ibis Samarinda. Jiwa saya ini suka tempat baru. Saya serius dan langsung bertemu dengan owner di Samarinda sesuai arahan dari Accor. Yang saya inginkan biasanya ke tempat baru yang saya belum pernah dan tempat itu berpotensi untuk digarap. Saya yakin Samarinda sangat potensial apalagi sebagai ibukota negara. Saya selalu mengambil kesempatan baik di depan mata saya dan menciptakan peluang itu sendiri dengan cara menambah ilmu,” tegasnya.

Ia mengakui, memulai sesuatu yang baru memang tidak mudah. “Harus dimulai dari diri sendiri. Jika enjoy, ya tidak masalah. Saya mau dipindahkan ke Papua pun bisa asalkan keluarga saya tercover kebutuhannya seperti rumah, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Saat ini keluarga saya sudah domisili di Samarinda. Di Accor Groups, mutasi GM biasanya satu paket bersama keluarga,” tambahnya.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved