Grup Facebook Komunitas Pelakor Indonesia Bikin Heboh, Isinya Curhatan Kesal Kepada Istri Pertama
Dalam keterangannya grup ini merupakan ajang silaturahmi antara madu dan pembenci pelakor.
Menurutnya, dalam ilmu psikologi dalam diri manusia terdapat istilah need atau kebutuhan.
Dalam hal ini, kebutuhan yang dimaksud merujuk pada kebutuhan afiliasi untuk bergabung dengan suatu kelompok.
Terlebih, kebutuhan afiliasi ini diwadahi oleh sebuah sosial media, dengan fitur dan kemudahan yang berkembang pesat.
"Kenapa mereka membentuk komunitas, karena butuh afisiliasi dan alasannya macam-macam."
"Ada yang mencari penguatan, kesamaan pengalaman, atau untuk mendapatkan dukungan emosional."
"Itu yang mereka dapatkan oleh seseorang ketika masuk ke komunitas itu," ujar Hudan kepada Tribunnews, Jumat (26/6/2020).
Lebih lanjut, Hudan mengatakan, padahal tujuan membuat grup untuk mewadahi korban pelakor atau istri yang dimadu.
Namun, tujuan tersebut beralih fungsi lantaran pembuatnya menjadikan grup terbuka untuk umum.
"Jadi yang tadi ditujukan untuk mewadahi istri yang sedih, ternyata komunitas itu dimanfaatkan para pelakor."
"Tetapi namanya media sosial, tidak bisa diseleksi sehingga konsekuensinya begitu, menjadi beralih fungsi karena kita tidak bisa kontrol juga," papar Hudan.
• Sebelum Tewas Gantung Diri, Ibu Muda di Jambi Sempat Curhat di Facebook Soal Pelakor & Mengaku Lelah
• Zaskia Gotik Dituding jadi Pelakor Rumah Tangga Sirajuddin Mahmud, Imel Putri Cahyati Klarifikasi
• Kisah Ningsih Tinampi, jadi Ahli Pengobatan Alternatif Karena Pelakor, Antrean Pasien Berbulan-bulan
Mengontrol sosial media memang sulit dilakukan, tapi masyarakat bisa mengontrol diri agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan sebuah grup.
Lalu, apa yang bisa dilakukan agar warganet mengantisipasi hal tersebut?
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bimbingan dan Konseling UMM ini mengaku, pentingnya peran orang tua agar terlibat dalam mendidik anak.
Terlebih, menyeleksi informasi yang pantas diberikan kepada anak.