Cuaca Lebih Dingin di Beberapa Daerah di Indonesia, Bukan Karena Aphelion, Ini Penjelasan Ahli
Andi Pangerang, peneliti dari Pusat Sains Antartika Lembaga Penerbangan dan Antariksa ( Lapan), mengatakan, Aphelion tidak memengaruhi kondisi cuaca
Dilansir laman Langit Selatan, Hari ini (6/7/2020), Bumi berada di titik terjauh dari Matahari dengan jarak 1,0167 AU atau 152.505.000 kilometer.
Sementara pada Sabtu (4/7/2020), pukul 18.34 WIB, Bumi berada di jarak 152.095.295 kilometer dari Bumi.
"Yang memengaruhi Aphelion adalah bentuk orbit Bumi yang bukan lingkaran sempurna, melainkan berbentuk elips," kata Andi Pangerang, Peneliti dari Pusat Sains Antartika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( Lapan ) Andi Pangerang kepada Kompas.com, Minggu (5/7/2020).
Fenomena titik Aphelion ini dapat diamati dengan teleskop berfilter.
Meskipun demikian memang perbedaannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan ketika perihelion 5 Januari lalu.
Matahari akan terlihat sedikit lebih kecil dibandingkan rata-rata yakni sekitar 15,73 menit busur atau berkurang 1,68 persen.
"Sekitar 3,36 persen lebih kecil dibandingkan ketika Perihelion," kata Andi.
Andi mengungkapkan, waktu yang mendekati terjadinya Aphelion yakni pada saat menjelang masuknya waktu Maghrib.
Tak hanya itu, durasi fenomena langit ini juga tak memakan waktu lama, hanya setengah jam saja.
"Setengah 6 sore untuk Jakarta dan sekitarnya, jadi beda-beda di setiap tempat, karena Maghribnya kan juga beda-beda waktunya," papar Andi.
"Durasi waktunya juga nggak lama-lama. Cuma setengah jam saja," pungkas dia.
Nah, sementara titik terdekat Bumi dengan Matahari disebut Perihelion.
Fenomena ini terjadi setiap bulan Januari.
Lantas, apa dampak Aphelion untuk Indonesia?
Andi menjelaskan, sebenarnya fenomena Aphelion tidak berdampak signifikan pada Indonesia.
Posisi Bumi yang berada pada titik terjauh dari Matahari juga tak memengaruhi panas yang diterima Bumi.