Anggota DPRD Syukri Wahid Ingin Pungutan Parkir di Kota Balikpapan Diubah, Mesin Rusak tak Efektif
Komisi II DPRD Kota Balikpapan Syukri Wahid, masalah retribusi parkir terus menjadi catatan di komisinya, rusaknya mesin parkir.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Membahas masalah parkir di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur memang tak ada habisnya.
Bahasan ini sering pula muncul dan menjadi sorotan khusus dikalangan para pemangku kebijakan legislatif.
Salah satunya terkait dengan target retribusi yang tidak pernah tercapai setiap tahun.
Termasuk juga mengenai mesin parkir, anggota DPRD Balikpapan itu tak efektif dalam penggunaanya.
Sebagaimana dijelaskan oleh salah satu anggota komisi II DPRD Kota Balikpapan Syukri Wahid, masalah retribusi parkir terus menjadi catatan di komisinya.
Sebab, di tahun 2019 lalu, retribusi parkir yang ditarget dengan angka Rp 10 Miliar ini, besaran retribusinya hanya mampu dicapai diangka Rp 2,3 Miliar.
"Tahun ini Pemkot hanya menargetkan naik diangka Rp 3 Miliar saja. Hal ini diasumsikan terjadi, kemarin under target dari 10 Miliar karena mereka memprediksi adanya berlangganan parkir," ujar Syukri Wahid kepada Tribunkaltim.co.
Ternyata dalam kenyataannya, hal tersebut harusnya tak boleh dilakukan. Ini juga diperjelas karena sudah tertuang dalam peraturan pemerintah.
Maka itu, pemerintah kota pun disebut Syukri akan melakukan kebijakan bahwasannya setiap masa perpanjangan di Samsat, nantinya orang harus membayarnya terlebih dahulu.
Kendati demikian memang ada hal yang disepakati dan satu pandangan antara anggota dewan dengan pemerintah.
• Mesin Parkir Meter Diklaim Dinas Perhubungan Balikpapan Efektif Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah
Mereka sepakat, dari 112 titik parkir yang di SK-kan oleh pemerintah, hingga saat ini belum semuanya difungsikan secara maksimal.
Pemerintah kota pun mengakui, bahwa baru 70 persen saja yang memiliki potensi dalam retribusi parkir.
"Jadi memang pada rapat pertama kami juga menanyakan mengenai kenapa ruas parkir yang di SK-kan baru 70 persen yang dipungut dan 30 persennya kenapa tidak dipungut, kemudian lokasi parkir itu," kata Syukri.
Sementara itu, lain halnya dengan penetapan tarif, anggota dewan dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengatakan terkait tarif parkir sebetulnya telah diatur dalam peraturan daerah.
Hanya saja, pemerintah disebut Syukri Wahid sering kecolongan.
Sebab banyak ruas parkir yang dianggap hilang dan dikelola oleh Oknum namun tidak masuk dalam setoran KAS daerah.
Dalam hal ini, lagi-lagi menjadi catatan dari Komisi II, bahwa sistem pemungutan parkir yang dilakukan oleh pemerintah saat ini pun dianggap salah.
Misalnya saja dalam real parkir, satu hari bisa saja mendapat satu mobil dan bisa dikalikan menjadi dua.
Kalau memang nantinya dipungut oleh pihak lain, maka baiknya harus dilakukan sharing antara pemungut dalam hal ini masyarakat dengan pemkot yang akan mengatur terkait dengan perjanjian.
Menurut Syukri, bisa saja hal ini diaplikasikan dengan menggunakan sistem bagi hasil 60 : 40, agar masyrakat yang diminta bantuannya untuk memungut retribusi nantinya mau melakukan hal tersebut.
"Jadi bukan diberi target ratusan ribu per orang, padahal bisa jadi yang didapat lebih daripada itu. Maka itu kita yang kehilangan potensi retribusi ini," katanya.
"Kalau menurut saya sekarang adalah sistemnya pemungutannya yang salah dan harus dirubah. Memang lebih kepada sistem dan kemudian ruas jalan yang belum maksimal dimiliki oleh petugas pungut parkir untuk retribusi," lanjutnya.
Dilanjut Syukri, mengenai beberapa mesin parkir yang pernah dianggarkan oleh Dewan, dirinya menyebut hal ini belum sepenuhnya efektif.
Pasalnya, apabila berkaca di kota besar seperti Jakarta, mesin parkir harus tetap dijaga oleh petugas parkir yang bisa mengawasi berapa lama kendaraan tersebut parkir ditempat itu.
Dari penuturan Syukri, ia menilai Dinas Perhubungan saat ini belum memiliki SDM yang lebih di lokasi yang telah dipasang mesin parkir.
Sehingga terdapat beberapa mesin parkir, yang terlihat tidak dijaga oleh petugasnya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, komisinya dalam waktu dekat akan memanggil Dinas Perhubungan terkait dengan penggunaan alat ini.
Sebab, apabila alat mesin parkir tidak bisa difungsikan secara maksimal, maka tujuan untuk mengatasi potensi retribusi parkir yang hilanh akan tidak tercapai.
"Untuk mengatasi lost parkir maka kita memberi mesin ini agar lebih terukur. Tapi kalau tujuan tidak tercapai akan mubazir saja namanya, padahal kita sudah memelihara mahal-mahal," tegas Syukri Wahid.
(Tribunkaltim.co)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/ruksa-tak-fungsksis.jpg)