Tangani Kasus Irjen Djoko Susilo dan Budi Gunawan, Motif Penyerangan Novel Baswedan Soal 2 Jenderal?
Tangani kasus Irjen Djoko Susilo dan Budi Gunawan, motif penyerangan Novel Baswedan soal 2 Jenderal?
Tercatat dua nama besar yang tersandung dalam kasus tersebut adalah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan Wakilnya Brigjen (Pol) Didik Purnomo.
Menurut majelis hakim, Irjen Djoko Susilo terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara.
Irjen Djoko Susilo terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto.
Ia juga diketahui telah melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama dengan Budi.
Hakim juga menilai jika Djoko sengaja menyembunyikan asal-usul asetnya dengan tidak melaporkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Irjen Djoko Susilo pun divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Hukuman tersebut diperberat menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar setelah bandingnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Lelang pengadaan simulator
Pengadilan juga mencabut hak Irjen Djoko Susilo untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik dan memerintahkan semua barang bukti yang telah disita dirampas oleh negara.
Sementara itu, Brigjen Pol Didik terbukti telah memperkaya diri sebesar Rp 50 juta terkait kasus tersebut.
Didik Purnomo dianggap bersama-sama dengan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo, dalam melancarkan proses lelang pengadaan simulator roda dua dan roda empat.
Atas tindakannya itu, ia divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta.
Setelah menangani kasus yang melibatkan pejabat kepolisian tersebut, Novel Baswedan tersandung sebuah kasus penganiayaan.
Kepolisian menyangka Novel Baswedan melakukan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004.
Peristiwa yang dituduhkan kepadanya itu merupakan peristiwa lama saat ia masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu.