Facebook dan Twitter Hapus Video Kampanye Donald Trump Soal Kasus George Floyd, Kena Gugat Hak Cipta
Dua raksasa media sosial, Facebook dan Twitter hapus video kampanye Donald Trump terkait kasus George Floyd karena terkena gugatan hak cipta.
"Kami menerima keluhan terkait Hak cipta dari lembaga Digital Millennium Copyright Act dan kami telah menghapus posting itu," kata juru bicara Facebook, Andy Stone dalam sebuah pernyataan.
Berbeda dengan Twitter dan Facebook, hingga saat ini, YouTube belum menghapus video kampanye Donald Trump tersebut.
Dihimpun KompasTekno dari The Verge, Selasa (9/6/2020), YouTube mengatakan bahwa, setelah ditinjau, video Donald Trump tersebut tidak tergolong sebagai konten yang melanggar aturan kebijakan YouTube.
Sebab, menurut YouTube, versi video Donald Trump yang diunggah ke platform miliknya berbeda dari video di Twitter dan Facebook, serta tidak mengandung konten yang melanggar Hak cipta.
Donald Trump Keluarkan Perintah Eksekutif
Sebelumnya, Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif tentang media sosial.
Perintah eksekutif tentang media sosial ini gara-gara twit Donald Trump dilabeli Cek Fakta oleh Twitter.
Dikutip dari kompas.com, perintah eksekutif ini ditandatangani Donald Trump pada Kamis (28/5/2020), menyusul pertikaiannya dengan Twitter yang menandai twitnya dengan label Cek Fakta.
Setelah perintah eksekutif ini diberlakukan, platform media sosial seperti Twitter dan Facebook bisa dituntut secara hukum.
Donald Trump mengatakan, peraturan diperlukan karena perusahaan media sosial itu bukan lagi forum netral tetapi terlibat dalam "aktivitas politik."
Menurut Donald Trump, platform semacam itu memiliki "kekuatan tidak terbatas untuk menyensor, membatasi... hampir semua bentuk komunikasi antara warga negara."
"Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi," katanya dikutip dari AFP Jumat (29/5/2020).
"Terutama ketika mereka melakukan apa yang mereka lakukan, karena mereka melakukannya dengan salah, mereka memiliki sudut pandang."
Kemarahan Donald Trump dipicu oleh tanda Cek Fakta yang ditambahkan Twitter, karena menganggap twit Donald Trump tentang metode mail-in ballots pada pemilu AS 2020 adalah disinformasi.
Menurut Donald Trump, hal itu membuat Twitter seperti penerbit tradisional karena mengambil tanggung jawab atas materi apa pun yang mereka berikan.